ADHD : Kutukan atau Kekuatan? Mengubah Tantangan Jadi Peluang
Sebagai seseorang yang hidup dengan ADHD dan disleksia, ada saat-saat di mana saya merasa seperti menjalani hidup dengan kutukan. Bayangkan, otak yang terus bergerak, sulit fokus, dan selalu mencari kepuasan instan. Tidak jarang, saya merasa seperti terjebak dalam lingkaran negatif, hari buruk yang datang bertubi-tubi, rasa frustrasi karena sulit menyelesaikan sesuatu, dan pikiran yang dipenuhi oleh perasaan "tidak cukup baik."
Namun, mungkin ADHD bukanlah kutukan. Mungkin ini adalah anugerah yang tersembunyi, sebuah kekuatan yang hanya bisa terlihat jika kita belajar cara mengendalikannya. Pemikiran ini didukung oleh teori yang diajukan oleh Dr. Edward Hallowell, seorang ahli ADHD, yang menggambarkan ADHD sebagai "bakat otak Ferrari dengan rem sepeda." Artinya, otak kita dapat bekerja dengan kecepatan tinggi, menghasilkan ide-ide inovatif, tetapi sulit dikendalikan tanpa strategi yang tepat.
Saya mulai menyadari pola dalam hidup saya: semuanya serba hitam-putih. Saya bisa sangat produktif atau sama sekali tidak bergerak. Saya bisa sangat terfokus atau benar-benar kehilangan arah. Pola ini adalah ciri khas dari ADHD yang dikenal sebagai hyperfocus. Menurut penelitian oleh Ashinoff dan Abu-Akel (2021), hyperfocus adalah kondisi di mana seseorang dengan ADHD dapat memberikan perhatian mendalam pada hal yang menarik minat mereka. Namun, tantangan muncul ketika hal-hal yang harus dilakukan tidak memicu ketertarikan yang sama.
Rahasia untuk keluar dari lingkaran negatif dimulai dengan langkah kecil. Saya ingat pagi ketika saya mencoba memulai hari tanpa mengecek ponsel lebih dulu. Alih-alih, saya memaksa diri untuk bangun, membereskan tempat tidur, dan mandi. Langkah kecil ini ternyata memicu efek domino positif. Dari situ, saya merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan berikutnya.
Pendekatan ini sesuai dengan prinsip terapi perilaku kognitif (CBT), yang sering digunakan untuk membantu individu dengan ADHD. Dalam CBT, seseorang diajarkan untuk memecah tugas besar menjadi bagian-bagian kecil yang dapat dikelola. Hal ini tidak hanya membantu mengurangi rasa kewalahan, tetapi juga meningkatkan rasa pencapaian setiap kali langkah kecil diselesaikan.
Hidup dengan ADHD berarti belajar memahami bahwa otak kita berbeda. Dr. Russell Barkley, salah satu pakar ADHD terkemuka, menjelaskan bahwa ADHD adalah gangguan pada fungsi eksekutif, yaitu kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasi, dan mengendalikan diri. Namun, dia juga menekankan bahwa dengan intervensi yang tepat, seperti pengelolaan waktu dan pelatihan keterampilan, individu dengan ADHD dapat menjalani hidup yang sangat produktif.
Saya mulai bertanya pada diri sendiri: "Apa yang benar-benar saya nikmati? Bagaimana saya bisa menemukan kesenangan dalam apa yang harus saya lakukan?" Pertanyaan ini membantu saya menyelaraskan minat pribadi dengan tugas-tugas yang sebelumnya terasa membosankan. Contohnya, jika saya harus menulis laporan, saya mencoba menjadikannya seperti bercerita -- sesuatu yang saya sukai.
Bukan berarti hidup menjadi mudah. Masih ada hari-hari ketika saya merasa semuanya terlalu berat. Namun, saya belajar untuk tidak fokus pada hal besar yang menakutkan. Saya fokus pada langkah pertama, seperti melangkah keluar dari tempat tidur. Dari situ, segalanya terasa lebih mungkin.
Saya juga menemukan bahwa lingkungan sangat penting. Berada di sekitar orang-orang yang mendukung, melakukan aktivitas yang memberi saya energi, dan menghindari hal-hal yang menguras semangat adalah kunci. Penelitian dari Dr. Andrea Chronis-Tuscano (2016) menunjukkan bahwa dukungan sosial, baik dari keluarga maupun teman, memainkan peran penting dalam keberhasilan individu dengan ADHD. Lingkungan yang menerima dan memahami dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kepercayaan diri.