Jika Aku Menjadi Menteri Pendidikan Khusus: Mewujudkan Harapan Anak yang Terpinggirkan
Pernahkah Anda melihat seorang anak menatap buku dengan bingung, seolah huruf-huruf di halaman itu menari tak karuan?Â
Pernahkah Anda menyaksikan seorang anak yang tak bisa duduk diam di kelas, matanya melompat dari satu sudut ke sudut lain, pikirannya sibuk menjelajah alam semesta?Â
Anak itu mungkin tampak seperti masalah bagi sebagian orang terlalu lamban, terlalu gaduh, terlalu berbeda. Tapi tahukah Anda? Anak itu adalah aku.Â
Aku, seorang anak dengan disleksia dan ADHD, yang dulu sering dianggap malas, lamban, atau tak mampu. Namun, aku ingin mengatakan dengan lantang: Aku bukan masalah. Aku adalah tantangan yang membutuhkan pemahaman.
Ketika masih kecil, aku sering merasa seperti berada di dunia yang tidak pernah dirancang untukku. Huruf-huruf di buku melompat, berputar, dan menolak untuk tinggal diam, seakan mereka memiliki kehidupan sendiri.Â
Di saat teman-teman sebayaku dengan mudah membaca, aku justru berjuang melawan rasa frustrasi dan malu. Saat itu, aku bertanya-tanya, "Apa yang salah denganku? Mengapa aku tidak bisa seperti mereka?"Â
Pertanyaan-pertanyaan itu menghantuiku setiap malam, membuatku merasa kecil di dunia yang tampaknya terlalu besar untukku.
Tapi hidup adalah guru terbaik. Aku belajar bahwa aku tidak sendirian. Ada begitu banyak anak di luar sana yang menghadapi tantangan serupa. Mereka yang dicap "bermasalah," "tidak pintar," atau bahkan "tidak layak."Â
Seiring waktu, aku menyadari bahwa apa yang mereka butuhkan bukanlah kritik atau hukuman, tetapi seseorang yang melihat mereka dengan mata yang penuh pengertian.