Tiga orang dalam trah Soekarno menjadi figur paling tidak direkomendasikan untuk memimpin PDI Perjuangan di masa depan. Sebaliknya, Presiden RI Joko Widodo paling dijagokan menjadi ketua umum partai berlambang banteng tersebut. Demikian hasil survei pakar dan opinion leader menyongsong PDI Perjuangan yang dilakukan Poltracking Indonesia baru-baru ini. Dalam survei itu, Poltracking menilai 9 kader PDI-P, yakni Joko Widodo, Pramono Anung, Ganjar Pranowo, Tjahjo Kumolo, Maruarar Sirait, Hasto Kristianto, Megawati Soekarnoputri, Prananda Prabowo, dan Puan Maharani. Ada 10 aspek yang dinilai dari masing-masing tokoh, yakni kompentensi dan kapabilitas, visi dan gagasan, kemampuan memimpin partai, pengalaman dan prestasi memimpin, komunikasi di tingkat elite, kemampuan memimpin pemerintahan, penerimaan oleh publik, komunikasi publik, serta kemampuan memimpin koalisi. JAKARTA, KOMPAS.com
Analisa Untuk Jokowi
Jokowidodo tampil sebagai kandidat pemimpin dari kalangan diluar trah Soekarno, setelah dua kali sukses secara berurutan berhasil mengemban tugas sebagai Wali Kota Solo dan banyak meraih keberhasilan dalam kepemimpinan Birokrasi tingkat nasional dan Internasional.
Kemudian rakyat memilihnya menjadi Gubernur DKI Jakarta yang diembannya selama 2 tahun, sampai terpilinya Jokowi menjadi Presiden RI ke 7 setelah memenangkan Pemilu Presiden 2014-2019.
Kemunculan Jokowi sebagai kandidat pemimpin Partai berlambang Banteng setidaknya mengkorfimasikan tumbuhnya beberapa harapan dari para pendukung partai yang berasal dari kalangan petani, buruh, nelayan, pedagang, pegawai negeri, angkatan muda, para guru, dosen, dan pengusaha.
Keterpilihannya Jokowi menjadi Pimpinan PDIP, karena dari keberpihakan etnis dan agama Jokowi juga relatifnetral tidak terlalu ke timur tidak juga terlalu ke barat, ditengahnyapun tidak mewakili orang Jawa semata.
Dalam struktur partai yang terdiri dari kekuatan orang-orang yang mewakili kelompoknya masing-masing, Islam, Kristen, Katholik, Murba,Nasionalis, Jokowi tidak ada keberpihakan diantara mereka.
Jokowi tetap ada didalam titik tengah keseimbangan, kebersamaan dalam satu perjuangan Partai, walaupun ia adalah seorang muslim yang nasionalis.
Jokowi kebersamaannya dengan PDIP dapat dikatakan relatif baru, akan tetapi gaungnya sebagai pendongkrak suara PDIP di hampir semua wilayah, sangatlah kuat.
Bukan sebagai khayalan, jika publik menilai, kemenangan PDIP karena disokong oleh seluruh pendukungnya Jokowi yang berada di seluruh pelosok negeri.
Disamping sebagai orang baru dalam kancah politik ia juga tidak mempunyai hubungan trah keluarga politik yang berafiliasi dengan Kubu Faksi Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Kubu Faksi Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Kubu Faksi Partai Murba, Kubu Faksi Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI).
Bisa dipastikan dari riwayat orang tuanya, Jokowi semula hanya sebagai simpatisan PNI masa Soekarno, yang dikenal dari kelompok marhaen.
Dilihat dari kesejarahannyan politik orang tuanya, Jokowi juga bukan berasal dari partai Islam manapun atau kelompok politik manapun.
Bukan berasal dari PSI (Partai Sarekat Islam Indonesia),Masumi, PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PKB (Partai Kebangitan Bangsa), PAN (Partai Amanat Nasional), apalagi PKS (Partai Keadilan Sejahtera), dan bukan pula berasal dari sekte wahabiyah maupun Syiah.
