Pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan, KPK menghormati proses hukum terhadap dua pimpinan nonaktifnya yang tengah berjalan di kepolisian. Ia pun meminta Polri menghormati proses hukum yang saat ini sedang berjalan di tingkat penyelidikan maupun penyidikan di KPK. "Kami menghormati Polri yang punya kewenangan untuk mengusut seseorang, siapa pun. Sama juga KPK harus dihormati untuk mengusut seseorang, siapa pun itu tentu konteksnya korupsi," kata Johan
Pernyataan Johan Budi tersebut mengisyaratkan bahwa Polri telah berlaku tidak obyektif terkesan tidak proper terkait penanganannya terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Kurang apalagi Ketua KPK sementara Taufiequrachman Ruki, dengan meminta-minta tolong kepada Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti, agar penanganan oleh Polri terhadap dua pimpinan nonaktif AS dan BW tidak berlebihan dan penuh dengan tekanan.
Akan tetapi jawaban Wakapolri, sangat normatif bahkan seolah-olah tidak ada keberdayaan dari seorang Badrodin Haiti sebagai PLT Kapolri, ia hanya memberikan jawaban yang kosong tanpa kekuatan nilai seorang pemimpin tertinggi di lembaga Polri.
Bagaimana mau menilai seorang Badrodin, ia malah mengaku terus terang tidak dapat memutuskan seorang diri, dengan alasan proses hukum sedang berjalan.
Demikian pula ketika KPK meminta dengan sangat kepada Jaksa Agung HM Prasetyo, terkait kasus yang sedang menimpa AS dan BW, kali ini jawaban Jaksa Agung sedikit melegakan dibanding Badrodin. Kejaksaan telah mempersiapkan tim untuk mengevaluasi pelaksanaan prapenuntutan terhadap kasus Abraham dan Bambang.
Ada yang nunggangi kasus AS dan BW ini pendapat dari Mantan Kapolri Jenderal Sutarman.
Mantan Wakapolri era Kapolri Jenderal Sutarman secara tegas menyatakan bahwa Bareskrim sudah melanggar etika dalam menetapkan seorang pejabat negara sebagai tersangka. Bahkan, dia tidak segan-segan menyatakan ada kepentingan politik yang menunggangi kasus BW dan AS.
Sedangkan Komjen Oegroseno mengatakan penanganan kasus AS dan BW, merupakan gaya akrobatik, tidak membuat terang suatu perkara, bukan mengumpulkan barang bukti itu namanya pemulung barang bukti. Ini sudah melanggar etika, makanya penyakitnya kan di dua, Budi Gunawan dan Budi Waseso. sudah, dinonaktifkan saja dua itu, aman sudah. Gak usah ragu-ragu.
Lebih keras dan telak adalah usulan Ketua independen, KH Safi’i Ma’arif, menilai kasus-kasus yang terjadi antara KPK dan Polri tidak lepas dari peran Kabareskrim Komjen Budi Waseso. Ia setuju Budi Waseso dicopot dari dari jabatannya.
Oleh sebab itu, Presiden harus panggil Wakapolri (Komjen Badrodin Haiti) supaya dihentikan. Itu case-nya anak bawang, kecil, nggak ada yang besar.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu melihat, ini hanyalah kasus kecil yang tidak ada artinya. Namun begitu Buya khawatir, kasus ini malah membuat kasus yang lebih besar tertutupi. Jangan kita dikecoh sama yang kecil-kecil, supaya koruptor ini, pengusaha hitam, ingin menghabisi bangsa ini.
Sedangkan masyarakat dan pengamat lebih jeli dan lugas cara memandangnya.
Mengenai BW itu bertepatan dengan hari ulang tahun Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, sebagai hadiah ulang tahun dari para koruptor BLBI dan mafia Migas serta dukungan dari Polri-nya Budi Gunawan dan Budi Santoso. lugas jelas, lepas dan mengena, itulah masyarakat dan pengamat.
Hasil pemikiran dan analisa Rachmawati Soekarnoputri Putri Presiden RI pertama, Soekarno, menyebutkan status tersangka yang dialamatkan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad (AS) dan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW) karena mengusut kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). "Praduga saya, kenapa pimpinan KPK (AS dan BW) tersangka, karena jelang Pilpres beliau umumkan kasus BLBI megakorupsi itu akan diproses. Maka Mega dan para koruptor nggaak suka itu, biar tau diri itu si AS dan BW. Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H