Taksi Uber (kompas.com/Oik Yusuf)
Galau… itulah yang dirasakan oleh pengemudi –pengemudi taksi regular atau taksi resmi saat ini, bagaimana tidak, taksi tidak resmi berbasis aplikasi sudah semakin marak belakangan ini.
Kegalauan terjadi karena tidak imbangnya persaingan dalam perebutan penumpang antara taksi resmi dengan taksi aplikasi. Persaingan tersebut nyata-nyata adalah persaingan yang jauh dari sehat.
Bagaimana tidak? Taksi aplikasi (katakanlah taksi Uber dan Grab Car) adalah taksi berbasis aplikasi dengan dukungan bermacam-macam merek kendaraan, dari yang standar sampai dengan yang cukup mewah sementara tarifnya jauh lebih murah dari taksi resmi.
Sebagai pengguna atau penumpang, sudah jelas mereka akan pilih kendaraan yang tarifnya jauh lebih murah dengan kondisi kendaraan yang cukup baik. Taksi resmi saat ini juga tidak kalah dalam segi kendaraan tetapi calon penumpang lebih menomorsatukan harga (dan itu sudah pasti).
Contoh tarif dari Depok ke Bandara, dengan taksi resmi argo bisa mencapai lebih dari Rp. 250.000,- sementara dengan taksi aplikasi tarifnya bisa jauh lebih murah yaitu dibawah Rp 200.000,-
Kenapa tarif taksi aplikasi bisa lebih murah? Kenapa tidak ada keseragaman harga? Kenapa taksi aplikasi bisa lebih menguntungkan? Pemerintah memang tidak melegalkan operasi taksi aplikasi ini, tapi sepertinya pemerintah terkesan membiarkan hal ini, kenapa saya katakan demikian? Karena taksi ini semakin hari semakin banyak jumlahnya dan mungkin bisa melebihi kuota taksi resmi pemerintah yang ada di jabodetabek.
Si pemilik merek (Uber maupun Grab Car) mereka selalu berkilah kami hanya menjual aplikasi!! Dan tidak ada yang melarang itu, itu betul! Tapi tanpa dukungan kendaraan dan pengemudi maka aplikasi tersebut tidak akan berjalan.Â
Sementara itu saat ini taksi-taksi resmi perlahan-lahan semakin tersudutkan, berjalan terseok seok dan makin ditinggalkan baik oleh penumpang maupun oleh pengemudi taksi resmi itu sendiri, ini terbukti banyak perusahaan taksi yang tidak mengoperasikan kendaraannya bukan karena kendaraanya rusak tetapi karena tidak ada pengemudi yang mengoperasikan kendaraanya. Banyak pengemudi taksi resmi berpindah haluan menjadi pengemudi taksi aplikasi dengan alasan lebih mudah mencari penumpang karena tarifnya jauh lebih murah.
Secara perlahan-lahan tapi pasti para pelanggan taksi resmipun sudah banyak yang beralih ke taksi aplikasi ini, karena factor harganya yang sangat murah, para pengusaha taksi resmi mungkin saat ini tidak bisa berbuat apa-apa hanya menunggu tindakan nyata dari pemerintah untuk memikirkan masalah ini, tapi entah sampai kapan?
Saat ini penentuan tarif taksi resmi ditentukan oleh pemerintah berdasarkan usulan dari para pengusaha taksi, sementara taksi aplikasi mereka bisa menentukan harga sendiri tanpa persetujuan dari pemerintah, sementara itu perusahaan taksi resmi dihadapkan dengan banyaknya biaya dalam mengelola armada-armadanya yang harus dikeluarkan, seperti membayar pajak, uji keur kendaraan, membayar gaji karyawan, mekanik, sewa tempat/pool untuk kendaraan, tera argo, dan masih banyak lagi biaya-lain, sementara taksi aplikasi tidak membayar apapun, tidak ada pajak kendaraan umum (karena plat hitam), pajak dibayar oleh pemilik kendaraan masing-masing, tidak ada biaya keur kendaraan, tera argo, sewa tempat dan lain-lain makanya mereka berani memberikan harga jauh lebih murah.
Dalam hal ini, penumpang tidak bisa dipersalahkan untuk memilih taksi apapun karena itu merupakan hak mereka untuk menggunakan sarana transportasi yang menurut mereka baik, tetapi sekali lagi tarif merupakan pilihan nomor satu.Â
Ketegasan pemerintah sangat menentukan keberlangsungan usaha atau bisnis pertaksian saat ini, karena jika dibiarkan terus menerus oleh pemerintah, bukan tidak mungkin kedepannya para pengusaha taksi tidak perlu lagi menyediakan kendaraan plat kuning untuk mengoperasikan armadanya lagi, tidak perlu uji keur kendaraan dan banyak lagi persyaratan pemerintah untuk kendaraan umum. Perusahaan hanya cukup membeli kendaraan plat hitam secara pribadi dan mendaftarkannya di taksi aplikasi maka perusahaan sudah mendapatkan pemasukan dengan tanpa mengeluarkan biaya macam-macam untuk keberlangsungan usahanya.
Tidak ada pemasukan yang resmi dan berarti dari taksi aplikasi ini kepada pemerintah dalam bentuk yang pasti karena memang tidak ada, sementara dari taksi resmi itu sudah pasti banyak dan tidak perlu disebutkan satu persatu, tetapi jika pemerintah terus berdiam diri dan tanpa ada ketegasan maka perlahan-lahan tapi pasti kita ucapkan selamat tinggal kepada taksi resmi.
#berharap pemerintah lebih arif dan bijaksana.
** Penulis bukanlah pengamat atau pemerhati taksi, tetapi hanya berdasarkan dorongan hati dan berharap perusahaan kami tidak segera mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H