[caption caption="Tempo.co"][/caption]
Rupanya APBD DKI ditakdirkan akan menjadi arena bancakan para koruptor, Kini muncul bentuk korupsi lain, tetapi masih bagian dari proyek siluman Dewan. Selain proyek pengadaan UPS yang memakan anggaran sebesar Rp 330 M, BPK juga menemukan penyalahgunaan anggaran DKI APBD Perubahan 2014 yang terserap kepada proyek-proyek siluman yang dibuat oleh Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat bersama-sama dengan oknum anggota Dewan dan pengusaha nakal.
Temuan dimaksud adalah munculnya proyek yang terindikasi sarat dengan korupsi yaitu DEC “Digital Education Classroom”. Jika pada beberapa waktu yang lalu negara telah dirugikan dari proyek UPS sebesar Rp 164.6 M, maka korupsi yang muncul dari pengadaan DEC “Digital Education Classroom” negara dirugikan senilai Rp 21,6 M.
Tindakan korupsi pengadaan DEC ini adalah kelanjutan dari proyek pengadaan pencetak dan pemindai 3D serta enam judul buku dimana Kerugian Negara mencapai Rp 91,5 miliar. Pelakunya ternyata masih sama dan sejenis, sebagaimana hasil penyidikan Polisi beberapa waktu sebelumnya.
Proyek pengadaan DEC ini berasal dari kongkalingkong yang dibuat oleh Kepala Suku Dinas Pendidikan Menegah Jakarta Barat Alex Usman dengan oknum Politisi di DPRD DKI, serta para Pengusaha yang sebenarnya adalah dari kelompok mereka sendiri. Lingkaran politisi dan pejabat pemerintah di Dinas Pendidikan inilah yang bermain.
Mereka berusaha menekan kepada pihak sekolah, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas sarana prasarana sekolah, maka Dinas Pendidikan akan mengirim DEC atau seperangkat Digital Education Classroom. Semuanya ada 12 sekolah yang menerima DEC, antara lain SMA Negeri 78, SMA 16, SMA 85, dan SMA 17 ,
Uang rakyat yang berhasil digasak dalam kasus ini nilainya puluan milyar modusnya adalah Mark-Up dari harga pokok alat tersebut. Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Alex Usman yang kini dalam tahanan pihak Polri, melakukan pengaturan kong kalingkong harga bersama oknum angota DPRD dan pengusaha.
Pengadaan barang dilakukan tidak melalui prosedur, banyak rambu-rambu ditabrak, tidak ada pembahasan bersama antara Tim Anggaran Pemerintah dengan DPRD, potong kompas yang dilakukan Usman.
Awalnya Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta barat Alex Usman hanya mengusulkan dua kegiatan untuk SMA dan SMK senilai Rp 12 M. Tetapi kemudian dalam rapat Internal DPRD, di komisi Pendidikan, Dewan menambah 12 kegiatan sehingga anggaran naik menjadi Rp 69,4 M.
Penambahan anggaran dilakukan secara sembunyi dan main mata oleh oknum, bukan hanya DPRD dan Tim Anggaran yang bermain siluman, akan tetapi permainan ini langsung diinput oleh Badan Perencanaan Pembangunan ke dalam e budgeting. Alex Usman adalah Kepala Sara Dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta barat, yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen APBD Perubahan 2014. Sebelumnya Usman ditahan Polisi karena menjadi tersangka korupsi alat penyimpanan daya listrik (UPS) senilai Rp 330 M .
M.O. Korupsi Pejabat Pemerintah, Pengusaha, dan Politisi:
Modus Operandi yang mereka jalankan terhitung cukup rapih. Pengusaha dan kelompoknya berusaha meyakinkan politisi dan pejabat Dinas Pendidikan agar meningkatkan kualitas sarana prasarana sekolah. Pengusaha disini pada hakekatnya adalah orang dekat dari dua pemain utama, yakni oknum dari pemerintah dalam hal ini Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat dan oknum politisi DPRD DKI Jakarta.
Sebagai kelanjutan dari M.O. Mereka bersama mengadakan seminar dengan mengundang para pakar dibidangnya, dan mereka bayar atas pembuatan makalah yang berbobot mampu menjawab persoalan masalah yang mereka hadapi, kemudian silanjutkan sosialisasi. Jika diperlukan ada pembiayaan pelatihan guru, bisa sampai ke luar negeri guna melegitimasi bahwa barang yang mereka jual benar-benar dibutuhkan sekolah.
Para mafia ini tidak segan-segan berkorban berani mengeluarkan isi dompetnya, memberikan tip dan pelayanan prima akan memberikan apa yang diminta pejabat dan politisi. Mereka juga bersedia membiayai bagi pejabat, politisi, dan keluarganya berbagai jenis pelayanan, kepuasan dan kenikmatan.
Imbalan berupa bagi hasil keuntungan proyek. Mereka akan memberikan berdasarkan prosentase alokasi anggaran yang berhasil disetujui dalam APBD, nilainya bisa mencapai angka 10 persen dari total anggaran yang disetujui. Dengan cara ini oknum anggota DPRD , pejabat dan pegawai pemerintah yang terkait akan semakin tebal isi kantongnya.
Kemudian dilakukan penyusupan mata anggaran tertentu oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan oknum politisi mereka kompak dan kongkalingkong, dengan cara ini anggaran dalam proyek bancakan menjadi naik berlipat kali, didalamnya juga terjadi penyusupan nilai dan volume barang. Misalnya awalnya disetuji dua DEC dalam prakteknya ternyata ada penyusupan juimlah menjadi 12 DEC.
Selain adanya penyusupan nilai dan volume barang yang membengkak, penggelembungan juga terjadi jumlah sekolah yang membutuhkan, misalnya sekolah yang riilnya tidak membutuhkan, tetapi dipaksakan harus menerima DEC tersebut yang sebenarnya tidak membutuhkan. Langkah-langkah ini dalam praktek telah dimulai sejak penyusunan dan penetapan standar biaya barang dan jasa.
Bagi politisi di DPRD DKI yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana caranya mengembalikan dana politik yang telah dikeluarkan ketika mereka berkampanye. Tidak ada jalan lain, kecuali mereka harus berani bermain api. Siang malam tenaga dan pikiran mereka hanya dihabiskan untuk mencari cara paling efektif dapat mengotak atik APBD. Jalan keluatnya adalah bekerjasama dengan pemerintah ikut mengurusi proyek-proyek baik yang dibuat oleh pemerintah maupun proyek kerjasama saling menguntungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H