[caption caption="Romo Benny dan Joko Widodo :FhotoJPG"][/caption]
Semenjak Presiden Jokowidodo menjalankan tugasnya sebagai presiden silih berganti datang kritik, hampir semua kritik yang diarahkan kepada Presiden sifatnya positif, isinya membangun, menyemangati, bahkan tak kurang dari mereka yang memberikan kritik disertai juga saran-saran dan jalan keluarnya. Hanya sedikit dari mereka yang memberikan kritik nyleneh artinya bernada menghina Jokowi. Sebenarnya Jokowi memang membutuhkan peran aktif masyarakat dari dalam maupun dari luar Presiden, terutama peran aktif yang sifatnya membangun.
Bahkan secara jujur peran aktif dari luar lebih banyak dibutuhkan karena sifatnya terbuka dan lebih obyektif tidak ada keberpihakan, tidak pura-pura, bukan asal bapak senang. Namun sekali waktu kritik yang bernada mencela dibutuhkan juga, termasuk yang bermuatan politis juga diperlukan, bahkan kritik yang bernada menghujatpun sekali waktu diperlukan, tujuannya untuk menelisik sisi kelemahan kita sendiri. Setahun usia Jokowi menjalankan tugasnya sebagai Presiden yang memberikan kritik jumlahnya sudah cukup banyak.
Mereka datang dari berbagai latar belakang, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, dosen praktisi, politisi, LSM, agamawan, pak tani sampai tokoh nasional, bahkan yang tidak jelas jati dirinya. Dari mereka yang memberikan kritik kepada Presiden, sayangnya tidak satupun yang berani mengangkat hal positip berupa keberhasilan Presiden Jokowi. Padahal dalam menjalankan tugasnya yang sudah berjalan setahun ini juga banyak positifnya. Dengan demikian kritik yang diberikan untuk Jokowi sedikit masih belum berimbang.
Memang kritiknya positip, bersifat membangun cara penyampaiannya juga baik karena disampaikan tidak dengan marah apalagi demo anarkis, dan secara nalar sehat pasti mereka juga niatnya baik, kalaupun kelihatan ada nada gregetan sedikit emosi hal demikian wajar-wajar saja. Itulah seharusnya dalam mempraktekan sistem demokrasi Indonesia, yang masih memerlukan pemantapan.
Berikut bentuk-bentuk kritik dan saran terkait KPK yang disampaikan oleh seorang agamawan terkenal Romo Benny Susetyo untuk Presiden Jokowidodo dan jajarannya. Romo Benny adalah salah seorang warga negara Indonesia yang masih sangat menyayangi Presidennya.
Sehingga walaupun kritiknya sangat tajam dan pedas tetapi pada hakekatnya masih mengindahkan etika dan besifat membangun. Kalaupun ada nada-nada yang sedikit emosional dan gregetan hal itu dipandang sebagai sesuatu yang wajar. Kalau meminjam istilah Jenderal Luhut, Kritiknya sedikit agak “Genit”
Pertama: Kritik yang disampaikan oleh Rohaniwan Benny Susetyo kepada Jokowi terkait revisi UU KPK oleh DPR, cukup pedas. Jika diterjemahkan secara bebas makna yang tersirat dalam kritikan Romo Benny menempatkan Jokowi sebagai pemimpin cuma pandai beretorika saja, tanpa implementasi nyata. Apa yang digembar-gemborkan program Nawa cita dan revolusi mental yang diusungnya hanya slogan kosong.
Buktinya Jokowi seharusnya berani menolak revisi UU KPK, tetapi Jokowi malah banyak diamnya tidak segera mengambil tindakan. Menolak DPR yang akan memberangus KPK, menjadi barang langka yang dimiliki Jokowi. Terkait revisi undang-undang KPK yang akan membatasi masa kerja KPK hanya sampai 12 tahun, sikapnya tidak segera merespon. Sikap resmi ditunggu-tunggu oleh semua masyarakat pendukungnya tetapi tidak kunjung nongol.
Apa yang terjadi selanjutnya, kegaduhannyapun bermunculan. Karena Jokowi tidak mampu bersikap tegas mau menolak revisi UU KPK yang diajukan oleh para politisi yang hanya ingin menyelamatkan dirinya dan teman-temannya yang banyak terjerat kasus korupsi. Jokowi sebenarnya sadar bahwa kultur kekuasaan di Indonesia masih koruptif. Banyak pejabat negara, para politisi di DPR telah menjalankan politik kotor menghalalkan segala cara, menyalahgunakan kekuasaan. Usaha untuk melegalkan korupsi, dengan kebijakan jalan terus.
Satu-satunya harapan terakhir Romo Benny hanyalah kepada masyarakat. Mereka harus lebih giat menyuarakan penolakannya terhadap revisi UU KPK satu-satunya jalan adalah dengan menjalankan aksi massa agar pemerintah Jokowidodo tergugah pikiran dan hati nuraninya, bahwa sesungguhnya melawan kedzoliman harus terus diperjuangkan dengan nyata jika perlu dengan pengorbanan.
Coba kita kembali melihat secara adil dan berimbang terhadap apa yang tersirat dalam kritik yang diberikan oleh Romo Benny kepada Presiden Jokowidodo , yang telah disebutkan diatas. Apa benar seperti yang telah dituduhkannya bahwa Presiden Jokowi:
1). Pemimpin cuma pandai beretorika saja, tanpa implementasi nyata.
Presiden Jokowidodo bukan tipe pemimpin seperti yang disebutkan Romo Benny, bukti kepemimpinannya Jokowi sejak menjadi Walikota Solo sampai dengan Presiden telah menjadi ikon kepemimpinan yang merakyat dan diakui dunia. Jokowi hanya pandai beretorika? Suatu tuduhan yang salah besar! Kenapa demikian? Semua orang dari tingkatan anak sekolah sampai dengan Top Manager mengetahui Pak Jokowi seorang pemimpin yang tidak pandai beretorika, apalagi bicara membuat pencitraan diri, bukan keahlian dari Jokowi. Sehingga tuduhan Romo Benny menjadi kebalik-balik.
Demikian juga tuduhan pemimpin yang tanpa implementasi. Suatu tuduhan yang tidak mendasar sama sekali, lebih didorong emosional. Jika tanpa implementasi tidak mungkin sejak kepemimpinannya sebagai birokrat Solo- DKI- sekarang Presiden, Jokowi menjadi sanjungan masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Alias masyarakat yang sangat memerlukan perlakuan yang adil dan mensejahterakan, telah mendapat bukti nyta dari Jokowi. Hal ini bukti bahwa Jokowi telah banyak memberikan apa yang dibutuhkan oleh rakyat.
2). Program Nawa cita dan revolusi mental yang diusungnya hanya slogan kosong.
Program Nawacita secara harfiah adalah sembilan tujuan yang akan menjadi rujukan dari kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Nawacita bukan program kosong, karena pada hakekatnya merupakan implementasi dari amanat yang disebutkan dalam konstitusi Negara Republik Indonesia. Satu diantaranya adalah melindungi segenap bangsa, menciptakan pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, memperteguh kebhinnekaan.
Sedangkan untuk mewujudkan Nawa cita diperlukan revolusi mental intinya adalah program pembinaan karakter bangsa, yaitu mentalitas yang menerpa bangsa Indonesia mentalitas yang memberikan sumbangsih secara positip terhadap proses-proses pembangunan. Memberangus mentalitas yang suka menerabas, mentalitas yang suka meremehkan mutu, mentalitas kurang percaya diri dan mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab (Koentjaraningrat 2000: 45).
Jika demikian halnya Romo Benny nampaknya seorang yang tidak sabaran. Bagaimana mungkin Nawacita dan Revolusi mental dapat di selesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, hanya butuh waktu satu tahun kepemimpinan Jokowi? Presiden yang memimpin lebih dari satu periode saja belum mampu menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana yang tersirat dan tersurat didalam pembukaan konstitusi negara.
Dalam kepemimpinan Jokowi sudah cukup bukti yang dicapai kaitannya dengan program Nawacita dan revolusi mental. Ukurannya paling mudah dari pribadi pemimpin itu sendiri. Dalam sejarah republik ini hanya ada dua orang Presiden yang terbebas dari KKN, pertama Bung Karno dan kedua adalah Jokowi. Mereka berdua pemimpin yang tidak mau memanfaatkan kekuasaannya untuk mengambil kekayaan milik negara/rakyat untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
Adakah dari putra puti Jokowi yang nggeragas ikut-ikutan memanfaatkan jabatan pangkat dan kekuasaan Bapaknya? Silahkan dipersilahkan cari Presiden mana yang bersih dari KKN kecuali yang sudah dicontohkan seperti diatas.
3).Jokowi banyak diamnya tidak segera mengambil tindakan Menolak DPR yang akan memberangus KPK. Sikap resmi ditunggu-tunggu oleh semua masyarakat pendukungnya tetapi tidak kunjung nongol.
Karakter Jokowi memang tidak banyak bicara, tidak pandai menjual pencitraan, tidak seperti presiden pendahulunya. Bukankah untuk menolak sikap DPR terkait revisi UU KPK tidak memerlukan banyak bicara, karena Presiden jokowi hanya sedikit kosentrasi dan menunggu waktu yang tepat. Tidak memerlukan kejar tayang dan pencitraan, apalagi dukungan yang ada di lingkar Presiden Jokowi sudah membanjir.
Penolakan Resmi yang datang dari Pemerintahan Jokowi tinggal menunggu waktu saja, dan dipastikan revisi UU KPK bakalan kandas. Yang dibelakang Jokowi sangat banyak. PDIP walalupun sebagai partai pengganggas utama revisi, akan tetapi itu hanyalah lahirnya, sedangkan batinnya tidak mungkin mau menghancurkan Presiden yang diusungnya. Demikian juga secara keseluruhan partai-partai di KIH. Mereka tidak lebih bermain petak umpet dengan KMP, politik mencari celah, politik mencari dan mengukur kekuatan lawan secara sembunyi.
Ikrar KMP dipastikan mendukung Jokowi terkait penolakan revisi UU KPK. Susilo Bambang Yuddhoyono ketua umum Partai Demokrat jelas sekali menolak usaha-usaha yang mengarah pelemahan KPK. Demikian juga PAN, PKS, Gerindra, Partai Golkar kubu Agung Laksono, bahkan sebagai Ketua Dewan pertimbangan Majelis Muhamadiyah Dr Din Syamsudin berani atas nama Muhamadiyah menolak pelemahan KPK.
Kedepan Rohaniwan Romo Benny Susetyo tidak lagi keburu nafsu, emosional, menyangka Presiden Jokowi cuma pandai beretorika saja, tanpa implementasi nyata suatu bentuk kritikan yang keras, pedas dan menyengat. Namun demikian peran aktif Romo Benny masih terus diharapkan, sebab kritikan beliau pasti bermaksud baik, tanpa ada muatan politik, apalagi untuk merendahkan Presiden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H