Mohon tunggu...
Imam Hariyanto
Imam Hariyanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Agribisnis Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Mahasiswa UNEJ Ini Memilih S2 di Luar Negeri?

8 Maret 2015   16:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:59 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu juga dengan Iwe. Sebelum mendaftar kuliah, dia menghabiskan 4 bulan untuk belajar dan tes TOEFL di Jember. Pun saat dia sudah diterima kuliah di Taiwan, dia terus belajar mengembangkan skill bahasanya demi menunjang kegiatan belajarnya di kampus. Salut!

2. Budaya Pendidikan dan Masyarakat

Hei mahasiswa, siapa yang pernah di PHP dosen? Siapa yang pernah nungguin dosen seharian di kampus, pas bisa ketemu, ternyata dosen mau rapat, dan kamu disuruh nunggu datang lagi besok? Jawabannya adalah saya sendiri hahaha. Ya, hal-hal semacam itu jamak saya temui saat kuliah di sini. Untuk urusan kuliah dan penelitian mahasiswa, sepertinya jadi nomor dua bagi sebagian dosen. Sangat susah menemui mereka. Di sms tidak membalas, ditelpon tidak mau angkat, ditemui katanya sibuk mau rapat, dan masih banyak lagi “ujian kesabaran” bagi mahasiswa. Hei jangan-jangan ini Universitas Kesabaran (UNBAR)?

Tapi tunggu dulu, saat dosen yang meminta bertemu untuk membantu penelitian si dosen tersebut, eits jangan coba-coba untuk membalas perlakuan dosen, karena dosen bisa akan memberi nilai buruk saat ujian, mempersulit penelitain, dan lain sebagainya. Oke, mereka dosen, dan saya mahasiswa. Tapi apakah lantas karena itu mereka jadi orang paling penting dan paling sibuk sedunia, sementara karena saya mahasiswa saya jadi manusia paling menganggur di dunia? Tentu saja tidak. Kita semua punya kepentingan. Di sini saya tidak mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya hanya ingin mengajak untuk sama-sama bersikap profesional terhadap tanggung jawab masing-masing. Dosen membimbing secara profesional, mahasiswa juga harus mau dibimbing (selama itu benar). Masa’ sudah bergelar S2/S3/Profesor gak bisa bersikap profesional? Malu dong.

Lalu bagaimana di luar negeri? Iwe bercerita hal menarik di sini. Dosen-dosen di universitasnya dirasa sangat berbeda dengan di Universitas Jember. Jika di sini, dia bisa menemukan (sebagian) dosen yang berlagak” seperti dewa yang haus didewakan, maka saat S2 di Taiwan, dia menemukan dosen-dosen yang friendly. Jauh dari kesan dosen-dosennya saat S1. Soal disiplin waktu, dosen-dosennya saat ini layak diacungi jempol, karena sangat menghargai waktu. Kuliah dilaksanakan tepat waktu. Sangat jarang sekali kuliah kosong, atau jika terpaksa kosong (misal dosen sakit atau ada urusan penting di luar kota/negeri), maka kuliah pasti diganti di hari lain. Jika mahasiswa meminta untuk bertemu, dosen cepat tanggap memberikan balasan bisa atau tidak. Kemudian, konsultasi penelitian tidak harus bertemu, tapi dosen mau menggunakan teknologi (baca: email) sebagai media, sehingga mahasiswa tidak harus menunggu seharian di kampus tanpa kepastian (Sumpah, yang ini bikin iri banget!). Saya rasa kamu juga setuju, dengan sikap seperti ini, dosennya Iwe di Taiwan lebih profesional sebagai pendidik.

3. Fasilitas Perkuliahan

Kalau yang ini sih, sepertinya bukan hanya saya (mahasiswa UNEJ), tapi juga sebagian mahasiswa di universitas lain di Indonesia merasa iri. Sudah jadi rahasia umum, kalau fasilitas perkuliahan di negara seperti Taiwan lebih maju dibandingkan dengan di Indonesia. Gampange ngomong, kuliah di luar negeri lebih mudah daripada di Indonesia, khususnya di Universitas Jember. Benarkah? Baiklah, coba baca lebih lanjut ya :)

Subsidi pendidikan dan beasiswa yang disediakan pemerintah / stakeholder di Taiwan tentu lebih banyak daripada di Universitas Jember. Seperti Iwe, dia mendapat beasiswa full dari Pemerintah Taiwan selama masa studinya di sana. Selain itu, dari universitasnya, Iwe juga “dimanja” dengan mudahnya akses jurnal-jurnal internasional untuk keperluan belajar, tugas kuliah, ataupun referensi penelitiannya (Ini karena universitasnya mau membayar langganan jurnal ilmiah). Selain itu, dosennya juga berbaik hati memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengikuti konferensi internasional, tentu saja ini akan jadi pengalaman yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa. Oia, kata “memberikan kesempatan” di sini berarti membantu dalam hal biaya dan teknisnya. Saya rasa, ini hal yang susah ditemui jika dia memutuskan kuliah di sini.

4. Sudut Padang Baru

Kuliah tidak hanya tentang belajar dan akhirnya mendapatkan tambahan gelar di belakang nama, tapi yang lebih penting tentu saja mengembangkan pola pikir dan sudut pandang dalam menghadapi kehidupan. Setuju?

Dengan berinteraksi dengan orang-orang dari negara lain, baik itu di lingkungan universitas atau masyarakat biasa, tentu perkembangan pola pikir mahasiswa di Indonesia dengan di Taiwan akan memiliki bobot yang berbeda. Orang-orang dari negara lain, khususnya dari negara yang lebih maju seperti Taiwan, memilki pola pikir yang lebih maju, lebih terbuka (open minded), dan lebih disiplin. Soal sampah misalnya. Hal sepele semacam ini telah menjadi masalah menahun di Indonesia. Kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan ketertiban dalam membuang sampah masih sangat rendah. Berbeda dengan di Taiwan, masyarakat sangat tertib dalam menjaga kebersihan lingkungan, sedangkan pemerintah juga profesional dalam menegakkan peraturan terkait hal tersebut. Hal-hal sederhana seperti ini tentu akan sangat berharga saat dibawa pulang ke Indonesia sebagai bekal perkembangan pola pikir, Iwe bisa menjadi “pintu” bagi orang lain untuk meneladani perilaku masyarakat di Taiwan yang tertib.

Masih banyak hal lain yang bisa menjadi nilai plus mahasiswa yang kuliah di luar negeri. Seperti kemandirian misalnya. Jika kuliah di Indonesia, mungkin kita akan merasa aman dan nyaman karena kita sudah sangat mengenal lingkungan, bahasa, serta kondisi masyarakat di sekitar kita. Namun saat kuliah di luar negeri, kita akan jauh dari keluarga, jauh dari orang-orang yang se-bahasa dengan kita, dan tentu saja kita harus bisa mandiri untuk bertahan hidup. Intinya, harus diakui bahwa pengalaman mahasiswa yang hidup di luar negeri tidak bisa disamakan dengan mahasiswa yang hidup di Indonesia.

Dengan begitu bedanya pengalaman yang akan di dapatkan jika kuliah di luar negeri, itu yang menjadi alasan Iwe memilih kuliah di Taiwan. Nah, sudah jelas kan jawabannya? Hehehe

Saat lulus nanti, Iwe yang bercita-cita menjadi dosen ini berencana melanjutkan studinya ke Program Doktoral di NTUST. Yah..semoga studimu diberi kelancaran sampai lulus, bro :D

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun