Mohon tunggu...
Imam Hariyanto
Imam Hariyanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Agribisnis Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indikasi Geografis: Pelindung Kekayaan Indonesia

5 Agustus 2014   01:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:25 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin luasnya pasar produk-produk di tingkat nasional dan internasional ‘memaksa’ banyak negara menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Dalam persaingan tersebut, tentu ada persaingan yang sehat dan tidak sehat. Salah satu bentuk persaingan tidak sehat adalah pengakuan produk dari suatu daerah/negara oleh daerah/negara lain. [caption id="attachment_475" align="aligncenter" width="448" caption="Kopi Arabika GayoSource: http://www.lintasgayo.com"][/caption] Kasus Kopi Arabika Gayo adalah salah satu contoh kasus pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang pernah dialami Indonesia. Kopi Arabika Gayo yang diproduksi di Dataran Tinggi Gayo (Aceh) oleh masyarakat setempat adalah salah satu kopi arabika terbaik di dunia. Reputasi dari kopi arabika ini sudah lama dikenal di pasar kopi internasional, dan tentu nama Kopi Gayo (Gayo Coffee) ‘sangat menjual’ dalam perdagangan kopi dunia.

Tanggal 15 Juli 1999 , Perusahaan Belanda, European Coffee Bv. melalui Holland Coffee, mendaftarkan nama “Gayo” sebagai merk dagang kopi mereka di Belanda, yaitu Gayo Mountain Coffee. Akibatnya, tidak ada perusahaan lain yang boleh menjual kopi dengan memakai nama “Gayo” di Belanda, termasuk perusahaan asal Indonesia yang merupakan asal dari Kopi Arabika Gayo. Sungguh sangat ironis. Tidak bisa dipungkiri bahwa penggunaan nama “Gayo” dapat membuat konsumen tertarik membeli, bahkan membuat kesediaannya untuk membayar dengan harga yang tinggi (willingness to pay) menjadi lebih besar. Ya, nama “Gayo” sudah melekat pada salah satu cita rasa kopi terbaik di dunia, dan hal inilah yang membuat banyak perusahaan menginginkan kopinya dijual dengan nama “Gayo”. Pertanyaannya, siapa yang berhak menggunakan nama “Gayo” untuk menjual kopi tersebut? Idealnya, pihak yang paling berhak menggunakannya adalah para petani Kopi Arabika Gayo. Namun, pengakuan nama “Gayo” oleh perusahaan Belanda tersebut adalah sebuah bentuk pelanggaran HKI yang tidak seharusnya terjadi, seandainya nama “Gayo” lebih dulu dilindungi di negeri asalnya, Indonesia. Mungkin Anda bertanya, kenapa Indonesia tidak melindunginya? Pertanyaan yang bagus, namun perlu diperjelas lagi maksudnya. Apakah Indonesia tidak mau, tidak bisa, atau belum bisa melindungi kekayaannya? Jawaban yang tepat adalah pada saat itu Indonesia belum bisa melindunginya. Kenapa Indonesia belum bisa melindunginya? Jawabannya ada bermacam-macam, tidak ada jawaban yang pasti. Namun, asumsi saya adalah Indonesia belum punya instrumen hukum yang bisa digunakan untuk melindungi kekayaannya sendiri, khususnya nama geografis wilayah tempat produk-produk unggulan Indonesia diproduksi. Nah, jika sudah seperti itu, apa sekarang Indonesia bisa melindungi nama “Gayo” tersebut? Jawabannya BISA!. Indonesia telah membuat payung hukum bernama Indikasi Geografis (Geographical Indication). Selanjutnya akan saya jelaskan dengan model dialog agar lebih terkesan interaktif :D Apakah Indikasi Geografis (IG)? Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2007, IG didefinisikan sebagai suatu tanda dari produk yang dikarenakan pengaruh lingkungan geografisnya, baik itu faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari keduanya, memberikan ciri dan kualitas khusus pada produk tersebut. Sederhananya, IG adalah nama geografis dari produk yang hanya bisa diproduksi pada suatu daerah geografis tertentu. Contoh produk IG salah satunya adalah Kopi Arabika Gayo. Nama Gayo adalah daerah geografis tempat kopi arabika tersebut diproduksi, dan karena pengaruh dari faktor lingkungan geografis daerah tersebut, maka kopi arabika yang diproduksi memiliki kekhasan yang tidak bisa ditiru oleh kopi arabika dari daerah lain. Meskipun biji kopi arabika dibibitkan dan ditanam di daerah lain, misalnya di Jawa, kualitas kopi arabika yang dihasilkan akan berbeda. Mengapa? Karena kondisi geogarafisnya berbeda, mulai dari struktur tanah, kondisi curah hujan, temperatur, dan lain-lain berbeda dengan kondisi geografis Dataran Tinggi Gayo. [caption id="attachment_477" align="aligncenter" width="336" caption="Logo Indikasi Geografis Kopi Arabika Gayo"]
Logo Indikasi Geografis Kopi Arabika Gayo
Logo Indikasi Geografis Kopi Arabika Gayo
[/caption] Apa saja dasar hukum IG? Sayangnya, di Indonesia, IG ‘masih’ diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2007 dibawah Undang-Uandang (UU) No. 15 Tahun 2001 Tentang Merk. Sampai dengan tulisan ini diterbitkan di blog saya, Indonesia belum memiliki UU khusus yang mengatur Indikasi Geografis. Semoga ke depannya, IG bisa memiliki UU sendiri di Indonesia. Seperti apa manfaat IG? Manfaat utama dari perlindungan IG adalah untuk melindungi nama geografis dari suatu produk. Sedangkan manfaat lainnya antara lain sebagai jaminan keaslian asal suatu produk dan peningkatan penerimaan produsen. Baiklah, kita bahas satu per satu. Pertama, perlindungan nama geografis. Ya, jika suatu produk sudah terdaftar sebagai IG, maka tidak ada yang boleh memakai nama geografis produk itu untuk produk lain. Contohnya, nama Kopi Arabika Gayo sudah terdaftar sebagai IG di Indonesia. Maka, tidak ada pihak yang boleh menggunakan nama geografis tersebut, maupun terjemahannya dalam bahasa apa saja, untuk digunakan pada produk lain. Kedua, jaminan keaslian asal suatu produk. Sistem keterunutan (traceability) dalam kerangka IG memberikan jaminan bahwa suatu produk bisa ditelusuri asalnya. Misalnya, ada pihak yang memakai nama “Kopi Gayo” pada kopi arabika yang diproduksi di Jawa, dengan menelusuri kualitas kopi tersebut ,apakah sesuai dengan kualitas khas dari Kopi Arabika Gayo asli, dan jika ternyata tidak sesuai, akan diketahui bahwa produk kopi tersebut bukanlah Kopi Arabika Gayo, alias produk palsu. Jaminan ini berguna untuk menghindarkan konsumen dari pemalsuan produk dan menjaga kredibilitas produsen/penjual. Ketiga, peningkatan penerimaan produsen. IG menuntut adanya kontrol kualitas yang dilakukan secara kolektif dari produsen sampai produk diterima oleh konsumen. Hal inilah yang memberikan pengertian kepada konsumen bahwa produk IG dijamin asli kualitasnya. Efeknya apa? Tentu saja konsumen akan lebih memilih membeli produk IG dibandingkan produk yang sejenis tetapi bukan IG, bahkan ada potensi besar konsumen bersedia membayar lebih mahal untuk produk IG tersebut (saya sebut sebagai harga premium). Pada akhirnya, produsen akan menerima harga lebih tinggi, dan otomatis penerimaanya akan meningkat. IG itu milik siapa? Di dalam PP No. 51 Tahun 2007 disebutkan bahwa IG bisa didaftarkan oleh lembaga yang sudah ada atau pun lembaga yang baru. Lembaga-lembaga tersebut bisa berupa asosiasi produsen, lembaga pemerintah yang diberi kewenangan, atau asosiasi konsumen dari produk IG. Meski demikian, IG adalah hak yang kepemilikannya bersifat kolektif. Setiap pihak yang berada di dalam peta wilayah IG dan memenuhi persyaratan IG, boleh memakai nama IG dari suatu produk. Sebagian besar produk IG terdaftar di Indonesia didaftarkan oleh lembaga yang baru dibentuk, biasanya disebut Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG). Hal ini dikarenakan IG adalah 'barang' baru di Indonesia, sehingga belum banyak lembaga yang mampu menangani IG. Bagaimana cara mendapatkan IG? Ada 2 syarat utama untuk mendapatkan IG, yaitu syarat administratif dan kelembagaan. Syarat administratif berupa penyusunan Buku Persyaratan IG, Surat Rekomendasi Pemerintah Daerah, dan Peta Wilayah IG. Dua yang saya sebut terakhir sebenarnya sudah masuk ke dalam Buku Persyaratan IG, jadi di sini Buku Persyaratan memegang peran penting. Lalu, apa itu Buku Persyaratan? Secara garis besar, Buku Persyaratan adalah dokumen yang menjelaskan nama produk IG, kekhasannya, bagaimana kekhasan tersebut bisa terjadi, siapa yang memproduksi produk IG, dan bagaimana reputasi produk IG itu terbangun. Semua yang ada di dalam Buku Persyaratan harus bisa dipahami dan disepakati oleh semua produsen yang terlibat. Kemudian, aspek kelembagaan adalah pembentukan/penunjukkan lembaga yang akan bertanggung jawab mengelola IG dan membentuk struktur lembaga-lembaga yang akan terlibat aktif bekerja dalam sistem IG. Lembaga yang terlbat haruslah bersifat legal (disahkan dengan akta notaris) dan mampu mengelola usaha ekonomi secara profesional. Apa yang bisa kita lakukan dengan IG? Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, IG bisa melindungi nama geografis, menjamin keaslian asal, dan memberikan peningkatan nilai ekonomi bagi produsen. Jika ketiga hal tersebut bisa terlaksana, ada efek yang lebih besar dari penggunaan IG secara efektif, yaitu bergeraknya ekonomi suatu daerah. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Secara hukum, IG mewajibkan produsen untuk menjaga kualitas khas dari produk IG. Kekhasan inilah yang dicari oleh konsumen. Ya, konsumen mengenali produk asli jika produk tersebut memiliki label IG. Label ini yang digunakan sebagai tanda bahwa produk tersebut benar-benar diproduksi di daerah geografis tempatnya berasal. Produksi produk IG yang terfokus pada satu daerah geografis, secara teori ekonomi akan meningkatkan harga. Kenapa? Karena penawaran (supply) yang terbatas, sedangkan permintaan (demand) yang terus meningkat. Kontinuitas dari hal tersebut akan mampu menggerakkan ekonomi dari wilayah produk IG tersebut. Bagaimana jika ada produk (berpotensi IG) yang sudah didaftarkan oleh daerah/negara lain? Sampai di sini, saya harap pemahaman mengenai IG menjadi lebih dalam. Baiklah, jika sudah tahu mengenai besarnya manfaat IG bagi suatu produk, lantas bagaimana jika produk unggulan dari suatu daerah sudah didaftarkan oleh daerah/negara lain ? Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mendaftarkan produk tersebut sebagai Indikasi Geografis, dalam hal ini ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI). Setelah terdaftar, masyarakat pengelola IG melalui pemerintah Indonesia bisa malayangkan notifikasi ke World Intellectual Property Organization (WIPO) agar membatalkan merk dagang dari produk IG tersebut. [caption id="attachment_476" align="aligncenter" width="444" caption="Indikasi Geografis Untuk Indonesia"]
Indikasi Geografis Untuk Indonesia
Indikasi Geografis Untuk Indonesia
[/caption] Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang sangat luar biasa. Begitu banyaknya kekayaan produk khas asli Indonesia sudah selayaknya dilindungi agar tidak diakui oleh negara lain. Indikasi Geografis (IG) bisa menjadi salah satu alat ‘pelindung’ yang ampuh untuk mencegah terjadinya pelanggaran HKI-IG pada produk-produk khas asli Indonesia. Disclaimer: Tulisan ini sebelumnya telah diterbitkan dalam blog pribadi penulis pada tautan ini (click here). Penulis bisa dihubungi melalui Twitternya: @imamhariyanto_ atau melalui blognya:contact me

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun