Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

JK Melempem dalam Penyelesaian Kisruh KPK-Polri

8 Februari 2015   22:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:35 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan sekali ini saja Wakil Presiden Jususf Kalla menunjukan sikap yang kurang harmonis dengan Presiden Jokowidodo, beberapa kali tidak sejalan gaya kepemimpinan diantara kedua pemimpin itu. Jusuf Kalla yang berlatar belakang pengusaha besar memiliki gaya kepemimpinan yang tidak berbanding lurus dengan gaya kepemimpinan Jokowidodo yang merakyat.

Jokowi selalu mengedepankan ketelitian tidak grusa-grusu, sehingga terkesan lambat, namun sesungguhnya kehati-hatian dalam setiap pengambilan keputusan, tidak ingin merugikan/menyakiti pihak-pihak tertentu. Sedangkan Jusuf Kalla maunya cepat dalam mengambil keputusan sehingga cepat selesai, cepat dirasakan hasilnya bersama.

Sesuai dengan pengalaman masing-masing kedua memiliki keunggulan. Seharusnya saling melengkapi, tidak perlu dipertentangkan dan menimbulkan masalah. Yang menjadi persoalan apabila salah satu pihak berusaha memaksakan diri terhadap pihak yang lain, itulah yang akan menimbulkan ketidakharmonisan dan pastinya menjadi sebuah hambatan.

Ketika awal pemerintahannya Joko Widodo (Jokowi) bersama Jusuf Kalla hubungan keduanya sering memanas lantaran kerap terjadi silang pendapat masalah pembentukan kabinet kerja. Perbedaan tajam cara pandang antara Jokowi dan Jusuf Kalla, Jokowi cenderung sangat selektif, teliti dengan detail-detail tertemtu, sementara sang wapres memilih terkesan asal comot karena berasal dari person-person yang sudah dikenal dekat dengannya.

Pada persoalan yang sedang dihadapi saat sekarang dalam kekisruhan antara Polri dan KPK Jusuf Kalla tampak sekali kurang berperan aktif untuk penyelesaian konflik antara dua lembaga antirasuah itu. Ada apakah YK terhadap JKW atau sesungguhnya ada banyak ganjalan JK terhadap KPK.

Sebaliknya Jokowidodo lebih sering melakukan hubungan dengan pihak lain, bukankah seharusnya JK harus memberikan kontribusinya dan pro aktif kepada Presiden,paling tidak masyarakat umum akan memberikan penilaian positip adanya kerja sama harmonis, dan ini sedikit banyak membawa dampak psikologis terhadap pihak-pihak yang berseteru.

Sangat disayangkan kenyataannya tidak demikian bila menyimak pernyataan-pernyataan JK terhadap kekisruhan Polri KPK terkesan berseberangan dengan kebijakan JK. Misalnya mengenai pembentukan Tim 9 semula Jk kurang sependapat, namun karena Presiden Jokowi tetap pada pendiriannya akhirnya JK meminta agar Tim 9 tidak diformalkan.

Masalah lain misalnya, JK seringkali memberikan pernyataan ketidaksetujuannya terhadap sepakterjang KPK yang dinilainya sering kebablasan sebagai contoh perihal hadiah kenapa dipersalahkan, kenapa dianggap sebagai pelanggaran.Kami harus setuju terhadap penegakan hukum, tapi janganlahlembaga penegak hukum menjadi monster yang menakutkan,”kata Jusuf Kalla (Majalah Tempo, 2-8 Februari 2015).

Rupanya JK harus berkonsultasi lagi dengan para ahli hukum tentang pemberian hadiah apakah merupakan jalan yang wajar, bukan merupakan pelanggaran hukum atau beliau sesungguhnya sudah tau tetapi pura-pura tidak tau. Pemberian hadiah kepada pejabat sebenarnya termasuk gratifikasi berarti merupakan suap, sebagaimana yang diatur dalam UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi.

Pasal 12 B (1) menyatakan bahwa “setiap yanggratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Apakah JK akan terus membela BG atas gratifikasi? Apakah JK akan terus membela BG yang mangkir dari panggilan KPK? Ada apa sebenarnya JK dengan BG. Apakah sesungguhnya JK mengkhawatirkan sepak terjang KPK yang mulai menyasar ke dunia bisnisnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun