Dalam dunia pendidikan, terlalu sering kita terjebak pada diagnosis dan label. Hyperlexia dan disleksia menunjukkan bahwa otak manusia jauh lebih kompleks daripada sekadar kategori "baik" atau "buruk." Penelitian yang lebih mendalam diperlukan untuk memahami bagaimana kedua kondisi ini saling berhubungan, serta bagaimana kita dapat mendukung anak-anak yang berada di kedua ujung spektrum.
Sebagai pendidik dan penyandang disleksia, saya percaya bahwa setiap anak memiliki potensi untuk berhasil, asalkan kita dapat melihat melampaui kesulitan mereka. Ini bukan tentang memperbaiki anak-anak yang "berbeda," tetapi tentang menciptakan lingkungan yang mendukung keberagaman cara belajar mereka.
"Ketika kita berhenti melihat perbedaan sebagai hambatan dan mulai melihatnya sebagai pintu menuju potensi, kita tidak hanya mengubah hidup satu anak, tetapi juga dunia mereka."
Mari kita bekerja bersama untuk memahami otak yang "sibuk," menemukan kekuatan dalam kelemahan, dan menciptakan dunia di mana setiap anak merasa dihargai, dimengerti, dan dicintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H