[caption id="attachment_762" align="aligncenter" width="335" caption="Menara Jam Bern"] [/caption]
Lanjutan dari cerita saya sebelumnya tentang perjalanan menuju Swiss, sesampainya di Zurich, saya melanjutkan perjalanan saya ke Bern, ibukota dari Swiss. Dengan tiket seharga 53.00 CHF, saya menaiki sebuah kereta api listrik yang nyaman dan bagus. Berbeda sekali dengan kereta api di Indonesia, kereta di sini sangat tepat waktu, bagus, bersih, nyaman, dan tidak ada suaranya. Mungkin ada alat semacam peredam suara, jadi penumpang di dalam kereta tidak mendengar bisingnya suara gesekan roda dan rel. Asik banget :D
Setelah menempuh 1 jam perjalanan, akhirnya saya sampai di Stasiun Bern. Di kota ini lah saya akan menginap selama 6 hari di Swiss, tepatnya di Hotel Ambassador. Cukup unik sih hotel ini, walaupun di Swiss sudah berbintang 4, tapi kalau melihat bangunan dan fasilitasnya, di Indonesia mungkin masih tergolong bintang 2 atau 3. Tapi gak apa-apa lah, saya sudah sangat bersyukur sekali mendapat kesempatan menjelajah secuil wilayah negara Swiss.
[caption id="attachment_772" align="aligncenter" width="335" caption="Hotel Ambassador Bintang 4 di Bern"]
Untuk transportasi selama di Bern, saya akan menggunakan Tramp, semacam bus kota. Tramp ini memiliki rute yang bisa menjangkau seluruh sudut kota, sehingga bisa dibilang bahwa fasilitas transportasi publik di kota ini bisa dinikmati warganya secara merata. Untuk tiket/karcis Tramp bisa dibeli dengan sangat mudah, yaitu melalui mesin ticketing yang banyak tersedia di setiap halte dan stasiun kereta api. Saya sendiri sudah mendapatkan tiket Tramp selama seminggu dari teman saya. Asik :D
[caption id="attachment_801" align="aligncenter" width="335" caption="Timetable Tramp 6 hari di Bern"]
Okey, sekarang saya ingin menceritakan mengenai keindahan Kota Bern. Kota ini tergolong kota tua, dan telah mendapatkan pengakuan dari lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai salah satu situs warisan dunia, World Heritage City UNESCO. Keren ya, kira-kira Jember bisa dapat pengakuan dari UNESCO gak ya :D
Selama saya menjelajah Kota Bern, saya menemukan banyak sekali bangunan-bangunan tua yang telah berusia ratusan tahun, seperti menara jam kota, museum, rumah si Ilmuan Jenius Albert Einstein, bekas istana, dan lembaga pendidikan.
[caption id="attachment_759" align="aligncenter" width="448" caption="University of Bern atau Unibe"]
Bern memiliki maskot beruang, hal ini terlihat dari berbagai macam suvenir yang bermotif beruang. Namun sayang saya tidak sempat mengunjungi salah satu penangkaran beruang di kota ini :( . Sehari-harinya warga kota Bern bekerja dari hari Senin sampai Jumat, sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu mereka berlibur. Ada sedikit hal yang membedakan antara suasana di kota ini dengan di Indonesia (minimal di Jember). Jika di Indonesia, rata-rata toko dan warung tetap buka sampai jam 9-10 malam, di kota ini mereka tutup jam 6 sore, hanya sedikit yang tetap buka sampai jam 10 malam, itu pun terbatas pada sekitar pusat keramaian seperti stasiun kereta api. Pengecualian pada hari Kamis, mereka akan buka toko atau restorannya sampai jam 9 malam. Satu hal lagi, di sini durasi malamnya lebih pendek daripada di Indonesia, maklum lebih dekat dengan kutub sih :D . Di sini mathari baru terbit sekitar jam 5 dan terbenam sekitar pukul 8 malam, jadi hanya 9 jam, bandingkan dengan di Indonesia yang 12 jam :D .
[caption id="attachment_758" align="aligncenter" width="448" caption="Suasana Bern Pagi Hari dari Kamar Hotel :D"]
Oia, suvenir yang dijual di sini relatif bersahabat harganya, misalnya keramik cantik ini harganya CHF 6.5.
[caption id="attachment_770" align="aligncenter" width="448" caption="Keramik Cantik di Bern"]
Ada cerita menarik mengenai perjuangan saya membeli suvenir keramik ini. Saat itu sore hari sekitar jam 5, saya berkeliling di pusat perbelanjaan Kota Bern untuk membeli oleh-oleh bagi teman-teman saya di Jember. Ketika berjalan di lorong jalan pertokoan, saya melihat sebuah piring keramik yang cantik dipajang di salah satu tiang bangunan, saya pun tertarik membelinya.
[caption id="attachment_771" align="aligncenter" width="448" caption="Papan Nama Toko Keramik Palette di Bern"]
Nama tokonya Pallete, dan saya tidak tahu lokasi toko ini (meskipun di situ tertulis alamatnya juga sih). Lalu saya bertanya kepada seorang lelaki tua yang ada di dekat saya, di mana lokasi alamat toko itu. Tapi ternyata dia (yang asli orang Bern) juga tidak tahu alamatnya. Untungnya, dia baik hati, dia bertanya kepada setiap toko di sekitar situ. Cukup lama saya menunggu dia selesai mencari informasi, sampai saya sempat berfoto beberapa kali.
[caption id="attachment_766" align="aligncenter" width="335" caption="Suasana Jalan Kota Bern"]
Akhirnya dia kembali, dan menjelaskan bahwa Toko Pallete itu ada di lantai dua tepat di atas pajangan piring keramik tadi :hammer
Saya pun segera masuk ke toko itu. Yang jualan ternyata seorang wanita tua (berbadan sehat) : D
Saya bercerita banyak dengan wanita ini. Ternyata dia pernah liburan ke Bali pada tahun 1970an (saya belum lahir coy), maklum dia dulu bekerja sebagai tour guide. Asik banget bisa keliling dunia ya.
Di Swiss, ada dua buah toko ritel besar, yaitu COOP dan MIGROS. Saran saya saja sih, kalau teman-teman mau beli oleh suvenir, coklat, dan keju lebih baik beli di dua toko ini, karena harganya lebih murah. Ada beberapa varian coklat yang dijual hanya dengan harga CHF 1.7. Murah banget ‘kan :D
[caption id="attachment_804" align="aligncenter" width="335" caption="Struk Belanja Saya di Bern Haha :D"]
Selain keindahan kota tuanya, keramahan warga adalah salah satu hal yang ditawarkan oleh kota di bagian utara Swiss ini. Meskipun sebagian besar warganya berbahasa asli Jerman, namun sebagian besar dari mereka sudah fasih berbahasa Inggris, jadi backpacker seperti saya tidak akan menemui kendala dalam berkomunikasi di sini.
Di sini saya mengunjungi beberapa toko dan restoran untuk sekedar tahu sambil belajar hal-hal baru. Salah satunya adalah Restoran Lotscheberg yang memiliki konsep bagus dalam menjalankan bisnisnya. Restoran ini dikelola oleh (semacam) asosiasi kelompok tani dari sebagian wilayah di Swiss, khususnya kelompok petani produk PDO dan PGI. Apa itu PDO dan PGI, bisa membaca artikel saya sebelumnya mengenai produk Indikasi Geografis.
Semua menu makanan dan minuman di restoran ini menggunakan bahan baku produk PDO dan PGI dari semua anggota asosiasi. Misalnya saja menu makanan seperti Fondue yang menggunakan (salah satunya) Keju Gruyere. Begitu juga dengan minuman yang menggunakan banyak sekali produk wine asli Swiss. Hmm.. Coba di Indonesia juga ada konsep bisnis seperti ini, pasti sudah banyak petani yang naik haji :D
[caption id="attachment_752" align="aligncenter" width="335" caption="Restoran Lotschberg, Semua Menunya Berbahan Produk PDO dan PGI"]
Demikian cerita petualangan saya di Bern. Nantikan cerita saya selanjutnya ya :D
Disclaimer: Tulisan ini sebelumnya sudah dipublikasikan di blog penulis pada tautan berikut ini. Penulis bisa dihubungi melalui email di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H