Mohon tunggu...
Imam Khamanei
Imam Khamanei Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif Program Studi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta

Menulis adalah hobiku. Menangkap momen, dan mengabadikannya dalam tulisan adalah hal yang paling kusuka. Karna di tiap hari nya terdapat hal yang menarik untuk dibahas. Selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Atheis yang Paling Sederhana: Ketika Kepercayaan Menyentuh Hati dengan Nasi dan Krupuk

19 Juli 2023   12:00 Diperbarui: 19 Juli 2023   12:04 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika masalah hidup datang menghampiri, banyak orang mencari jawaban dan kenyamanan dalam kepercayaan agama mereka. Namun, bagi sebagian orang, pertanyaan-pertanyaan sulit ini dapat memicu keraguan dan bahkan meruntuhkan keyakinan mereka pada eksistensi Tuhan. Inilah yang terjadi pada pengalaman pribadi seorang wanita yang mencapai titik terendah dalam hidupnya, hingga menghadapinya dengan pandangan atheis paling sederhana.

Beberapa waktu lalu, keluarga kecil wanita ini mengalami krisis finansial yang begitu mendalam. Uang yang dimiliki habis begitu saja, dan dalam keadaan yang genting ini, anaknya pun hanya bisa makan nasi dengan kerupuk. Hati si wanita pun mencelos dan mempertanyakan mengapa Tuhan, yang dianggap Maha Kaya, membiarkan anaknya harus menderita seperti ini.

Puncak keputusasaan terjadi ketika mereka harus menghadapi masalah yang tak terduga saat pindah rumah. Uang yang harus dikeluarkan mencapai angka jutaan rupiah, dan dengan tangan terikat, mereka hanya bisa berusaha ikhlas menerima cobaan ini. Ikhlas menerima kenyataan bahwa rupiah terakhir yang dimiliki lenyap begitu saja, tanpa kepastian kapan dan bagaimana mereka bisa mendapatkan kembali.

Dalam momen keputusasaan dan rasa lapar yang menyiksa, si wanita mempertanyakan Tuhan dan emosinya meluapkan kekesalannya. Namun, suaminya dengan bijaksana mengingatkan akan perkataan Sujiwo Tedjo, seorang seniman yang pernah mengatakan bahwa bertanya tentang makanan besok adalah bentuk penghinaan kepada Tuhan. Dengan senyum di wajahnya, suami tersebut menyindir, "Kan kamu yang selalu bilang Gusti Maha Kaya. Sudah tak punya Gusti sampai takut gak bisa makan gitu?"

Peristiwa ini menjadi poin balik dalam hidupnya. Si wanita menyadari bahwa ia telah meremehkan Tuhan, dan saat malam tiba, ia hanya bisa memeluk suaminya untuk mengusir rasa lapar yang menyergap. Mereka hanya memiliki pelukan satu sama lain sebagai pengganti makanan. Pada momen inilah ia menemukan pandangan atheis sederhana dalam dirinya.

Namun, ketika ia memandang sebuah magicom di rumahnya, isi hatinya tercermin dalam tangisnya. Ia merasa malu atas ketidakyakinannya sendiri. Meskipun mungkin hanya dengan lauk krupuk saja, magicom tersebut belum pernah benar-benar kosong. Selalu ada sesuatu di dalamnya. Tuhan tidak pernah lupa untuk memberikan mereka makanan, bahkan ketika keadaan sangat sulit sekalipun. Ia merasa malu karena nyatanya, mereka masih bisa makan, Tuhan tidak pernah membiarkan mereka kelaparan sampai sakit.

Setelah menangis, perasaan si wanita berubah. Ia mendapati dirinya tertawa. Mengapa menangis di depan magicom? Apa gunanya? Tuhan selalu mengurus mereka, dan ia menyadari bahwa mempertanyakan keberadaan Tuhan bukanlah jawaban atas masalah yang dihadapinya.

Sorenya, dia membersihkan rumah dan mengumpulkan uang receh. Di sinilah sebuah pengalaman mendalam telah mengubah cara pandangnya. Keberadaan recehan-recehan kecil tersebut adalah bukti kecil, tetapi sangat nyata, bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidupnya. Meskipun mungkin dalam bentuk kecil, Tuhan tidak pernah lupa memberikan mereka rezeki.

Kepercayaan pada Tuhan mungkin bukanlah sesuatu yang dapat diukur dengan kata-kata atau akal budi semata. Namun, bagi si wanita ini, keyakinan tersebut adalah sesuatu yang mengalir dari hati dan pengalaman hidupnya. Meskipun pandangan atheis sederhana sempat merambat dalam dirinya, ia menyadari bahwa ada lebih dari sekadar materi dan kebutuhan fisik. Kepercayaan pada Tuhan adalah tentang menghargai dan bersyukur atas segala yang telah diberikan, sekecil apapun itu.

Kisah ini mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga bahwa terkadang ketika keadaan terlihat paling sulit, percayalah bahwa ada kekuatan di luar sana yang selalu mengawasi kita. Mungkin tidak selalu dapat dimengerti, namun kepercayaan dan keyakinan itu hadir untuk memberikan kita ketenangan dan kekuatan menghadapi segala ujian kehidupan. Dengan pandangan atheis paling sederhana, si wanita menyadari bahwa kehadiran Tuhan dalam hidupnya adalah hadiah tak ternilai harganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun