Melalui proyek Dyslexia Keliling Nusantara, saya melihat anak-anak disleksia dari berbagai latar belakang. Mereka semua memiliki satu kesamaan: harapan untuk dipahami. Ketika saya berbicara dengan orang tua yang putus asa atau guru yang bingung, saya selalu mengingatkan mereka bahwa disleksia bukanlah sebuah akhir. Itu adalah awal dari cara berpikir yang berbeda, cara melihat dunia yang unik.
Sistem pendidikan kita perlu berubah. Kita harus berhenti memaksakan anak-anak untuk memenuhi standar yang tidak inklusif. Sebaliknya, kita harus menciptakan lingkungan yang mendukung, penuh empati, dan memberikan mereka alat untuk sukses, sesuai dengan kebutuhan mereka.
Seperti kata Nelson Mandela:
"Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia."
Jika kita gagal mengidentifikasi dan mendukung anak-anak disleksia, kita tidak hanya kehilangan potensi mereka, tetapi juga membebani masyarakat dengan biaya sosial yang tidak perlu. Saatnya kita berhenti menyalahkan mereka dan mulai memperbaiki sistem yang telah membuat mereka gagal. Karena setiap anak, tidak peduli seberapa sulit tantangannya, layak untuk dimengerti, didukung, dan diberi kesempatan untuk berhasil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H