Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bukan ADHD, Hanya Label: Mengungkap Kebenaran yang Sering Terabaikan

28 November 2024   17:19 Diperbarui: 28 November 2024   17:26 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan ADHD, Hanya Label: Mengungkap Kebenaran yang Sering Terabaikan

"Berbeda itu bukan salah. Kita hanya melihat dunia dari jendela yang berbeda." --- Imam Setiawan

Ketika kecil, hidup saya penuh dengan label: bodoh, nakal, malas, bahkan autis. Kata-kata itu datang dari guru, teman, bahkan orang-orang terdekat yang tidak benar-benar memahami apa yang terjadi dalam diri saya. Pada usia sembilan tahun, diagnosis disleksia dan ADHD datang seperti badai yang meluluhlantakkan, sekaligus seperti lentera yang menerangi kegelapan. Akhirnya, saya memahami mengapa dunia saya terasa begitu kacau, penuh tantangan, dan berbeda dari orang lain. Tapi itu bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari perjuangan panjang untuk menerima diri sendiri.

Belakangan ini, saya sering merasa gelisah melihat perkembangan di sekitar kita. Media sosial dipenuhi dengan konten tentang ADHD yang diringkas menjadi "mudah terdistraksi" atau "lupa naruh kunci." Ada orang-orang yang, tanpa diagnosis yang jelas, mengklaim memiliki ADHD hanya karena mereka merasa kesulitan fokus atau lupa hal-hal kecil. Fenomena ini membuat kondisi serius seperti ADHD seolah menjadi tren sebuah label yang digunakan sebagai alasan untuk setiap ketidaksempurnaan.

Bukan Hanya Soal Label
Sebagai seseorang yang benar-benar hidup dengan ADHD dan disleksia, saya ingin mengatakan ini: ADHD bukanlah sekadar tidak bisa diam atau terlalu banyak pikiran. ADHD adalah realitas yang jauh lebih kompleks---perjuangan melawan otak yang terus-menerus bergerak seperti kereta tanpa rem. Itu adalah rasa frustrasi karena melupakan janji penting, meskipun kamu telah mencatatnya berulang kali. Itu adalah kekacauan internal yang tidak bisa dijelaskan kepada orang lain.

Namun, ADHD juga mengajarkan saya bahwa ada keindahan dalam kekacauan ini. Pikiran saya mungkin sibuk, tetapi dari kesibukan itu lahir ide-ide tak terduga, cara pandang yang unik, dan energi yang tidak mudah padam. Tidak semua orang perlu label untuk merasa berharga, tapi mereka yang benar-benar hidup dengan kondisi ini tahu bahwa label bukan sekadar tren. Itu adalah alat untuk memahami diri, bukan alasan untuk menyerah.

Kita Lebih dari Sekadar Label
Penting untuk diingat bahwa label, baik itu ADHD, disleksia, atau yang lainnya, bukanlah penentu identitas kita. Label hanya membantu kita memahami diri kita lebih baik, tetapi itu tidak boleh menjadi alasan untuk membatasi diri. Saya pernah merasa terjebak dalam label-label ini. Saya marah pada diri sendiri karena tidak bisa membaca seperti teman-teman saya. Saya merasa kecil ketika terus ditegur karena melupakan tugas sederhana. Tapi dalam perjalanan saya, saya belajar bahwa perjuangan adalah bahan bakar.

Ayah saya pernah berkata, "Kamu punya cara sendiri untuk sampai ke tujuan, Imam. Jangan takut berbeda." Kata-kata itu menjadi pengingat bahwa setiap orang memiliki jalan mereka sendiri, dengan atau tanpa label.

Mengenal Diri Lebih Dalam
Jika kamu merasa terganggu, bingung, atau berbeda, itu bukan berarti kamu memiliki gangguan seperti ADHD. Tidak setiap tantangan adalah masalah neurologis yang membutuhkan diagnosis. Hidup ini memang penuh dengan rintangan, dan itu adalah bagian dari pengalaman manusia. Daripada buru-buru mencari label untuk merasa dimengerti, lebih baik kita mencari pemahaman mendalam tentang diri sendiri.

Tidak semua orang dengan sifat impulsif atau pelupa memiliki ADHD, sama seperti tidak semua orang yang kesulitan membaca memiliki disleksia. Tetapi kita semua memiliki tanggung jawab untuk memahami diri kita, menerima kelemahan kita, dan menemukan kekuatan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun