M.O. Korupsi Pejabat Pemerintah, Pengusaha, dan Politisi:
Modus Operandi yang mereka jalankan terhitung cukup rapih. Pengusaha dan kelompoknya berusaha meyakinkan politisi dan pejabat Dinas Pendidikan agar meningkatkan kualitas sarana prasarana sekolah. Pengusaha disini pada hakekatnya adalah orang dekat dari dua pemain utama, yakni oknum dari pemerintah dalam hal ini Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat dan oknum politisi DPRD DKI Jakarta.
Sebagai kelanjutan dari M.O. Mereka bersama mengadakan seminar dengan mengundang para pakar dibidangnya, dan mereka bayar atas pembuatan makalah yang berbobot mampu menjawab persoalan masalah yang mereka hadapi, kemudian silanjutkan sosialisasi. Jika diperlukan ada pembiayaan pelatihan guru, bisa sampai ke luar negeri guna melegitimasi bahwa barang yang mereka jual benar-benar dibutuhkan sekolah.
Para mafia ini tidak segan-segan berkorban berani mengeluarkan isi dompetnya, memberikan tip dan pelayanan prima akan memberikan apa yang diminta pejabat dan politisi. Mereka juga bersedia membiayai bagi pejabat, politisi, dan keluarganya berbagai jenis pelayanan, kepuasan dan kenikmatan.
Imbalan berupa bagi hasil keuntungan proyek. Mereka akan memberikan berdasarkan prosentase alokasi anggaran yang berhasil disetujui dalam APBD, nilainya bisa mencapai angka 10 persen dari total anggaran yang disetujui. Dengan cara ini oknum anggota DPRD , pejabat dan pegawai pemerintah yang terkait akan semakin tebal isi kantongnya.
Kemudian dilakukan penyusupan mata anggaran tertentu oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan oknum politisi mereka kompak dan kongkalingkong, dengan cara ini anggaran dalam proyek bancakan menjadi naik berlipat kali, didalamnya juga terjadi penyusupan nilai dan volume barang. Misalnya awalnya disetuji dua DEC dalam prakteknya ternyata ada penyusupan juimlah menjadi 12 DEC.
Selain adanya penyusupan nilai dan volume barang yang membengkak, penggelembungan juga terjadi jumlah sekolah yang membutuhkan, misalnya sekolah yang riilnya tidak membutuhkan, tetapi dipaksakan harus menerima DEC tersebut yang sebenarnya tidak membutuhkan. Langkah-langkah ini dalam praktek telah dimulai sejak penyusunan dan penetapan standar biaya barang dan jasa.
Bagi politisi di DPRD DKI yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana caranya mengembalikan dana politik yang telah dikeluarkan ketika mereka berkampanye. Tidak ada jalan lain, kecuali mereka harus berani bermain api. Siang malam tenaga dan pikiran mereka hanya dihabiskan untuk mencari cara paling efektif dapat mengotak atik APBD. Jalan keluatnya adalah bekerjasama dengan pemerintah ikut mengurusi proyek-proyek baik yang dibuat oleh pemerintah maupun proyek kerjasama saling menguntungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H