Mohon tunggu...
Imam Fawaid
Imam Fawaid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi UMM

Mahasiswa Prodi Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Banjir di Kalimantan Selatan karena Curah Hujan?

24 Januari 2021   20:25 Diperbarui: 24 Januari 2021   20:41 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banjir di awal tahun 2021, masyarakat Indonesia didera oleh perasaan nostalgia mengenai kejadian awal tahun 2020 lalu. Iya, banjir kembali terjadi lagi. Namun kali ini bukan di Jakarta, melainkan di Kalimantan Selatan. Bencana alam hampir selalu menjadi chapter pertama dalam catatan hidup masyarakat Indonesia. Belakangan ini berbagai bencana alam terjadi di berbagai daerah, mulai dari gempa bumi di Sulawesi Selatan, hingga banjir bandang yang baru saja terjadi di Kalimantan Selatan.

Namun walaupun bencana sudah sangat sering terjadi di Indonesia, pemerintah tidak pernah siap. Tidak ada upaya-upaya preventif yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya bencana alam. Terkait dengan banjir di Kalimantan Selatan, misalnya, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) sudah acap kali memberikan peringatan kepada pemerintah bahwa Kalimantan sudah dibebani terlalu banyak beban lingkungan, mulai dari tambang hingga pembukaan hutan. Tetapi tidak ada upaya yang dilakukan pemerintah sampai bencana banjir pun terjadi.

Presiden Joko Widodo dikabarkan sudah mengunjungi lokasi yang tergenang banjir di Kalimantan Selatan, namun mengeluarkan pernyataan yang (alih-alih membantu) justru membuat masyarakat korban banjir dan masyarakat Indonesia pada umumnya sakit hati. Bagaimana tidak, seorang presiden mengatakan bahwa hujan di Kalimantan Selatan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Pernyataan tersebut kemudian menuai kritik dari berbagai pihak, mulai dari aktivis lingkungan hingga media.

Padahal, penyebab banjir ini sudah diketahui dengan jelas yakni pembukaan lahan secara besar-besaran yang dilakukan di Kalimantan Selatan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa telah terjadi penurunan luas hutan hingga 62,8% di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito Kalimantan Selatan. Terlepas dari adanya keterangan BMKG mengenai anomali cuaca, menurut saya, memang penting tetapi tidak serta merta dapat dijadikan pembenaran pemerintah akan kinerjanya yang tidak tanggap bencana.

Menyalahkan curah hujan atau anomali cuaca sama sekali tidak menyelesaikan apa-apa. Pemerintah mestinya bisa melakukan upaya-upaya mitigasi agar banjir tersebut tidak sampai terjadi. Misalnya, rehabilitasi hutan dan lahan, serta mengevaluasi seluruh pemberian izin tambang dan perkebunan sawit di Kalimantan Selatan.

Harapannya, dengan dilakukannya evaluasi menyeluruh tersebut pemerintah dapat mengurungkan niatnya untuk mengeksploitasi habis-habisan kekayaan alam di Kalimantan Selatan dan mencabut UU Cipta Kerja yang belakangan sudah dikritik berbagai pihak lantaran UU tersebut dinilai melemahkan aturan mengenai perlindungan lingkungan hidup. Terjadinya bencana ini mestinya menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk mengevaluasi apakah janji-janjinya pada pidato kenegaraan lalu mengenai lingkungan sudah benar-benar terealisasi?


Kontributor merupakan mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun