Apa yang diprasangkakan oleh banyak orang tentang DPRD DKI atas gebragannya terhadap Ahok mulai dipertanyakan, mereka sudah mengumandangkan perang terhadap Ahok. HAK angket mengarah kepada Hak Menyatakan Pendapat telah dipersiapkan dengan sangat matang, tetapi ditunggu-tunggu tak kunjung datang, akan kemana mereka sebenarnya gerangan? Wacana angket sedemikian lama telah digulirkan sudah ditandatangai lebih dari 33 orang. Jumlah itu dianggap lebih dari cukup dari jumlah minimal yang dibutuhkan, akan tetapi kalau tidak ada keberanian melanjutkan ke Hak Menyatakan Pendapat (HMP) apalah gunanya.
Kelihatan sekali perasaan takut masih menyelimuti di sebagian besar anggota Dewan, takut kalah di MA, kenapa demikian, faktor utama adalah keakuratan atas tuduhan kesalahan dikenakannya kepada Ahok dinilai lemah dan terkesan mengada-ada effeknya bisa senjata makan tuan. Jika demikian keadaannya wacana angket hanya sekedar gertakan kepada AHok sang pahlawan.
Mereka berusaha meniru gaya Ahok yang selalu menantang, karena yakin pasti menang, akan tetapi tetap saja akan muncul perasaan takut juga nampak pada raut muka M Taufik dan kawan-kawan. Bila sedang diwawancarai TV, walaupun sudah dibungksus dengan banyak kesan berani namun tetap saja masih saja kelihatan dengan jelas. Secara politis Hak Menyatakan Pendapat dapat digulirkan , termasuk pemanggilan Ahok dan Kemendagri.Tetapi tidak dilakukannya.
Tercatat jumlah fraksi yang setuju diteruskannya HMPlebih banyak dari pada Fraksi yang menolaknya, bagi Fraksi yang menolaknya seperti Demokrat, PDIP, PKB, dan Hanura alasannya adalah mereka tidak menyetujui apabila HMP akan dijadikan alat untuk memakzulkan Ahok. Kecuali Gerindra, PPP, PAN PKS, Golkar, apalagi PKS yang paling ngotot yang penting dapat mendepak keluar Ahok.
Mereka ini berpendapat,pelanggaran etika, dan hukum telah dilakukan AHok. Ahok dituduh melanggar UU karena mengirimkan dokumen RAPBN 2015 ke Mendagri yang bukan hasil pembahasan bersama.Kedua, pelanggaran etika dan norma Ahok, sebagai pejabat negara yang sering melakukan kata-kata kotor tak layak dijadikan keteladanan.
HMP bagi mereka hanya ada satu tujuan, tidak lain hanya pemakzulan. Sedangkan secara hukum HMP masih memiliki pilihan beberapa keputusan mulai dari Teguran tertulis, meminta kepada Gubernur untuk meminta maaf dan yang ketiga memakzulkan Gubernur.
Hakekatnya angket digulirkan untuk mencari solusi antara DPRD dengan Gubernur melalui HMP itulah sebenarnya yang akan diperoleh berupa keputusan-keputusan strategis yang menyangkut hubungan antara legislatif dengan eksekutif. Jadi tidak melulu satu tujuan yang sengaja disasarkan khusus untuk memkzulkan Ahok.
Anggota DPRD DKI juga harus mempertimbangkan faktor yang lain jika akan melanjutkan proses angket menjadi HMP dengan satu tujuan yakni pemakzulan. Syarat yang harus dipenuhi juga tidak ringan, sebab nantinya akan diuji oleh MA, apakah bisa diterima atau bahkan langsung ditolak.
Walaupun mayoritas fraksi yang ada di DPRD DKI Jakarta menyetujui dan mendukung Hak untuk Mengeluarkan Pendapat (HMP) akan tetapai bukan menjadi jamminan bahwa HMP pasti akan diterima MA. Sebab jumlah fraksi pendukung sama sekali tidak berpengaruh terhadap putusan yang akan diambil oleh MA.
Apalagi proses nya sejak awal dari angket, sampai dengan proses Hak Menyatakan Pendapat,mengalami banyak cacat hukum disana sini, yang tidak dihiraukan samasekali oleh Fraksi Gerindra, PPP,PKS,Demokrat, Golkar, PKS, dan PAN.
Diantaranya Gubernur Basuki Tjahaja Punama tidak pernah merasa diundang untuk dimintai keterangannya, padahal dalam HMP tersebut Ahok telah dinyatakan bersalah. Tuduhan bersalah atau tidak bersalah kepada Ahok harus mendapat klarifikasinya terutama dari Ahok dan Kemendagri. Akan tetapi oleh gabungan Fraksi Gerindra PPP dan koalisinya itu Ahok langsung divonis bersalah.