Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika ADHD dan Tulisan Tangan Bertemu

21 Januari 2025   12:29 Diperbarui: 21 Januari 2025   12:29 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika ADHD dan Tulisan Tangan Bertemu : Sebuah Refleksi dan Pemahaman

Tulisan tangan saya seperti cermin dari kekacauan yang ada di dalam kepala. Bukan hanya kekacauan biasa, tapi lebih seperti parade ide yang berbaris tanpa arah, saling mendahului tanpa tahu tujuan akhirnya. Selama saya mengenali diri sebagai seorang dengan ADHD dan disleksia, tulisan tangan menjadi salah satu aspek yang terus berubah bahkan seperti punya kehidupan sendiri.

Menurut penelitian oleh Mayes dan Calhoun (2007), salah satu karakteristik umum pada individu dengan ADHD adalah gangguan dalam keterampilan motorik halus, yang memengaruhi kemampuan menulis tangan. Tulisan tangan sering kali menjadi tidak konsisten karena kurangnya kontrol gerakan halus dan kesulitan memusatkan perhatian pada tugas yang membutuhkan detail tinggi, seperti menulis. Hal ini menjelaskan mengapa saya memiliki gaya tulisan yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi emosi dan tingkat konsentrasi saya.

Barkley (2015), seorang ahli terkemuka dalam ADHD, menjelaskan bahwa gangguan eksekutif pada individu dengan ADHD sering menyebabkan kesulitan dalam mengatur dan mengoordinasikan tindakan sederhana, termasuk menulis. Pikiran yang berlari lebih cepat daripada tangan menciptakan situasi di mana kata-kata hilang, kalimat tidak selesai, atau tulisan menjadi sulit dibaca.

Bayangkan ini : saya bisa memiliki tiga gaya tulisan yang berbeda. Terkadang huruf kapital penuh terasa lebih "aman" dan rapi. Di lain waktu, tulisan miring seperti menari di atas kertas karena membuat saya bisa menulis lebih cepat. Tapi sering kali, tulisan saya berubah menjadi coretan tidak beraturan---chicken-scratch, kata orang yang bahkan saya sendiri tidak bisa membaca. Aneh? Mungkin. Tapi bagi saya, itu bagian dari keindahan sekaligus tantangan.

Hal ini tidak sepenuhnya negatif. Beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Duits et al. (2021), menunjukkan bahwa individu dengan ADHD sering menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi, termasuk dalam bentuk ekspresi seperti gaya tulisan yang beragam. Tulisan tangan saya, meskipun tidak selalu rapi, mencerminkan keragaman ide dan kreativitas yang terus berkembang.

Saya menyadari bahwa tulisan tangan saya berubah sesuai dengan kondisi emosi. Ketika saya merasa tenang, tulisan saya rapi dan terstruktur. Sebaliknya, ketika saya panik atau stres, tulisan saya menjadi tidak teratur dan sulit dibaca. Ini sejalan dengan temuan Engel-Yeger et al. (2009) yang menunjukkan bahwa tingkat stres dapat memperburuk kemampuan motorik halus pada individu dengan ADHD.

Dulu, di masa sekolah, tulisan saya sering menjadi bahan tertawaan. Guru-guru mengira saya malas atau tidak peduli. Teman-teman mengolok-olok coretan saya yang tidak bisa dibaca. Tetapi di balik itu, mereka tidak tahu betapa keras saya berjuang untuk menenangkan pikiran agar tangan saya bisa mengikuti. Saya sering merasa kalah bukan hanya oleh tulisan, tapi oleh diri saya sendiri.

Namun, perjalanan ini mengajarkan saya sesuatu yang berharga: tulisan saya, seperti diri saya, tidak sempurna, tapi unik. Saya belajar bahwa menulis, baik dengan pena atau di papan ketik, adalah cara saya berdamai dengan dunia yang sering kali bergerak terlalu cepat. Dan pada akhirnya, tulisan tangan saya bukan hanya tentang kata-kata, tetapi tentang ekspresi diri sebuah jejak kecil dari siapa saya sebenarnya.

Tulisan tangan saya mengingatkan saya bahwa tidak ada satu cara benar untuk menjadi diri sendiri. Dalam setiap goresan pena, ada kisah perjuangan, kreativitas, dan penerimaan. Saya belajar untuk berdamai dengan kekacauan, karena di dalam kekacauan itulah saya menemukan keunikan saya.


"Tulisan yang kacau bukanlah tanda kelemahan, melainkan cerminan dari pikiran yang sibuk mencari harmoni di tengah kekacauan." -- Imam Setiawan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun