[caption caption="KOMPAS / HERU SRI KUMORO"][/caption]
Belajar dari kasus-kasus besar korupsi termasuk kasus yang melibas OC Kaligis baru-baru ini, maka di masa Pemerintahan Jokowi ini, Indonesia memerlukan cara pembelajaran dengan teknik baru dalam rangka memerangi tindakan korupsi yang semakin hebat. Bahkan dibulan suci Ramadhan mereka semakin tidak peduli korupsi tetap jalan, seolah-olah bebas hambatan, sepertinya nilai-nilai Ramadhan tidak membekas dihatinya.
Kita prihatin, Presiden Jokowi memerlukan terobosan pencegahan tindakan korupsi yang lebih efektif, yaitu melalui cara pembelajaran. Dalam prakteknya seperti anak sekolah atau mahasiswa. Kumpulkan para pejabat, politisi, pengusaha, para ulama lintas agama, para ahli hukum dalam setiap periode tertentu perlu didakan atau di berikan tauziah akbar. Tujuannya agar kita bersama-sama dapat melakukan evaluasi diri dan instrospeksi.
Lantas siapakah yang harus memberikan Tauziah akbar itu. Jika diserahkan kepada para ustadz, Kiai, tokoh agama manapun dinegeri ini pasti hasilnya akan nol. Karena yang berasal dari dalam negeri diyakini sudah terkontaminasi. Oleh sebab itu, kita serahkan kepada tokoh dunia yang terbukti mahir dalam memberikan teknik pengobatan jiwa agar tidaklagi ada perilakukorupsi dinegeri ini lagi.
Kenapa dan apa alasanya kita memerlukan cara yang seolah merendahkan bangsa kita sendiri dengan memanggil orang luar untuk memberikan didikan anti korupsi. Cukup sederhana saja, pertama bangsa kita ini entah dari mana latar belakangnya, mereka suka menyepelekan nasehat atau pendidikan sekiranya yang menjadi guru atau penasehatnya adalah orang kita sendiri.
Kita sudah berulangkali membuktikan hal itu, Nasehat tauziah, seminar, penataran tentang pencegahan korupsi ternyata juga tidak digubris, semuanya dicuekin habis-habisan, hasilnya nol. Melalui tindakan sanksi hukum yang dilakukan Polisi, Kejaksaan, KPK, dengan memasukannya kedalam penjara ternyata juga tidak bikin kapok malah semakin meraja lela.
Oleh sebab itu perlu mendatangkan ahli dari luar negeri, mungkin yang berkaliber pemenang nobel bidang psikologi dan ahli kejiwaan.
Setelah bimbingan mental dan psikologis yang diberikan ahli dari pihak luar, langkah selanjutnya pemerintah RI membuat rumusan formal penguatan “pencegahan” anti korupsi.Yang dimaksudkan, disini diperlukan sinergitas total antara pemerintah sebagai penguasa, dengan para penyelenggara anti korupsi, ditambah masyarakat, LSM, para tokoh–tokoh dari lintas agama, lembaga pendidikan yang saling menguatkan.
Dari Masyarakat, LSM, para tokoh–tokoh dari lintas agama, lembaga pendidikan tekananya pada penguatan pencegahan, melalui pendidikan, masing-masing fungsi yang melekat kepada mereka diperkuat, melalui peraturan pemerintah. Sedang Fungsi Polri, KPK, Kejaksaan, disamping penguatan pada fungsi pencegahan, maka pemerintah dan DPR harus memberikan penguatan kepada 3 lembaga anti rasuah itu, pada bidang tindakan, penelidikan, penyidikan, dan seterusnya.
Terutama penguatan pada KPK kewenangan Penyadapan lebih diperkuat yang sudah terbukti efektif dalam OTT, akan tetapi lebih diperkuat adalah sinergitas dalam hal usaha pencegahan dari tindakan korupsi. Oleh 3 lembaga anti rasuah itu yang dibantu oleh masyarakat , lembaga pendidkian, LSM dan lain seterusnya.
Jadi dengan kata lain tugas pencegahan sekarang diperluas yang tadinya hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga anti rasuah, kini diperluas diberikan juga kepada lembaga lain baik termasuk kepada organisasi keagamaan dan sosial bahkan bisa diperluas kepada partai politik, misalnya MUI, universitas, sekolah, lembaga swadaya masyarakat, partai politik, dan seterusnya.
OTT dan seterusnya adalah sebagai sock terapi saja yang kewenangannya hanya pada KPK, Polri dan Kejaksaan, jadi yang paling penting adalah membuat semua lapisan sosial masyarakat lapisan atas khususnya bukan hanya takut ketangkep OTT, tetapi ada rasa malu yang luar biasa bila sampai terlibat perbuatan tindak pidana korupsi.
Diharapkan kepada pemangku kebijakan dinegeri ini, membuat rumusan yang lengkap dan jelas dalam menanggulangi wabah korupsi. Tanamkan rasa takut kepada semua lapisan masyarakat karena kini KPK, Polri, dan lembaga anti rasuah lainnya sudah menjadi satu kehendak satu tekad yang didukung oleh penguatan peraturan tindakan, penyelidikan dan penyidikan terutama penguatan melalui proses OTT .
Akan tetapi menanamkan rasa rasa takut saja belum cukup, maka langkah selanjutnya adalah kerja sama antara pemerintah dengan lembaga-lembaga swasta dan organisasi masyarakat lainnya memberikan bimbingan moral dan psikologis secara terus menerus, lebih tepatnya dijadikan sebuah proyek besar, seperti proyek P4 ketika masa pemerintahan Soeharto.
Jika masa Presiden Soeharto lahir proyek besar seperti P4 (Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dapat hidup mulai dari lapisan Tk sampai perguruan tinggi, mewajibkan dari swasta sampai pegawai negeri dan ABRI, maka pemerintahan Jokowi yang sekarang apa salahnya membuat suatu rumusan kebijakan yang dapat menyaingi proyek besar P4 nya Soeharto, tetapi kali ini fokus pada upaya pencegahan tindakan Korupsi. Kita sebut saja P3K Pedoman Penghayatan Pemberantasan Korupsi.
Boleh saja disebutkan P3K nya Jokowi Pedoman Penghayatan Pemberantasan Korupsi atau apapun namanya, yang jelas berhubungan dengan upaya pencegahan korupsi.
Proyek ini dijadikan proyek yang bertujuan menanamkan semangat anti korupsi dari TK sampai perguruan tinggi, dari anak kecil sampai orang Tua dari swasta sanpai pegawai negeri, Polri dan ABRI, dari LSM sampai Partai Politik semuanya harus ditanamkan secara gradual P3K, secara teori dan praktek. Perlahan tapi pasti diharapkan dalam waktu 2 x 5 tahun akan terjadi perubahan besar di Indonesia, tercipta budaya anti korupsi.
P3K nya Jokowi dijadikan aplikasi dari proyek revolusi mental, walaupun agak terlambat akan tetapi dengan niat dan semangat untuk menuju Indonesia yang bersih dan selamat dari musibah besar akibat korupsi, dapat terwujud. Jadi kini yang berperan dalam usaha pencegahan tindak pidana Korupsi, bukan saja monopoli KPK, Polri, maupun Kejaksaan akan tetapi di sebar luas kepada semua lapisan masyarakat dari manapun dia berasal swsta dan pemerintah, sama-sama bergerak, mengaplikasikan P3K nya Jokowi.
P3K nya Jokowi ini yang lebih fokus pada usaha pencegahan korupsi, jadi sifatnya adalah pendidikan mental, pendidikan karakter, pasti lambat laun dapat merubah pola pikir para pegawai negeri, birokrat, para pejabat baik sipil mapun militerm, para pengusaha, politisi untuk sadar diri bahwa melakukan korupsi disamping akan mendapatkan sanksi hukum yang tegas, juga dapat membuat rasa malu bukan saja kepada si pelakunya akan tetapi meluas kepada seluruh anak dan keluarganya.
Cara ini diyakini sangat efektif dari sekedar cara konfensional yang selama ini dipraktekan baik oleh KPK, Polri, maupun Kejaksaan. Yang terbukti tidak membuat koruptor takut malah semakin berani. Kita dukung kepada Jokowi jika akan mempraktekan teori P3K sebagai aplikasi dari revolusi Mental untuk pencegahan tindak kejahatan Korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H