Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik featured

Ungkap Kasus Soeharto 1965/1966

17 Agustus 2015   11:48 Diperbarui: 21 Juli 2016   07:20 7541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan tetapi lagi-lagi rapat kabinet yang sedang digelar di Istana Bogor itupun diserbu mahasiswa dan tentara gelap Soeharto untuk menggagalkan usaha Presiden Soekarno. Soeharto memainkan kondisi kesemrawutan ini tidak tanggung-tanggung dengan berpura-pura penaggulangan ketertiban dan keamanan. Sandiwara Soeharto memakan korban, sejumlah mahasiswa menderita luka-luka, dua diantaranya dari mahasiswa UI Arief Rahman Hakim dan Zainal Sekte tewas ditembus peluru.

Akibatnya tak terbendung Soeharto dengan menunggangi gerakan aksi mahasiswa bergerak ke Istana, hampir tidak ada tempat untuk menampung banyaknya demonstran yang sangat besar jumlahnya meneriakan yel-yel “turunkan Soekarno”, “adili Soekarno” “Gantung Aidit”, Bandrio anjing Peking”, dan seterusnya. Jumlah ratusan ribu mahasiswa yang bergerak ditunggangi Soeharto akhirnya dapat memaksa Presiden Soekarno turun dari jabatannya.

Dengan kedok “Amanat Penderitaan Rakyat” Soeharto menunggangi kesatuan aksi mahasiswa berhasil menggulingkan Presiden Soekarno.Tokoh-tokoh CC PKI kelas satu di pusat maupun di daerah semua masuk penjara, pengadilan hanya sebagai kedok belaka, bahkan sebagian dari mereka ada yang ditembak mati tanpa melalui pengadilan, misalnya saja DN Aidit ditembak mati oleh anak buah Soeharto. Takterhitung anggota PKI yang masuk kategori pimpinan dieksekusi tanpa ampun. Didaerah Jawa khususnya Jateng pemandangan yang sangat mengerikan. Mayat-mayat orang-orang PKI di tanggul-tanggul jembatan sungai Serayu, kadang di sawah, rawa-rawa, setiap pagi terlihat bergelimpangan.

Dengan berpegang SP 11 Maret 1966 Soeharto dapat membubarkan PKI dan menduduki tahta Keperesidenan. Presiden Soekarno dilengserkan dengan langkah-langkah cerdik, taktis, dan licik. Soeharto memainkan standar ganda, tangan kanan mendorong-dorong Soekarno untuk membubarkan PKI, akan tetapi tangan kirinya menodongkan pistolnya dipunggung Soekarno berusaha menghambatnya. Cerdik, taktis dan licik karena presiden Soekarno dibuat tak berkutik, dikondisikan terlibat dalam pemberontakan PKI.

Kecerdikannya Soeharto yang lain adalah karena sesama jenderal di angkatan darat Brigjen Amir Mahmud dibuat tunduk mengikuti semua irama kemauan Soeharto, padahal sebagai militer yang berpengalaman langkah tipu daya Soeharto kepada Presiden Soekarno pastilah dapat dengan mudah diketahui melalui isyarat intelijen yang diterimanya sebagai Pangdam. Cerdik dan licik itulah Soeharto. Kepada mahasiswa almarhum Arif Rahman Hakim korban peluru tentara gelap Soeharto hanya diberi penghormatan “Pahlawan Ampera”.

Para aktifis mahasiwa yang berjasa mengangkat Soeharto menjadi Presiden, sangat sedikit dari mereka mendapat penghargaan. Hanya sebagian kecil mendapat jabatan sebagai anggota DPR, seperti Cosmas Batubara, David Napitupulu, Fahmi Idris, dll. Lainnya cukup dihadiahi dengan salam ampera , pekik ampera, nama jalan, toko, terminal, pelabuhan, warung makan, dan segala macam diberi nama “Ampera”. Soeharto memang pintar untuk mengelabui rakyat Indonesia bahwa apa yang dilakukannya adalah dalam rangka “amanat penderitaan rakyat”.

Ia bangga dengan dirinya sendiri, ia memberi kepangkatan kepada dirinya sendiri sebagai Jenderal besar berbintang lima, serta sebagai Pahlawan Pembangunan. Namun kini sejarah mencatatnya, tak mungkin dapat terhapuskan dalam Ketetapan Tap MPR RI No. XI/MPR/1998. Sejarah tetap mencatatnya borok-borok Soeharto, ia pemimpin yang sangat kejam ambisius dan otoriter. Ia seorang manusia yang menyebut dirinya paling berjasa di negeri ini. Selama 32 tahun berkuasa secara otoriter ia telah melakukan berpuluh bahkan ratusan pelanggaran HAM dan KKN kelas berat.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun