Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Imam Setiawan adalah seorang pria visioner yang memiliki banyak mimpi besar dan tekad yang tak tergoyahkan. Semangat pantang menyerah yang ia miliki menjadi bahan bakar utama dalam setiap langkah hidupnya. Saat ini, Imam sedang menjalani fase penting dalam hidupnya, berusaha menjadi pribadi yang lebih kuat dengan mengalahkan batasan-batasan dirinya sendiri. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan magister dalam bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada tahun 2023, Imam membawa semangat belajarnya ke tingkat yang lebih tinggi. Di balik pencapaiannya, Imam menghadapi tantangan unik, yaitu hidup dengan disleksia dan ADHD. Namun, daripada melihatnya sebagai hambatan, Imam justru melihatnya sebagai warna yang memperkaya perjalanan hidupnya. Sebagai pendiri Rumah Pipit dan Komunitas Guru Seneng Sinau, Imam tidak hanya berbagi pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga menyebarkan inspirasi kepada para guru dan orang tua di seluruh penjuru Indonesia. Melalui proyek ambisius bertajuk “The Passion Project Disleksia Keliling Nusantara,” Imam berkomitmen untuk menjelajahi daerah-daerah pedalaman Indonesia, bertemu dengan anak-anak, guru, dan orang tua. Dalam perjalanan ini, ia berbagi ilmu dan pengalaman, dengan harapan memberikan kontribusi nyata dalam pendidikan serta memperkuat komunitas di daerah-daerah terpencil. Perjalanan ini tidak hanya menjadi sarana untuk berbagi, tetapi juga sebagai bentuk dedikasi Imam untuk membuka pintu bagi anak-anak yang ia yakini sebagai "pembuka kunci surga," mengilhami generasi muda untuk bermimpi dan berani menghadapi tantangan, tak peduli seberat apa pun itu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Ruang Kelas ke Balik Jeruji, Mengubah Nasib Mereka yang Terlupakan

2 Desember 2024   06:43 Diperbarui: 2 Desember 2024   06:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dari Ruang Kelas ke Balik Jeruji: Mengubah Nasib Mereka yang Terlupakan"

Apakah pernah terpikirkan oleh kita bahwa setengah dari penghuni penjara di dunia ini memiliki kondisi yang tidak dipilih, tetapi menjadi takdir yang mengubah jalan hidup mereka? Data menunjukkan bahwa 48% orang di penjara adalah disleksia

Sebuah angka yang mengejutkan, bukan? Angka ini bukan hanya sekadar statistik; ini adalah cerminan kegagalan sistemik kita kegagalan memahami, mendidik, dan merangkul keberagaman dalam cara seseorang belajar.

Ketika saya masih kecil, huruf-huruf di buku sekolah tampak seperti tarian acak yang tak bisa saya ikuti. Saya, seorang anak dengan disleksia dan ADHD, sering dilabeli sebagai "pemalas" atau "tidak pintar" hanya karena saya berbeda. 

Perjalanan itu sulit, dan saya tahu saya beruntung memiliki orang tua yang mendukung serta kesempatan untuk melawan stigma itu. Tapi, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki dukungan yang sama?

Penelitian menunjukkan bahwa 20% populasi dunia adalah disleksia, tetapi mereka mendominasi angka putus sekolah, kehamilan remaja, kecanduan, tunawisma, dan bahkan bunuh diri. Dalam sistem pendidikan kita, anak-anak disleksia seringkali tidak dikenali sejak dini. Mereka dianggap nakal, malas, atau tidak mau belajar.

Ketika seorang anak disleksia merasa gagal memahami pelajaran di kelas, mereka mulai mencari cara untuk bertahan. Sebagian memilih menjadi badut kelas, sebagian lagi menjadi pembangkang, dan sebagian memilih bersembunyi di balik bayang-bayang. Anak-anak yang bertindak keluar dari norma, terutama dari kelompok minoritas, sering kali dicap sebagai pengacau. Dari situ, jalan menuju "school-to-prison pipeline" dimulai.

Menurut laporan, biaya penahanan di Amerika Serikat mencapai lebih dari $1 triliun per tahun, dan $480 miliar di antaranya untuk narapidana disleksia. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa kegagalan kita untuk memahami disleksia sejak pendidikan dasar menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang luar biasa besar.

Di Inggris, sebuah program sederhana berhasil mengubah nasib narapidana disleksia. Program ini melibatkan narapidana yang literat membantu teman-temannya yang disleksia belajar membaca. Hasilnya luar biasa: tingkat keberhasilan rehabilitasi meningkat, dan angka residivisme menurun drastis.

Hal ini membuktikan bahwa memberikan kesempatan kepada orang disleksia untuk belajar sesuai dengan cara mereka memahami adalah kunci. Jika program seperti ini diterapkan di penjara, tempat penampungan tunawisma, dan pusat rehabilitasi di seluruh dunia, kita dapat mengubah hidup banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun