"Menyalakan Lentera di Hari Guru: Perjalanan Semangat Guru penyandang Disleksia dan ADHD"
Hari Guru Nasional bukan sekadar perayaan bagi saya. Ia adalah momen refleksi atas perjalanan panjang saya sebagai seorang guru anak berkebutuhan khusus (ABK) selama lebih dari 15 tahun.
Sebagai seorang penyandang disleksia dan ADHD, menjadi seorang guru adalah tantangan sekaligus hadiah yang membentuk hidup saya.
Saya ingin berbagi, bukan untuk menginspirasi semata, tetapi untuk menunjukkan bahwa setiap perjuangan adalah lentera bagi orang lain.
Ketika kecil, saya kerap dianggap "berbeda." Di sekolah, huruf-huruf di buku seolah menari, dan perhatian saya melayang seperti daun diterbangkan angin.
Diagnosa disleksia dan ADHD di usia 9 tahun mengubah cara saya melihat dunia bukan sebagai kelemahan, tetapi tantangan untuk dihadapi.
Ayah saya selalu berkata, "Imam, fokuslah pada apa yang kamu bisa, bukan pada apa yang dunia katakan kamu tidak bisa."
Kalimat itu menjadi kompas saya, terlebih saat memutuskan menjadi guru ABK.
Saya tahu betapa beratnya dunia bagi anak-anak yang merasa tidak dimengerti. Saya ingin menjadi sosok yang saya butuhkan saat kecil---guru yang tidak hanya mengajar, tetapi memahami.
Sejak 2017, proyek Dyslexia Keliling Nusantara telah membawa saya ke berbagai pelosok Indonesia, dari desa terpencil hingga kota-kota besar.