[caption caption=" \Presiden Jokowi & Presiden Xi Jinping Kian Mesra\ Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden China Xi Jinping (Foto: Antara)"][/caption]
Cina dengan gencar membangun pangkalan militer di kepulauan Spratly, tanpa sedikitpun mengindahkan peringatan negara-negara tetangga yang masing-masing mengklaim pulau Spratly adalah bagian kedaulatan mereka. Indonesia dalam sekenario konflik yang semakin memanas itu, mau tidak mau harus netral, karena dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, maka Indonesia dituntut untuk menjadi juru penengah dan sekaligus merupakan peluang bagi Indonesia untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah pusat poros maritim dunia yang serba damai.
Kondisi di wilayah yang sangat rawan konflik itu dapat menjadikan Indonesia membuktikan kepada dunia, Indonesia mampu menengahi konflik dari bermacam kepentingan antara negara-negara ASEAN dengan Cina termasuk juga Amerika. Potensi Indonesia demikian besar, peluang terbuka luas untuk menjadi pusat perdamaian dunia sekaligus mampu menciptakan kerja sama ekonomi dan perdagangan yang saling menguntungkan antar negara. Indonesia memiliki banyak hal yang dibutuhkan oleh ASEAN, Cina, dan negara-negara Asia khususnya dan dunia pada umumnya. Yang utama adalah Indonesia bisa menjadikan juru penengah yang adil dan tidak memihak, selain sangat menjanjikan karena potensi Indonesia dari semua hal yang tak terhitung besarnya.
Indonesia sangat memahamai konflik antara Cina dengan negara-negara tetangga Indonesia yang tergabung dalam organisasi ASEAN seperti Malaysia, Singapura Philipina Brunaei Darusalam sejatinya merupakan konflik antara Cina dengan barat termasuk AS dan Rusia. Karena negara-negara ASEAN kecuali Indonesia, sesungguhnya mereka adalah duplikatnya negara-negara barat. Malaysia, Singapura, Philipina, dan Brunai Darussalam mereka tidak lain adalah wajah-wajah Amerika, Inggris dan Australia. Demikian pula negara-negara tetangga yang menganut faham sosialis komunisme seperti Kamboja, Fietnam, mereka adalah negara-negara yang sesengguhnya representasi dari Cina maupun Rusia.
Masing-masing negara ASEAN yang disebutkan diatas sudah pasti merupakan wilayah negara yang berdaulat tetapi sebagai negara pesemakmuran mereka masih mendapat naungan atau perlindungan dari barat baik dalam motif kepentingan ekonomi politik maupun kepentingan militer. Dukungan negara-negara barat karena latar belakang sejarah yang menyertainya lahirnya negara-negara tersebut. Khususnya yang tergabung dalam Negara-negara persemakmuran Inggris Raya. Malaysia, Brunei Darussalam adalah anak semang Inggris sehingga pasti ada dibawah perlindungan nya.
Demikian juga Singapura, ia adalah Israelnya Amerika di Asia Tenggara, menjadi mata, tangan dan telinganya Amerika, sehingga walaupun negara kecil sesungguhnya ia adalah wajah Amerika, sehingga bila Indonesia mampu menjadi motor penggerak perdamaian antara ASEAN dengan Cina sama artinya Indonesia mampu menengahi kepentingan barat dan timur, eropa dan asia, negara maju dengan negara berkembang, liberils dengan sosialis.
Dengan demikian sesungguhnya secara garis besar negara-negara ASEAN terbagi menjadi dua kubu kepentingan, yaitu kubu barat dalam hal ini negara-negara yang membawa kepentingan Inggris maupun Amerika di satu pihak. Sedangkan dipihak lain negara-negara yang berada dibawah naungan Cina ataupun Rusia. Kelompok pertama dari dua kelompok tersebut adalah Malaysia, Singapura, Philipina, dan Brunei Darusalam ada di pihak barat, sedangkan Kamboja, Fietnam ada di pihak Cina dan Rusia.Walaupun Kamboja dengan Fietnam dua negara tetangga yang pernah berperang cukup lama akan tetapi dalam menghadapai negara-negara barat terutama Amerika, mereka akan bersatu.
Sehingga dalam sekenario menciptakan perdamaian besar di kawasan Asia pasifik wilayah strategi Laut Cina Selatan tidak diangkat menjadi isu konflik perebutan wilayah, akan tetapi di jadikan isu zona keamanan bersama wilayah laut Cina Selatan. Indonesia harus dapat merubah paradigma dari zona perang menjadi zone damai ASEAN dengan Cina serta dunia. Indonesia dapat menjadikan perantara dari semuan negara –negara sahabat di Asia Tenggara dan Cina, menuju perdamaian yang harmonis saling menguntungkan. Jika ini dapat diciptakan maka konflik menuju perang besar tidak akan terjadi.
Yang terjadi adalah kerjasama saling menguntungkan dan dititikberatkan ekonomi, perdagangan pendidikan, maupun sosial budaya. Kompetisi yang terjadi adalah kompetisi non militer. Kompetisi yang akan membawa serta negara-negara besar seperti Amerika, Ingris, Rusia, dan negara-negara maju lainnya ikut berperan di Asia khususnya di Asia Tenggara dan yang terpusat di Indonesia sebagai negara poros Maritim dunia. Indonesia dapat menciptakan paradigma baru dikawasan asia meredakan ketegangan yang terjadi di Laut Cina Selatan diganti dengan zona damai Laut Cina Selatan. Kalaupun ada peragaan militer, yang ditampilkan adalah pelatihan militer bersama antara ASEAN dengan Cina bahkan bisa bersama Amerika dan negara di kawasan Asia lainnya.
Indonesi setelah dapat menenangkan saudara-saudaranya sesama negara ASEAN dan juga Amerika dan barat, kini beralih kepada Cina dan sekutunya. Pemerintah Indonesia memberikan keyakinan kepada Xi-Jiping, bahwa konflik Cina dengan negara ASEAN, Jepang, hanya akan membawa kerugian yang tidak kecil, kerusakanyapun sangat besar. Spratly yang sudah dibangun menjadi pangkalan militer oleh Cina, alangkah baiknya jika dijadikan pangkalan bersama Cina –ASEAN. Langkah ini akan menaikan wibawa Cina sekaligus dapat memperkuat posisi Cina dimata dunia khususnya campur tangan Amerika dan barat.
Langkah ini merupakan langkah strategis yang disarankan kepada Cina. Cina akan mendapatkan keuntungan ganda selain posisi dukungan besar dari negara-negara tetangganya khususnya ASEAN yang akan membawa dampak kemajuan pesat hubungan segala bidang khususnya dagang dan ekonomi. Dengan kerjasama yang harmonis antara Indonesia dengan Cina akhir ini , langkah Jokowi-Xi Jinping dapat menjadi jalan mulus untuk mewujudkan kawasan Asia menjadi kawasan damai.