Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Siapakah Motivator Dunia Untuk Perdamaian Timur Tengah?

29 September 2015   14:28 Diperbarui: 29 September 2015   14:28 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto Presiden Soekarno: Foto Lawas dari Rinaldi Munir"][/caption]

Semua pihak semakin menggila di Suriah. Arab Saudi dan Koalisinya semakin menggila, Moskow dan Washington sama juga semakin menggila. Tanpa menggunakan kacamata plus akan kelihatan ISIS atau ISIL semakin menggila melakukan serangan teror pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan kepada anak-anak Irak secara sistematis, menjagal massal anak laki-laki. Pemenggalan, penyaliban anak dan mengubur anak hidup-hidup sudah menjadi bagian kehidupan ISIS dalam menjalankan taktik perang menggoyang pertahanan lawan.

Gencarnya serangan terhadap aparat keamanan di negara-negara kawasan teluk menyebabkan semakin kewalahan pasukan pemerintah Suriah termasuk Irak yang hanya bisa bertahan, bahkan banyak dari kalangan tentara pemerintah mengundurkan diri secara diam-diam bergabung kedalam pengungsian besar-besaran Arab ke daratan Eropa.

Setelah mengguncang Suriah, dengan merebut Palmyra, ISIS kuasai lebih dari 50% wilayah Presiden Bashar al Assad beserta hampir seluruh ladang gas dan minyak di Suriah.

Negara pimpinan Presiden Bashar al Assad yang Syiah itu kini sudah diambang kekalahan, tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan oleh sekutu dekatnya Rusia. Sebagai negara yang telah berkoalisi dengan Rusia sejak lama, maka ada beban moral dan kepentingan politik Putin berkepentingan secara sungguh-sungguh melindungi Presiden Bashar, agar tidak menjadi permainan AS dan Koalisi Arab Saudi menjadi lebih kuat dikawasan Teluk khususnya Suriah dan Irak.

Setelah Suriah dan Irak, kali ini ISIS benar-benar semakin merajalela berani pukul Arab Saudi. Masjid di Kota Abha, Provinsi Asir, Kerajaan Arab Saudi, diserang bom bunuh diri oleh kelompok yang mengaku berbaiat pada khilafah Islamiyah yang dijuluki sebagai DAESH (al-Dawla al-Islamiya fi al-Iraq wa al-Sham"). Maka tidak aneh lagi Raja Salman dari Arab Saudi buru-buru temui Putin, untuk berbicara tentang solusi krisis Suriah, dan masalah-masalah yang menyangkut kekuatan ISIS yang dinilai semakin kuat mengganggu keamanan Timur Tengah.

Sebenarnya tanpa diminta Arab Saudi, Putin pasti akan bereaksi untuk menghalau ISIS dari Suriah. Malah sebelumnya Rusia sudah mengirim enam pesawat tempur Mikoyan MiG-31 dan sedikitnya 15 pesawat kargo Rusia mengangkut peralatan dan tentara terlatih mendarat di pangkalan militer Hmeimim di Suriah barat untuk meningkatkan kemampuan militer Suriah di garis depan pertempuran melawan pejuang oposisi dan ISIS.

Kenapa Raja Salman malah mendekati Putin? bukannya kepada Obama yang jelas merupakan sekutu dekat Arab Saudi dan koalisinya? Bukankah AS berkomitmen akan ikut menghancurkan ISIS dari Irak dan Suriah karena semakin menebarkan teror kepada dunia?

Memang benar walaupun AS berulang kali mengatakan akan menghancurkan ISIS, akan tetapi baru sampai pada tahap bantuan militer $ 500 juta dolar itupun jatuh kepada kelompok oposisi Suriah, yang pro-Amerika, Jabhah al-Nusah yang hakekatnya adalah tangan kanan atau tangan kirinya ISIS.

Janji AS didepan PBB bahwa AS akan menciptakan perdamaian di Suriah dengan melatih 5400 oposisi Suriah untuk melawan ISIS dalam rangka menciptakan wilayah yang stabil dan damai, ternyata adalah janji kosong belaka. Yang benar adalah AS hanya membutuhkan legitimasi PBB untuk mengobok-obok Suriah melaui operasi inteligen.

AS hanya mengirimkan sejumlah pelatih itupun tidak lebih dari 60 orang banyaknya yang dikirim ke Suriah, yang sebenarnya adalah personnel Inteligen kelas satu.

Jadi jangan diharapkan AS dan kawan terdekatnya Arab Saudi dan koalisinya untuk betul-betul menghalau ISIS. Isu yang merebak dari beberapa orang pejabat Amerika telah mengaku dalam memoarnya mereka sendiri termasuk memoar Hillary Clinton mengakui ISIS Buatan AS.

Demikian juga pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei dalam situsnya kembali menyinggung teori konspirasi di mana, dia menuding ISIS buatan Amerika Serikat.

Oleh sebab itu tidak aneh Amerika dan Arab Saudi dan koalisinya adalah pasukan setengah hati , disatu sisi ingin menghalau ISIS tetapi di lain pihak tidak rela bila rezim Bashar al-Assad yang didukung Iran terus bercokol kekuasaannya di negara yang kaya minyak itu.

Jadi ada dua tujuan atau motif yang berbeda kalau boleh disebut berseberangan antara Moskow dan Washington. Moskow mengirimkan dana, senjata, dan personnil militer kelas satu secara besar-besaran ke Suriah untuk memerangi ISIS. Sedangkan Obama hanya memberikan senjata sejumlah uang itupun jatuh ketangan musuh Assad.

Buat Moskow tentu saja untuk memperkuat Assad, berbeda dengan Amerika dan Arab Saudi dan Koalisinya sebagai kedoknya memerangi ISIS akan tetapi dibalik itu semua adalah mempersenjatai oposisi dan ISIS, untuk segera mengganti Presiden Bashar al-Assad.

Alasan bagi Washington dan sekutunya berkeyakinan bahwa Assad tidak memiliki masa depan di Suriah, sehingga tidak membawa keuntungan sedikitpun untuk mempertahankan Assad demi kepentingan AS, dan lebih baik diberikan kepada kelompok oposisi yang bukan syiah, walaupun mereka adalah laskar gelap yang mendapat bantuan dan dukungan ISIS.

Namun demikian namanya saja Amerika dan Arab Saudi memang dua saudara yang sudah tersesat lekat melekat, masih memberikan Presiden Assad berperan sementara untuk mengelabui PBB dan dunia, seperti yang diusulkan oleh Perdana Menteri Inggris, David Cameron.

Seorang diplomat Rusia mengatakan kemungkinan Moskow bergabung dengan koalisi yang dipimpin Washington dalam menghadapi ISIS saat sidang Dewan Keamanan PBB , di mana PBB akan menjadi alat legitimasi kejahatan Moskow dan Washington.

Menurut Sang Diplomat, Rusia dipandang melakukan kejahatan, karena membiarkan Presiden Bashar al Assad membantai rakyatnya. Diperkirakan hingga saat ini perang yang sudah berlangsung selama empat setengah tahun itu, melahirkan tragedi kemanusiaan tiada tara. Lebih 16 juta penduduk Suriah meninggalkan negaranya, dan lebih dari 500 ribu rakyat Suriah tewas akibat perang.

Demikian juga tidak kalah hebatnya Washington melakukan kejahatan perang yang membiarkan kekuatan-keuatan oposisi baik di Irak maupun Suriah yang jelas-jelas didukung ISIS semena-mena membantai, membunuh jutaaan penduduk sipil tak berdosa, Amerika terdiam, kalaupun bergerak hanya pura-pura selama ini hanya bisa memantau dari udara tidak sekalipun turun gelanggang.

Sebenarnya mudah diterka tujuan Amerika terkait penguasaanya terhadap timur Tengah kini halangannya tinggal dua ganjalan penting yang masih gelap, sulit ditembus yaitu Pemerintahan Bashar al Assad di Suriah yang didukung Rusia dan Iran.

Kedua kekuatan Teheran yang masih sangat misterius dan paling ditakuti Amerika dan sekutunya terutama Israel, sehingga tidak cukup Amerika saja yang harus aktif mondar mandir melakukan lobi-lobi besar dengan Iran.

Amerika dengan tanpa malu-malu mengajak lima negara adidaya lainnya plus Jerman, P5 + 1 dengan berbagai upaya soft diplomatic mengajak Iran bersedia mengerti untuk mengurangi aktifitas penambahan sentrifugal nuklir menjadi 10.000 instalasi itupun dari jenis yang sudah tua.

Akan tetapi dengan berani dan penuh keyakinan, Teheran berargumen pada prinsipnya hak setiap negara untuk melakukan pengayaan uranium, oleh sebab itu bukannya Iran mengurangi menjadi 10.000 malah menaikan kapasitasnya menjadi 190.000 sentrifugal nuklir itulah yang dibutuhkan Iran saat ini tanpa berminat untuk memproduksi termo nuklir.

Toh, P5+1 pada akhirnya menyetujui disertai meloloskan permintaan Iran agar semua semua jenis embargo ekonomi perdagangan dapat dipulihkan segera paling lambat Nopember 2015 ini.

Sesungguhnya Timur Tengah hanya dapat diredam dari tragedi kemanusiaan yang maha dahsyat hanya dari usaha manusia itu sendiri. Syaratnya kita masing-masing sebagai manusia mau menaggalkan sedikit saja rasa ego dan jiwa keserakahan.

Harapan sebenarnya banyak diberikan kepada negara-negara Timur Tengah itu sendiri yang tergabung dalam Liga Arab, dimana mereka adalah yang langsung terlibat agar bersedia duduk bersama mau menanggalkan sejenak rasa egonya masing-masing.

Dan jangan lupa organisasi sebesar OKI dan PBB harus memberikan dukungan sepenuhnya. Disini diperlukan seorang motivator kelas dunia setidaknya sekaliber Soekarno atau Mahatma Ghandi, atau Nelson Mandella, yang bisa memotivasi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dan Dunia untuk duduk bersama, bersatu dan bergandengan tangan menuju kedamaian.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun