Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memahami Autisme sebagai jalan Dua Arah menuju Empati

4 Januari 2025   09:42 Diperbarui: 4 Januari 2025   09:42 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memahami Autisme sebagai Jalan Dua Arah Menuju Empati"

Bayangkan hidup di dunia di mana cara Anda berkomunikasi sering disalahpahami, dan isyarat sosial terasa seperti bahasa asing. Inilah kenyataan yang dialami oleh banyak individu dengan autisme. Artikel ini mengupas tuntas teori revolusioner Double Empathy Theory (DET), yang mengubah cara kita memahami autisme dari pendekatan berbasis "defisit" menjadi perspektif yang lebih inklusif dan kolaboratif.

Autisme adalah kondisi neurodevelopmental kompleks yang memengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan dunia di sekitarnya. Kesulitan dalam komunikasi sosial dan pola perilaku yang berulang sering menjadi karakteristik utama. Namun, autisme juga mencakup kekuatan unik, perspektif yang berbeda, dan bakat yang dapat memperkaya masyarakat.

Pendekatan konvensional sering memandang autisme sebagai kekurangan dalam empati, yang digambarkan sebagai ketidakmampuan untuk memahami atau merasakan emosi orang lain. Namun, pandangan ini cenderung:

  1. Overgeneralisasi: Menganggap semua individu autistik memiliki tingkat "defisit" yang sama.
  2. Mengabaikan Konteks: Tidak mempertimbangkan faktor lingkungan atau situasional yang memengaruhi interaksi sosial.
  3. One-Sided: Hanya fokus pada kebutuhan individu autistik untuk "beradaptasi," tanpa memperhatikan tanggung jawab non-autistik dalam interaksi.
  4. Memperkuat Stigma: Melanggengkan stereotip negatif tentang autisme.

Double Empathy Theory   : Perspektif Baru yang Revolusioner

Double Empathy Theory (DET) yang dikembangkan oleh Damian Milton dan Liz Pellicano membawa paradigma baru. Teori ini menekankan bahwa:

  • Empati Bersifat Timbal Balik: Kesulitan dalam interaksi sosial bukan hanya akibat "kekurangan" individu autistik, tetapi juga dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman dari individu non-autistik.
  • Masalah Empati Ganda: Kesalahpahaman terjadi di kedua sisi, mencerminkan perbedaan gaya komunikasi, ekspektasi sosial, dan cara berpikir.
  • Pengakuan Keberagaman: Menilai autisme sebagai bagian dari keragaman manusia, bukan sebagai penyimpangan.

Mengubah Perspektif : Empati Sebagai Jalan Dua Arah

DET mengubah fokus dari "memperbaiki" individu autistik menjadi membangun pemahaman bersama. Ini berarti:

  1. Tanggung Jawab Bersama: Baik individu autistik maupun non-autistik memiliki peran dalam menciptakan interaksi sosial yang lebih inklusif.
  2. Adaptasi Dua Arah: Non-autistik juga perlu beradaptasi dengan kebutuhan dan perspektif individu autistik.
  3. Meningkatkan Kesadaran: Membuka ruang dialog untuk mengurangi kesalahpahaman dan membangun hubungan yang lebih bermakna.

Implikasi di Dunia Nyata

Teori ini memiliki dampak besar di berbagai konteks:

  1. Pendidikan: Guru dapat mengadopsi pendekatan yang menghormati keberagaman gaya belajar dan komunikasi siswa autistik.
  2. Lingkungan Kerja: Pemberi kerja dapat menciptakan budaya kerja yang inklusif dengan menghargai neurodiversitas.
  3. Keluarga: Penerapan DET dalam keluarga dapat memperkuat hubungan dan komunikasi yang lebih harmonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun