Tanpa diketahui oleh banyak kalangan Gubernur DKI Anies Baswedan secara diam diam mengadakan pertemuan dengan para pengembang reklamasi teluk Jakarta. Pertemuan atas permintaan Prabowo, dengan mengambil tempat di Hambalang rumah pribadi Prabowo Subianto  yang setiap pintunya dijaga sangat ketat lengkap dengan lima anjing pelacak. Rumah super mewah namun jauh dari pemukiman penduduk.
Bukan perkara kecil  jika yang menjadi tamunya Prabowo adalah para pemilik modal besar yang berperan dalam reklamasi Teluk Jakarta. Dengan sangat antusias tuan rumah Hambalang beserta Anies menyambut Tommy Winata bos dari grup  Artha Graha, dan si pemilik grup Agung Sedayu Richard Halim Kusuma.  Tidak ketinggalan hadir pula wakil ketua dprd DKI Jakarta Muhammad Taufik.
Sebagai seorang tokoh politik sekaligus pengusaha kaya seperti Prabowo  wajar jika selalu banjir tamu dari berbagai kalangan. Tetapi perlu dicermati dalam pertemuan ini jelas mempunyai nilai kekhususan tersendiri. Karena yang dibahas masalah super rumit yang sedang dihadapi oleh Anies sebagai Gubernur DKI. Anies menolak reklamasi sesuai janji-janjinya ketika kampanye di depan para pendukungnya, tidak demikian bagi Prabowo.
Pola pikir Anies memang jauh bahkan bertolak belakang dengan Prabowo. Sebagai seorang pengusaha besar yang ambisius, tentu tidak ada dalam kamusnya akan menghentikan proyek reklamasi teluk Jakarta yang secara ekonomi akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar, bukan saja untuk pemda DKI tetapi juga kepada masyarakat Jakarta.
Dari pertemuan ini mengindikasikan Prabowo mengajak Anies baik secara sukarela maupun terpaksa agar mencari siasat atau cara agar proyek reklamasi harus tetap jalan dan tentu saja pengawasan ekstra keras langsung dari Prabowo. Dipertemukan dengan Tommy Winata dan Richard agar Anies merobah pola pikir dari cara cara berpikir komunitas bumi datar, sumbu pendek, radikal, untuk keluar dari kemelut yang dibuat nya sendiri terkait janji-janji kampanye yang akan menstop proyek reklamasi teluk Jakarta.
Bagi Prabowo, bos dari group  Artha Graha Tommy Winata, dan si pemilik group Agung Sedayu Sugianto Kusuma adalah sahabat lama dalam bisnis sehingga tidak asing dan ibarat sudah tahu rahasia dapur dan rumahtangganya. Oleh sebab itu ketua partai Gerindra atau bos nya Anies, mempersilahkan bos Artha Graha itu untuk memulai percakapan .
Sebagai pembuka diperkenalkan kepada Anies, Richard Halim Kusuma dan Ir Ali Hanafi . Richard adalah anak dari Sugianto Kusuma, pemilik tahta bisnis raksasa grup Agung Sedayu, Â selanjutnya pembicaraan serius kearah reklamasi teluk Jakarta termasuk langkah-langkah kedepannya.
Dari pertemuan mereka , yang aktif berbica adalah tuan rumah bos besar Prabowo Subianto dengan para pengembang, saling berbalas informasi dan tindak lanjut rencana reklamasi. Luar biasa Prabowo sanggup membuat Anies diam tidak sepotong katapun Anies berani nimbrung  ikut berbicara.
Ada dua kemungkinan, pertama Anies memang dilarang ngomong oleh Prabowo bos besarnya, kemungkinan kedua Anies memang takut ngomong  jika ada bos besar nya. Yang bisa dilakukan hanya menyambut dengan santun kata kata iya ya iya dan iya.  Dari kondisi seperti ini sudah mulai tampak bahwa sesunggunya Anies adalah bonekanya Prabowo subianto atau bos besar Anies.
Dalam akhir pertemuan tawaran yang sangat menarik dari Tommy Winata kepada Anies adalah: Â Richard dan Tomy menyatakan siap membayar kontribusi tambahan sebesar 15 persen. Kontribusi ini dimasukkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, di luar kewajiban pengembang menyediakan 40 persen lahan untuk publik, plus 5 persen untuk fasilitas umum. Jika angka itu dikonversi ke dalam rupiah, pemerintah DKI Jakarta bakal mendapatkan Rp 77 triliun dari kontribusi tambahan tersebut. Anies tidak memberikan tanggapan apa pun atas penjelasan itu.sumber
Memang benar , Anies sesungguhnya tipe orang yang hanya pandai berretorika, berteori, tetapi sesungguhnya tidak bisa dipercaya, dalam hal ini terkait reklamasi teluk Jakarta.
Kalau tidak ada udang di balik batu, kenapa mesti ada pertemuan khusus dengan pengembang reklamasi. Yang jelas mudah ditebak  Anies pada akhirnya tak dapat menolak kemauan bos besar Prabowo dan para bos pengembang, walaupun pada tahap awal baru pulau C dan D.Â
Dengan cara yang mudah membaca Anies, cukup dari peristiwa pertemuan tersebut. Dari suasana pertemuan Tommy Winata, Prabowo, Anies dan anak Aguan, sangat nyata sekali Anies hanya merupakan boneka hidup, diam seribu bahasa hanya sesekali mengucapkan ya dan iya.
Kurang dari dua bulan ia memegang kekuasaan besar sebagai Gubernur DKI Jakarta masyarakat dengan mudah sudah bisa membaca karakter kepemimpinan Anies. Â Tampak jelas Anies bukanlah seorang pemimpin sejati. Oleh sebab itu terkait stop reklamasi teluk Jakarta, tidak mungkin Anies sanggup menepati janjinya kepada para pendukungnya.
Ia kini benar-benar telah hilang kemartabatannya sebagai pemimpin yang ditunggu-tunggu oleh tujuh juta barisan kaum bumi datar, ternyata kekuasaannya di DKI hanya dipersembahkan semata kepada bos besar Prabowo Subianto..
Ujungnya pasti mudah menebak, Anies dalam memimpin Jakarta serlanjutnya tidak mungkin bisa bergerak sendiri, karena dia boneka. Contohnya saja tentang reklamasi diteluk Jakarta yang akan akan disetop, faktanya reklamasi tetap jalan.
Bagi pemerintah pusat, tidak usah menekan-nekan Anies, Anies sendiri sudah memberikan lampu hijau dan mau diajak kerja sama sepakat  teruskan proyek reklamasi.  Oleh sebab itu Pemerintah Pusat seperti yang disampaikan oleh Bapak Wapres Jusuf Kalla, memastikan akan melanjutkan proyek reklamasi teluk Jakarta.
Walaupun baru se bulan memimpin Jakarta, kepemimpinan Anies mudah dibaca, untuk mudahnya dibandingkan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau akrabnya sering disapa Ahok, yaitu,  Anies masih jauh disematkan kepadanya sebagai pemimpin yang berani dan berkarakter  tidak main belakang. Apakah karena dia itu Boneka? ITU SAJA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H