Halo teman-teman, apa kabar? :)
Wah, sudah lama sekali rasanya saya gak nulis di blog kesayangan ini. Padahal saya punya banyak cerita seru dan menarik untuk dituangkan ke dalam sebuah tulisan. Saya sekarang bekerja di Jakarta, saat tulisan ini diterbitkan, tepat setengah tahun saya merantau di ibukota Indonesia ini.
Oia, karena pekerjaan, saya banyak bepergian ke beberapa daerah di Indonesia, seperti Flores, Bali, Riau, Kalimantan Timur, dan Kabupaten Garut. Oke, kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya ketika saya ke Bali, di sana saya mengunjungi sebuah desa cantik, namanya Desa Purwakerthi, tepatnya di (sebut saja) Dusun Amed.
Dusun Amed, Desa Purwakerthi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Itu tadi lokasi lengkapnya. Terus, ngapain Mas Imam di sini?Nah, pertanyaan bagus. Jadi gini, saya ke sini untuk bertemu dengan petani garam.
Yup,selain terkenal dengan wisata baharinya (diving dan snorkeling), Amed juga dikenal sebagai salah satu penghasil garam unik. Kenapa bisa unik?Nah, kalau penasaran, lanjutkan baca sampai habis ya :)
Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Garam Amed Bali adalah pelaku utama dibalik produksi garam unik ini. Sebagaimana masyarakat Bali pada umumnya yang terkenal tetap melestarikan budaya leluhur, para petani garam di Amed memproduksi garam dengan cara tradsional, mereka tetap melanjutkan cara produksi garam seperti leluhur mereka kerjakan dahulu.
Bagaimana caranya?
Jika kebanyakan cara produksi garam di beberapa daerah di Indonesia dilakukan dengan cara menjemur / mengkristalkan air laut di atas tanah, maka yang dilakukan petani garam di Amed berbeda. Di sini, air laut dijemur dalam batang kelapa yang sudah berumur puluhan tahun (rata-rata 20-30 tahun - lebih tua dari usia saya hehe), yang mereka sebut sebagai "palungan". Air laut dibiarkan 4-7 hari sampai membentuk kristal-kristal garam.
Of course not!