Dalam benak Jokowi dan keluarganya mungkin hanya familier dengan NU (Nahdlatul Ulama), karena dikenal karena adanya tahlil, ziarah kubur, baca Yasinan tiap malam Jum’at.
Oleh sebab itu ada banyak harapan dan kepentingan masyarakat Indonesia secara garis besar, bahwa Jokowidodo pemimpin PDIP yang disuratkan Tuhan.
Karena Jokowi memiliki kelebihan dibanding Megawati, khususnya dalam mengelola konflik para kader ditubuh partainya, Jokowi lebih memiliki sifat “sifat andap asor, wani ngalah luhur wekasane”.
Dalam perkembangan partai politik di Indonesia,posisi Jokowi juga sangat menguntungkan sebagai daya magnet politik, antara lain sebagai tempat berlindung dibawah payung pemerintah, akan tetapi tidak mengikat kepada seseorang masuk dalam keterikatan PDIP, NASDEM, PKB dan lainnya yang tergabung didalam KIH.
Harapan Terhadap kepemimpinan Jokowi juga lahir karena kepribadian Jokowi. Hampir tidak pernah dijumpai Jokowi terlibat langsung konflik dengan tokoh partai manapun juga.
Walaupun di pihak luar mencacinya dengan cacian yang menyakitkan. Tidak ada balasan dari Jokowi. Hal ini mengisyaratkan sesungguhnya Jokowidodo pemimpin yang jujur, dapat dipercaya, tidak terlalu banyak mengobral kata-kata, tidak banyak bicara, bukan seorang figur yang pandai menggelindingkan isue-isue kontroversi, bukan pula pemimpin yang suka menggelindingkan isue-isue murahan.
Masyarakat mengenal sebagai pemimpin yang tidak pendendam pemimpin yang “Ra Po Po”. Sudah banyak yang memprediksi Kepemimpinan Jokowi in sangat layak untuk menggantikan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP .
Jokowi kehadirannya di PDIP mewakili banyak harapan besar dari pemberi kesegaran baru dalam partai mampu mengadopsi suara bawah sesuai dengan porsinya dan menerima suara atas sesuai dengan keahliannya.
Jokowi memang bukan Trah Soekarno akan tetapi jiwanya sudah sangat Soekarno , melebihi, Puan Maharani bahkan melebihi Megawati Soekarnoputri.
Kehadiran Jokowi ini bagaikan petunjuk anugrah Tuhan yang akan membayar semua harapan besar kalangan petani, buruh, nelayan, pedagang, pegawai negeri, angkatan muda, para guru, dosen, dan pengusaha, inilah pemimpin yang sebenarnya dan sangat diidamkannya yang bukan trah Soekarno namun membawa semangat dan jiwa Soekarno.
Apa yang di ramaikan orang akan hadirnya pemimpin yang menyejukan dan mengayomi “Berbudi Bowo Leksono”bagaikan juru penyelamat memberi kesegaran baru dalam PDIP dan khususnya kepada masyarakat Indonesia, adalah benar.
Ia tidak membawa kharisma Soekarno , tetapi membawa rohnya Sukarno, terbukti dalam kapabilitas politiknya yang sangat terbatas Jokowi telah mampu menghadapi dinamikan politik yang muncul sejak dirinya menjadi Presiden RI ke 7 .
Secara perlahan tetapi semakin kuat Jokowi dapat menyelesaikan masalah dan kemelut berbagai partai politik memberikan angin perdamaian kepada mereka yang berkonflik . Keberhasilan mendamaikan PPP, GOLKAR yang hampir saja tercerai berai.
Dengan kewaskitaannya Jokowi mampu menjembatani dan memanajemanimereka yang berkonflik . Disamping itu Jokowi mampu meredam dengan damai internal PDIP semula terjadi manuver-manuver melalui pernyataannya yang menohok dirinya, dan akan membahakan Partai dan koalisinya.
Praktis suara yang akan melengserkan dirinya dari suara internal PDIP, praktis tak terdengan lagi. Cara pendekatan historis dan sosial dan budaya dan politis, dari Jokowi inilah yang pada akhirnya PDIP tetap solid, tidak lagi terdengat suara dari kader PDIP yang miring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H