Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo meminta Polri untuk menghentikan kriminalisasi pada seluruh unsur dalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahwa Masyarakat tak perlu meragukan komitmen Presiden Jokowi dalam upayanya untuk pemberantasan korupsi.Presiden Jokowi menegaskan, ketiga lembaga penegak hukum KPK, Polri dan Kejagungterutama Polri untuk menghentikan kriminalisasi tidak hanya pimpinan KPK, tetapi juga penyidik dan pegawai. Serta tidak mengkriminalisasi individu, lembaga atau kelompok pendukung KPK.
Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada KPK Polri dan Kejaksaan Agung, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik kepada tiga orang masing-masing Denny Indrayana, Bambang Widjojanto, dan Yunus Husein yang dinilai tidak sportif dengan meminta dukungan kepada masyarakat atas kasus yang mereka alami. Kalla menyebut tiga figur tersebut tengah membela diri dengan membentuk opini. Kalla mengatakan perbuatan Itu tidak sportif. Seharusnya mereka dapat menjelaskan masalahnya, jangan asal datang mengatakan tidak bersalah.
Atas pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, salah satu anggota Tim Konsultasi Independen Jimly Asshiddiqie, menyayangkan pernyataan Kalla. Menurut Jimly terdapat perbedaan sikap yang menonjol tentang kriminalisasi dan penyelamatan KPK, antara Presiden Jokowi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada saat sekarang suasana kerja dalam rangka penegakan hukum anti korupsi dan penyelamatan KPK dari usaha kriminalisasi di Istana tidak ada kekompakan.
Kekhawatiran publik akan adanya dinamika politik antara Jokowi-Jusuf Kalla selama pemerintahan berjalan ternyata terbukti. Seperti kekhawatiran banyak kalanganduet Jokowi-Jk selalu muncul dinamika antara keduanya. Terutama determinasi JK terhadap Jokowi lebih dominan.
Perbedaan pendapat antara Jokowi dan JK sebenarnya menkonfirmasi dugaan publik selama ini mulai dari masalah kabinet ramping, kabinet gemuk, kabinet yang tidak bagi-bagi kursi, kabinet yang profesional, kabinet yang tidak keterkaitannya dengan partai politik, hal-hal selalu menjadi perbedaan konsep dan pemikiran. Antara Jokowi dengan Jusuf Kalla.
Jika Kalla menghendaki kabinet gemuk misalnya , maka mau tidak mau keputusan Kalla harus berseberangan dengan Jokowi karena dari awal Jokowi menginginkan kabinet yang dibentuknya adalah kabinet ramping. Namun tekanan kepada Jokowi begitu besar baik dari ketua umum partai maupun dari Megawati, oleh sebab itu tidak ada lagi jalan keluar kecuali menuruti para Megawan dan Ketua Umum Partai.
Dilihat dari masa pemerintahan sebelumnya dimana Jusuf Kalla pernah menjabat sebagai Wakil Presiden di masa pemerintahan SBY, maka perbedaan pendapat yang ditunjukan Jusuf Kalla terhadap Jokowi bukan satu hal yang aneh.
Pasalnya perbedaan pendapat itu juga pernah dilakukan Jusuf Kalla ketika menjadi wakilnya presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat itu, banyak pandangan dan keinginanan Jusuf Kalla yang bertolak belakang bahkan bertentangan dengan presidennya apalagi dengan Jokowi.
Tentu JK akan lebih determinan (penentu) dibandingkan Jokowi. Hubungan kerja yang seringkali berbeda dalam manajemen strategi antara keduanya itu bisa mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi-Jksecara keseluruhan. Bagaimana akan menjalankan pemerintahan Jokowi-JK dapat berlangsung lancar tanpa ada gangguan berarti, jika JK masih selalu menyampaikan pendapat yang bertentangan dengan kebijakan Presidennya.
Dalam menjalankan kebijakan public,Jokowi dan JK harus benar-benar bersinergi saling mengisi agar semua kebijakan strategis tidak saling bertabrakan. Semestinyapresiden dan wakil presiden bisa kompak, sehingga apa yang menjadi kebijakan publik bisa dijalankan dengan lancar tanpa ada masalah.
Kini pemerintahan Jokowi–Jk sudah bejalan lebih dari dua bulan. Berbagai tantangan kerja mewarnai perjalanan pemerintahan Jokowi-Jk. Segala persoalan harus mulai mendapatkan sentuhan bersama secara harmonis Jokowi-JK. Bagaimana sinergi keduanya mengentaskan permasalahan yang sedang melanda di negeri ini?Dalam persoalan konflik KPK Polri, belum ada tanda-tanda Polri berhenti mengkriminalisasi KPK , bahkan lebih kuat dibandingkan waktu sebelumnya.
Pegiat gerakan anti korupsi ingin memastikan komitmen pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menghentikan dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah pihak yang mendukung pemberantasan korupsi. Mereka mendesak lembaga negara merealisasikan komitmen tersebut.Desakan itu, antara lain, disampaikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Bambang Widjojanto, serta mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein.Mereka mendatangi Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (6/3/2015).
Presiden dari awal sudah menginginkan penghentian kriminalisasi. Berangkat dari hal ini, Para pimpinan KPK dan seluruh jajarannya mengharapkan WakaPolri Komjen Badrudin Haiti untuk menindaklanjuti apa yang dimintakan oleh Presiden. Namun demikian masih saja terjadi Polri masih memperlakukan para penggiat anti korupsi dikriminalisasi tanpa henti. Apakah hal ini berkaitan dengan perbedaan kebijakan soal KPK Polri oleh Presiden Jokowi di satu sisi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla disisi yang lain.Markas Besar Polri bersikukuh melanjutkan penanganan kasus para aktivis antikorupsi. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Ronny Franky Sompie berdalih telah menaati Presiden Jokowi, tetapi tidak ada perintah menyetop penegakan hukum. Apakah Polri lebih taat kepada Wakil Presiden ataukah kepada Presiden Jokowidodo?
kompas.com
TRIBUNJATENG.COM
KORAN TEMPO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H