Mohon tunggu...
Imam Hanafie El-Arwany
Imam Hanafie El-Arwany Mohon Tunggu... -

Simple

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Salahnya Belajar dari Orang Kecil?

6 Juli 2015   22:11 Diperbarui: 13 Juni 2017   23:09 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Supriyanto dan istrinya sungguh terkejut, sebab tidak ada pemberitahuan dari universitas bahwa Angga menjadi wisudawan terbaik. Mereka tak mampu menahan haru. Di tengah tepuk tangan yang membahana keduanya menangis tersedu. Melihat orang tuanya menangis bahagia, di atas panggung, Angga juga ikut menangis terharu.

Usai acara, Supriyanto mendatangi Angga. Ia berkata kepada anaknya: “Kalau bapak tahu kamu jadi lulusan terbaik, bapak akan pakai baju yang lebih baik,” ujarnya seperti yang dituturkan ulang oleh Angga pada Dream.co.id dengan suara tercekat, Sabtu 10 Januari 2014.

Cerita si Angga dari Solo itu bukan satu-satunya kisah tentang orang-orang kecil yang bersinar. Di sekitar kita banyak kisah seperti ini. Anak pengemis yang menjadi “raja” di kelas, anak tukang becak yang sukses menjadi sarjana, bahkan melalang buana ke manca Negara.

Bacalah kisah Zumrotul Choiriyah. Putri dari seorang ayah yang sehari-hari hidup dari berburu belut. Mencangkul hidup dengan cara seperti itu, Zumrotil dibesarkan jauh dari layak, tapi disirami kasih sayang tak terkira. Rumah mereka reyot. Tapi kakinya ringan ke sekolah.

Lepas dari Pondok Pesantren An-Nuur, Semarang, Zum melanjutkan sekolah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo jadi rumah barunya menimba ilmu. Mimpi menjadi bidan disisihkan karena tak lolos seleksi. Dia lalu bertekun di kampus itu.

Dan tanggal 6 Agustus 2014 adalah hari saksi kegigihan Zum. Ditemani kedua orangtuanya dalam proses wisuda, Zum terkaget-kaget saat sang rektor menyebut namanya. Zumrotul adalah wisudawan terbaik. Nilai IPK nyaris sempurna 3,93. Dia mengalahkan banyak orang. Mengalahkan mereka yang “cilike ngombe susu.”

Dan hari-hari ini,  Zum mulai memetik hasil manis dari susah payahnya.  Gagal menjadi bidan, Zum yang bertekad membahagiakan keluarga ini diterima menjadi dosen. Kini, dia tengah menyelesaikan studi S2 jurusan Ilmu Dakwah.

Dengarlah juga kisah dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini. Berkendara seonggok becak menuju lokasi wisuda, Raeni mungkin membuat mata yang memandang tersipu malu. Di tengah keterbatasan ekonom, Raeni masih bersikukuh melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.

Tak cukup dengan sentilan dia putri pengemudi becak, Raeni kembali membuat wajah mahasiwa lain tertunduk. Nilai IPK-nya nyaris sempurna. Skor 3,96 tersenyum di halaman ijazahnya. Dia lulus dengan cum laude.

Sebenarnya masih masih banyak kisah-kisah orang kecil yang di dalamnya terdapat pelajaran mulia, namun tiga kisah di atas cukuplah untuk kita jadikan bahan renungan bahwa orang-orang kecil itu secara tidak langsung telah memberikan ibrah kepada kita, ibrah tentang keniscayaan bahwa keterbatasan hidup orang-oramg kecil tidaklah menghalanginya untuk meraih apa yang disebut dengan "kemuliaan" dengan cara tetap berjalan di Jalan-Nya meski dalam kondisi yang kurang membahagiakan. Orang-orang kecil yang senantiasa istiqamah bekerja dan berjuang mencari rizki dengan cara yang halal meskipun (mungkin) sepele atau rendah di mata orang lain.   

Penulis teringat dengan pesan luhur dari almarhum Mbah Yai Hasyim Muzadi: "Orang-orang yang mendapat rizki yang mulia, hatinya akan bersih, doanya akan sampai (kepada Allah Swt). Banyak orang desa bodoh, miskin, tapi bersih dan (selalu) berdoa (maka) anaknya jadi ulama, anaknya jadi intelektual, anaknya jadi presiden, anaknya jadi tokoh dunia, sementara yang sudah (merasa) pintar, anaknya kena narkoba, kena (masalah) ini dan itu. Jadi kebersihan melahirkan kebesaran, tapi penggunaan kebesaran yang tidak bertanggung jawab, dia akan memukul dirinya sendiri".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun