Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Dari Keterbatasan menjadi Kekuatan : Melihat Dunia dengan cara Berbeda

29 November 2024   07:59 Diperbarui: 28 November 2024   18:59 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dari Keterbatasan Menjadi Kekuatan: Melihat Dunia dengan Cara yang Berbeda"

"Keterbatasan bukanlah akhir dari cerita, melainkan awal dari perjalanan luar biasa."

Sebagai anak kecil, aku tidak pernah tahu bahwa aku berbeda. Tidak ada yang memberitahuku bahwa cara otakku bekerja tidak seperti teman-temanku. Aku hanya tahu bahwa membaca itu sulit, angka terasa membingungkan, dan tugas sekolah sering kali menjadi medan perang tanpa akhir. Guruku bingung. Orang tuaku, meskipun penuh cinta, juga tidak tahu apa yang salah. Aku pun bertanya-tanya, "Mengapa aku tidak seperti anak-anak lain?"

Anak-anak seperti aku, yang neurodivergen, sering tumbuh dalam ketidaktahuan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Otak kita bekerja dengan cara yang unik, penuh warna, dan berbeda. Namun, saat kecil, semua itu hanya terasa seperti kegagalan. Ketika huruf-huruf menari di depan mataku, dunia mengatakan aku malas. Ketika aku tidak bisa fokus di kelas, label "nakal" pun dengan mudah disematkan.

Aku ingin berteriak, "Aku bukan bodoh! Aku hanya berpikir dengan cara yang berbeda!" Tapi suaraku tenggelam di tengah stigma, ketidaktahuan, dan sistem pendidikan yang tidak siap menerima keunikan seperti diriku.

Tahun-tahun berlalu, dan perlahan aku mulai menyadari bahwa apa yang dulu dianggap sebagai "kekurangan" ternyata adalah bagian dari siapa aku sebenarnya. Keterbatasanku dalam membaca membuatku pandai mendengar. Kesulitanku dalam fokus membuatku melihat hal-hal yang mungkin terlewat oleh orang lain. Aku belajar mengolah ide-ide kreatif karena cara berpikirku yang "tidak biasa."

Disability? Tidak lagi. Kini aku menyebutnya "superpower."

Aku belajar bahwa label tidak menentukan nilai seseorang. Dunia mungkin melihatku dengan pandangan simpati atau bahkan skeptis, tapi aku memilih untuk menunjukkan bahwa ada kekuatan di balik semua ini.

"Anak-anak tidak membutuhkan kesempurnaan untuk sukses, mereka hanya membutuhkan seseorang yang percaya bahwa mereka bisa."

Bagi para orang tua, aku ingin mengatakan ini: Jangan pernah menyerah pada anak-anak kalian. Ketika mereka terlihat "berbeda," mungkin mereka hanya membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Ketika anak-anak itu tampak sulit dipahami, percayalah bahwa di balik kesulitan itu ada potensi yang luar biasa menunggu untuk ditemukan.

Dunia memandang anak-anak neurodivergen seperti aku dengan mata yang penuh kesalahan. Mereka hanya melihat masalah, bukan peluang. Namun, anak-anak seperti kami memiliki cara unik untuk melihat dunia---cara yang bisa mengubah hal biasa menjadi luar biasa.

Hari ini, aku berdiri di sini, bangga dengan siapa diriku. Aku ingin memberitahu semua orang, terutama anak-anak yang merasa "tidak cukup baik" di dunia yang penuh tuntutan ini:
"Kamu lebih dari cukup. Kelemahanmu bukan kutukan, itu adalah bagian dari kekuatanmu yang belum terasah."

Jadi, mari ubah pandangan tentang "keterbatasan." Jangan biarkan label atau opini dunia menghentikanmu. Setiap anak adalah unik, dan setiap perjuangan adalah langkah menuju potensi terbaik yang dimiliki.

"Aku mungkin berbeda, tetapi dari perbedaan inilah aku belajar menjadi luar biasa."

Teruslah berjalan, karena dunia membutuhkan caramu melihatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun