Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Imam Setiawan adalah seorang pria visioner yang memiliki banyak mimpi besar dan tekad yang tak tergoyahkan. Semangat pantang menyerah yang ia miliki menjadi bahan bakar utama dalam setiap langkah hidupnya. Saat ini, Imam sedang menjalani fase penting dalam hidupnya, berusaha menjadi pribadi yang lebih kuat dengan mengalahkan batasan-batasan dirinya sendiri. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan magister dalam bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada tahun 2023, Imam membawa semangat belajarnya ke tingkat yang lebih tinggi. Di balik pencapaiannya, Imam menghadapi tantangan unik, yaitu hidup dengan disleksia dan ADHD. Namun, daripada melihatnya sebagai hambatan, Imam justru melihatnya sebagai warna yang memperkaya perjalanan hidupnya. Sebagai pendiri Rumah Pipit dan Komunitas Guru Seneng Sinau, Imam tidak hanya berbagi pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga menyebarkan inspirasi kepada para guru dan orang tua di seluruh penjuru Indonesia. Melalui proyek ambisius bertajuk “The Passion Project Disleksia Keliling Nusantara,” Imam berkomitmen untuk menjelajahi daerah-daerah pedalaman Indonesia, bertemu dengan anak-anak, guru, dan orang tua. Dalam perjalanan ini, ia berbagi ilmu dan pengalaman, dengan harapan memberikan kontribusi nyata dalam pendidikan serta memperkuat komunitas di daerah-daerah terpencil. Perjalanan ini tidak hanya menjadi sarana untuk berbagi, tetapi juga sebagai bentuk dedikasi Imam untuk membuka pintu bagi anak-anak yang ia yakini sebagai "pembuka kunci surga," mengilhami generasi muda untuk bermimpi dan berani menghadapi tantangan, tak peduli seberat apa pun itu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Disleksia dan Domonasi Otak: Ketika Dunia Tak Sekaku Kiri dan Kanan

1 Desember 2024   11:26 Diperbarui: 1 Desember 2024   16:00 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Disleksia dan Dominasi Otak: Ketika Dunia Tak Sekaku Kiri dan Kanan"

Disleksia bukan sekadar tantangan dalam membaca atau menulis. Sebagai seorang yang hidup dengan disleksia, saya sering bertanya-tanya, apakah otak saya benar-benar berbeda? Apakah disleksia ini membuat saya lebih dominan pada otak kanan, seperti yang sering dibahas dalam teori dominasi otak? Pertanyaan ini membawa saya dalam perjalanan panjang untuk memahami bagaimana otak bekerja, khususnya dalam kaitannya dengan disleksia.

Teori dominasi otak (brain dominance theory) menyatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk lebih menggunakan satu sisi otaknya otak kiri atau otak kanan. Otak kiri sering diasosiasikan dengan logika, analisis, dan bahasa, sementara otak kanan lebih terkait dengan kreativitas, imajinasi, dan pemikiran holistik.

Dalam konteks disleksia, banyak orang percaya bahwa individu dengan disleksia cenderung lebih dominan pada otak kanan, yang menjelaskan mengapa mereka sering kreatif dan memiliki cara berpikir yang unik. Namun, penelitian ilmiah memberikan gambaran yang lebih kompleks.

Menurut Sally Shaywitz, seorang peneliti terkemuka di bidang disleksia, otak individu dengan disleksia menunjukkan aktivitas yang berbeda saat membaca. Pemindaian otak menunjukkan bahwa disleksia bukan tentang dominasi otak kanan atau kiri, tetapi tentang kurangnya komunikasi yang efisien antara area otak yang bertanggung jawab untuk pemrosesan bahasa. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam decoding kata, meskipun kemampuan berpikir abstrak dan kreatif sering kali sangat menonjol.

Sebagai seseorang yang memiliki disleksia, saya sering merasa terjebak dalam kebingungan antara dunia "logis" dan "kreatif". Saat di sekolah, guru-guru sering mengatakan saya "tidak fokus" atau "tidak sesuai standar akademik". Namun, ketika diberikan kesempatan untuk membuat sesuatu yang kreatif, saya mampu menunjukkan keunggulan saya.

Salah satu momen yang paling membekas dalam hidup saya adalah ketika saya belajar menggunakan peta pikiran (mind map) untuk mengorganisasi ide. Ketika metode linear tidak berhasil, cara visual ini membantu saya memahami konsep-konsep yang sulit. Dalam proses ini, saya menyadari bahwa disleksia bukanlah masalah dominasi otak kanan atau kiri, tetapi tentang bagaimana otak saya memproses informasi dengan caranya sendiri.

Beberapa studi, termasuk penelitian oleh Gordon Sherman dan Marianne Wolf, menunjukkan bahwa otak individu dengan disleksia sering memiliki kelebihan dalam hal berpikir spasial, kreativitas, dan pemecahan masalah yang tidak konvensional. 

Hal ini menjelaskan mengapa banyak tokoh terkenal seperti Albert Einstein, Leonardo da Vinci, dan Steven Spielberg adalah disleksik. Mereka membuktikan bahwa disleksia tidak menghalangi mereka untuk mencapai hal-hal besar.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa kekuatan ini hanya dapat muncul jika individu dengan disleksia mendapatkan dukungan yang tepat. Dalam pengalaman saya, dukungan dari keluarga dan teman yang percaya pada potensi saya telah membuat perbedaan besar. Saya belajar bahwa tantangan bukanlah akhir dari segalanya; itu hanyalah awal dari perjalanan untuk menemukan cara unik saya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun