3. Tidak Memahami Koneksi Antara Angka dan Kuantitas
Anak-anak ini sering kali tidak dapat memahami hubungan antara simbol angka dan kuantitas yang diwakilinya. Misalnya, angka "5" mungkin tidak berarti lima buah benda bagi mereka.
4. Kesulitan Memahami Ekspresi Numerik
Anak dengan Diskalkulia sering mengalami kebingungan dalam memahami konsep abstrak matematika, seperti urutan bilangan atau operasi yang lebih kompleks.
5. Kecemasan terhadap Matematika
Kesulitan berulang dalam matematika sering memicu kecemasan pada anak. Hal ini disebut "math anxiety," yang dapat memperburuk kemampuan mereka dalam menyelesaikan soal matematika.
Banyak anak dengan Diskalkulia di Indonesia tidak terdiagnosis karena kurangnya kesadaran guru dan orang tua mengenai gangguan ini.Â
Sebuah survei oleh International Journal of Special Education (2020) menemukan bahwa hanya 30% pendidik di sekolah memahami gejala Diskalkulia, sementara sebagian besar anak dengan gangguan ini dianggap malas atau tidak cukup berusaha.
Deteksi dini dapat dilakukan melalui observasi di kelas atau asesmen khusus oleh psikolog pendidikan. Dengan intervensi yang tepat, seperti pengajaran berbasis multisensori atau dukungan tambahan, anak dengan Diskalkulia dapat belajar mengatasi tantangan mereka.
Diskalkulia bukanlah tanda kemalasan atau kurangnya motivasi, melainkan sebuah kondisi neurokognitif yang membutuhkan perhatian khusus. Dengan memahami gejala awal dan memberikan dukungan yang memadai, guru dan orang tua dapat membantu anak-anak ini meraih potensi mereka.
"Kita tidak bisa mengubah arah angin, tetapi kita bisa menyesuaikan layar kita untuk mencapai tujuan." - Dolly Parton
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H