Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jejak Genetik Disleksia

17 Januari 2025   13:08 Diperbarui: 17 Januari 2025   18:54 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jejak Genetik Disleksia : Ketika Sains Menemukan Kunci untuk Memahami Otakku yang Unik

Ketika saya membaca hasil penelitian terbaru yang mengungkap hubungan genetik disleksia dengan perkembangan neurobiologis, saya merasakan resonansi mendalam. Bukan hanya karena saya seorang disleksia-ADHD, tetapi karena saya akhirnya menemukan bagian dari teka-teki yang selama ini membentuk hidup saya. Penelitian yang diterbitkan dalam Nature Genetics ini adalah langkah besar untuk memahami disleksia sebagai lebih dari sekadar "kesulitan membaca," melainkan sebagai warisan neurogenetik yang kompleks.

Teori genetika telah lama membuktikan bahwa banyak karakteristik manusia diwariskan dari generasi ke generasi melalui gen. Salah satu pelopor teori ini adalah Gregor Mendel, yang dengan eksperimen kacang polongnya pada abad ke-19 membuka jalan bagi ilmu genetika modern. Mendel menunjukkan bahwa sifat-sifat tertentu diwariskan melalui pola yang dapat diprediksi, dan penemuan ini menjadi dasar pemahaman kita tentang bagaimana gen memengaruhi perkembangan manusia.

Dalam konteks disleksia, penelitian terbaru ini mengidentifikasi 42 varian genetik yang secara langsung berkaitan dengan kondisi tersebut. Studi ini melibatkan lebih dari satu juta data genetik, termasuk kontribusi besar dari sekitar 51.000 individu yang melaporkan memiliki disleksia. Para ilmuwan, termasuk Michelle Luciano, Ph.D., dari University of Edinburgh, memimpin penelitian yang menyoroti bagaimana gen-gen ini memengaruhi neurodevelopment, yaitu proses perkembangan otak yang menentukan kemampuan berpikir, bahasa, dan belajar seseorang.

Penemuan ini tidak hanya membuka pemahaman baru tentang disleksia, tetapi juga membongkar beberapa asumsi lama. Sebelumnya, sejumlah penelitian menyebutkan bahwa disleksia mungkin terkait dengan perubahan struktur otak. Namun, penelitian ini menemukan bahwa varian genetiklah yang lebih berperan dibandingkan perubahan struktural tersebut. Fakta ini memberikan perspektif baru bahwa disleksia lebih dari sekadar masalah mekanis dalam membaca, tetapi mencakup faktor biologis yang memengaruhi perkembangan manusia secara keseluruhan.

Sebagai seorang anak dengan disleksia dan ADHD, saya sering merasa seperti berada di luar kerangka standar "normal" yang ditetapkan oleh masyarakat. Guru-guru saya dulu menganggap saya "tidak fokus" atau "tidak mencoba cukup keras." Saya bahkan ingat momen-momen memalukan ketika harus membaca keras-keras di kelas, dan huruf-huruf di buku seolah bergerak, membuat saya merasa seperti sedang menonton tarian yang tidak pernah saya pahami.

Namun, penelitian ini memberikan saya rasa lega dan validasi. Bahwa apa yang saya alami bukanlah hasil dari kurangnya usaha atau kecerdasan, tetapi cerminan dari cara unik otak saya bekerja. Disleksia adalah bagian dari warisan genetik saya, dan mengetahui hal ini memberi saya kekuatan untuk menerima diri saya sepenuhnya.

Penemuan yang menarik dari penelitian ini adalah hubungan antara disleksia dan ambideksteritas (kemampuan menggunakan kedua tangan dengan sama baiknya). Fakta ini menunjukkan bahwa pola perkembangan otak individu dengan disleksia benar-benar berbeda dan unik. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti pentingnya tes standar yang lebih baik untuk mendeteksi disleksia sejak dini. Deteksi awal ini penting untuk memberikan intervensi yang tepat, yang pada akhirnya dapat membantu anak-anak dengan disleksia menemukan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Sebagai seorang yang hidup dengan disleksia, saya belajar bahwa kondisi ini bukanlah akhir dari segalanya. Justru, ini adalah awal dari cara pandang baru terhadap dunia. Namun, tantangan terbesar tetap pada kurangnya pemahaman masyarakat dan pendidik tentang disleksia.

Penelitian ini adalah langkah besar dalam memahami disleksia sebagai bagian dari keberagaman genetik manusia. Sebagai individu yang telah menghadapi tantangan disleksia dan ADHD sepanjang hidup, saya merasa bahwa hasil penelitian ini adalah pengingat bahwa perjuangan kita memiliki dasar biologis yang nyata, bukan sekadar hasil dari label sosial.

"Disleksia bukanlah batas, melainkan jendela ke dunia yang dilihat dengan cara yang berbeda. Hargai keunikannya, karena di situlah letak kekuatan sebenarnya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun