Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dibanding Amerika, Rusia, dan Koalisi Arab Saudi, Strategi Jokowi berbeda dalam memerangi ISIS

27 Agustus 2017   20:05 Diperbarui: 28 Agustus 2017   10:53 4515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita menghebohkan atau menyesatkan, Abu Bakr al-Baghdadi pemimpin ISIS tewas dalam serangan udara Rusia pada akhir Mei 2017 di Suriah. Rusia sangat percaya diri dan meyakinkan bersama Presiden Bashar al-Assad, melalui Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa pihaknya telah membunuh Baghdadi dalam sebuah serangan udara di dekat kota Raqqa, Suriah timur. Namun berita terbunuhnya al Baghdadi dibantah banyak pihak, terutama para pengamat militer dan politisi yang meragukan klaim sepihak Rusia. Bukan hanya saat ini saja Rusia mengaku telah membunuh al Baghdadi, sejak 2014 lalu Rusia dan Bazar ala Assad sering membohongi publik, fokusnya pada kematian pemimpin ISIS, namun setiap kali dikonfirmasi, Putin tidak dapat membuktikannya.

Demikian pula yang dilakukan oleh Amerika, Perancis, dan sekutunya 10 negara Arab, Mesir, Irak, Yordania, Kuwait, Lebanon, Oman, Qatar, Uni Emirat Arab, termasuk Arab Saudi dan Turki, mereka menunjukan kepada dunia sebagai koalisi anti teroris dan sampai kapanpun akan perang melawan milisi Daulah Islamiyah atau ISIS.  Bila hitungan kekuatan secara fisik pasukan militer Amerika dan koalisinya jauh diatas ISIS, namun lucu dan aneh, mereka selalu  mengalami kegagalan dalam perang melawan ISIS. Misalnya di Mosul Irak jelas sekali Amerika hanya dapat memamerkan serangan udaranya disertai klaim bahwa ISIS hancur. Namun pada kenyataannya ISIS tetap eksis. 

Sehingga dengan berbagai cara mereka lakukan untuk mengalahkan ISIS, seperti berita kematian pemimpin ISIS sengaja dihembuskan oleh Rusia yang mengklaim telah membunuh Pemimpin ISIS. Jelas dapat dibaca, Rusia menggunakan strategi bahwa isu membunuh Baghdadi akan menjadi pukulan yang melemahkan dan menurunkan mental kelompok teror tersebut. Tetapi cara inipun mengalami kegagalan, ISIS tetap menebar terror, pengeboman dimana-mana terjadi.

Belakangan Amerika dan koalisinya yang semula beranggotakan 10 negara arab, kini menambah kekuatan menjadi 34 negara Koalisi Islam. Mereka adalah Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab (UEA), Pakistan, Bahrain, Bangladesh, Benin, Turki, Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone, Somalia, Gabon, Guinea, Palestina, Republik Federal Islam Komoro, Qatar, Cote d'Ivoire, Kuwait, Libanon, Libya, Maladewa, Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Mauritania, Niger, Nigeria dsb. Namun lagi-lagi, gabungan negara-negara sebanyak itu tidak berhasil mengalahkan ISIS.

Yang terkesan di masyarakat dunia, ISIS  kenapa demikan kuat, sehingga membuat kewalahan banyak negara termasuk para adidaya Amerika dan Rusia. Mereka bahkan menarik-narik Indonesia agar bergabung dengan 34 negara Koalisi Islam lainnya untuk mengalahkan ISIS.

Apa sikap Indonesia terkait masalah tersebut dan apa tidakan Presiden Jokowi untuk menghadang pengaruh kelompok radikal termasuk ISIS yang semakin merajalela dan kini berkembang memasuki wilayah Asia Tenggara khususnya di pulau Marawi Philipina Selatan.

Pertama, Indonesia Jelas tidak mau terjebak dalam koalisi 34 negara walaupun tujuan mereka adalah untuk memerangi kelompok radikal dan terorisme termasuk ISIS. Tidak bersedianya Indonesia untuk  bergabung dengan koalisi 34 negara Islam tidak berarti pemerintahannya Presiden Jokowidodo berseberangan dengan Arab Saudi terkait cara perlawanannya terhadap kelompok radikal ISIS. Presiden Jokowi tetap konsisten sampai kapanpun akan memerangi gerakan radikal termasuk ISIS. Namun demikian caranya tidak harus bergabung dengan koalisi Arab Saudi. 

Kedua, Indonesia mempunyai prinsip sendiri dalam memerangi gerakan radikal. Indonesia tetap teguh pendiriannya dalam pelaksanaan prinsip-prinsip politik luar negeri yang  bebas dan aktif, serta landasan konstitusi UUD '45 yang jelas tidak membenarkan tindakan yang mengarah kepada pakta militer dalam segala bentuknya.

Presiden Jokowi sangat berbeda dengan Amerika, Rusia, apalagi dengan negara-negara Arab dalam menangani gerakan radikal termasuk ISIS, yang saat ini sudah mendekat di perbatasan Phlipina-Indonesia. Dimana letak perbedaannya, marilah kita urai satu persatu, dengan tetap berpikiran jernih, jauh dari prasangka negative, apalagi presiden Jokowi sudah berulangkali membuktikan mampu menghancurkan gerakan kelompok ISIS dengan cara yang sangat tepat sasaran, tanpa harus melakukan pelanggaran HAM dalam penanganan masalah tersebut,

Pertama, Melalui Gerakan Revolusi Mental, Jokowi memayungi keberagaman di Indonesia yang terdiri dari 300 suku tersebar di 13.466 pulau pulau. Dengan melalui gerakan revolusi mental yang dilandasi kepada  pemahaman agama yang baik sesuai dengan petunjuk ulama ahlusunnah waljamaah khususnya yang annadliyah maka menuju Islam rahmatan lil 'alalamin dapat menjadikan Indonesia bahkan dunia terbebas dari paham-paham sesat, radikal termasuk faham yang dibawa oleh kelompok ISIS.

Kedua, Dibuatnya payung hukum untuk Ormas oleh pemerintah, yaitu melalui diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Perpu ini bersifat sangat adil dan manusiawi karena kaidah penegakan HAM tetap melekat pada Ormas tersebut. Ormas-ormas radikal yang terkena Perpu  tersebut tetap mempunyai hak-hak konstitusionalnya tanpa dipotong sedikitpun.

Ketiga, pemerintah Jokowi melalui BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) melakukan model kampanye yang menyejukan melalui "Program Duta Damai" yaitu dengan menerbitkan tulisan, video, gambar-gambar atau foto yang isinya bersifat mengedepankan dan menebarkan salam perdamaian salam toleransi, kebersamaan dalan kebhinekaan dan penolakan secara tegas faham-faham komunisme, radikalisme, termasuk kelompok ISIS.

Keempat, Presiden Jokowi menjadikan garda terdepan kelompok-kelompok Islam moderat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad al-Islamiyah, al-Ittihadiyah, Matlaul Anwar, Ar-Rabithah al-Alawiyah, al-Washliyah, Az-Zikra, Syarikat Islam Indonesia, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), IKADI, Perti, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), untuk menebarkan Islam rahmatanlil'alamin, islam moderat keseluruh lapisan masyarakat, lembaga pendididkan formal dan informal ke pesantren-pesantren dan mengajak santriawan dan santriwati untuk mencintai Indonesia yang plural. Presiden juga menugasi PBNU untuk menerjukan ribuan Kiyai untuk memberikan pencerahan kepada umat Islam Indonesia tetang bahayanya kelompok radikal termasuk ISIS yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Yang sangat penting Presiden Jokowi tidak mengedepankan atau mengutamakan atau menomor satukan penyelesaian dengan cara-cara militer kepada kelompok radikal termasuk ISIS, sebagaimana cara-cara yang dipakai oleh Amerika, Rusia termasuk negara-negara Arab dengan seluruh koalisinya. Seluruh komponen bangsa mendukung sepenuhnya cara-cara Presiden Jokowi yang menjauhi cara militer dalam penyelesaian ISIS, tetapi senantiasa melakukan pembaharuan bidang strategi dalam melawan kelompok teroris radikal termasuk ISIS yaitu  dengan penguatan strategi jangka panjang  bidang pendidikan yang berkelanjutan, khusus dalam kaitan ini Presiden Jokowi harus secara kontinu melakukan deradikalisasi mengembalikan pemikiran kelompok radikal maupun para simpatisan ISIS agar menjadi generasi Indonesia yang berpikiran moderat.

Jakarta, 27 Agustus 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun