Padahal, tidak semua orang bisa memaksakan dirinya pada sistem yang seragam. Otak saya sibuk sepanjang waktu, sering melompat dari satu ide ke ide lain. Dan ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, saya lebih cenderung menyerah daripada mencoba lagi. Rasa bersalah itu, ironisnya, menjadi alasan saya berhenti mencoba sama sekali.
Kini, saya sadar bahwa membangun kebiasaan bukanlah tentang menciptakan sistem yang sempurna, melainkan memahami kebutuhan otak dan hati kita sendiri. Rutinitas yang cocok untuk saya adalah yang fleksibel, yang memberi ruang untuk spontanitas dan kreativitas. Saya belajar menerima kekurangan saya, dan memanfaatkan kekuatan saya sebagai seseorang dengan ADHD dan disleksia.
"Rutinitas sempurna tidak diciptakan untuk semua orang. Kadang, keindahan hidup ditemukan dalam kekacauan dan ketidakteraturan yang kita peluk dengan lapang hati."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H