"Satu Otak, Dua Cerita: Memahami Kaitan Neurologis Antara Disleksia dan ADHD"
"Tidak ada otak yang salah, hanya cara berpikir yang berbeda." Kutipan ini mencerminkan perjalanan saya sebagai seorang penyandang disleksia dan ADHD. Dua kondisi ini, meskipun tampak berbeda di permukaan, memiliki akar neurologis yang saling terkait. Dari pengalaman pribadi hingga penelitian ilmiah, saya ingin berbagi tentang bagaimana keduanya saling berhubungan, serta apa yang bisa kita pelajari dari kesamaan ini.
Disleksia dan ADHD sama-sama merupakan kondisi neurodevelopmental, artinya keduanya berkaitan dengan perkembangan otak. Penelitian menunjukkan bahwa otak individu dengan disleksia dan ADHD menunjukkan aktivitas yang tidak biasa di area tertentu, terutama di bagian lobus frontal, gyrus angular, dan jaringan penghubung antarbagian otak.
Menurut Dr. Sally Shaywitz, seorang ahli disleksia dari Yale Center for Dyslexia and Creativity, disleksia melibatkan kesulitan dalam pemrosesan bahasa di area temporoparietal otak. Sementara itu, ADHD, seperti yang dijelaskan oleh Dr. Russell Barkley, seorang ahli ADHD, berkaitan dengan gangguan pada sistem fungsi eksekutif yang melibatkan perhatian, perencanaan, dan pengendalian impuls.
Yang menarik, kedua kondisi ini memiliki satu kesamaan mendasar: disfungsi dalam pemrosesan perhatian dan ingatan kerja. Penelitian oleh Willcutt et al. (2010) menemukan bahwa sekitar 25-40% individu dengan disleksia juga memiliki ADHD, menunjukkan tingkat komorbiditas yang cukup tinggi.
Sebagai seseorang dengan disleksia dan ADHD, saya sering merasa seperti menghadapi labirin tanpa peta. Ketika mencoba membaca, huruf-huruf seperti menari, menghilang, atau berubah bentuk. Di sisi lain, ADHD membuat saya kesulitan untuk fokus, seolah ada ribuan suara yang berebut perhatian di kepala saya.
Namun, keduanya juga mengajarkan saya untuk memahami pola kerja otak saya yang unik. Saya belajar bahwa kesulitan bukanlah kelemahan, melainkan tantangan yang harus dipahami dan ditaklukkan. Dalam proses ini, saya menyadari bahwa kemampuan untuk berpikir kreatif dan melihat dunia dengan cara yang berbeda adalah anugerah, bukan beban.
Penelitian lain oleh Stevenson et al. (2006) menunjukkan bahwa individu dengan disleksia dan ADHD memiliki kesamaan dalam:
- Ingatan kerja yang rendah -- memengaruhi kemampuan untuk menyimpan informasi dalam waktu singkat.
- Kesulitan dalam perhatian selektif -- sulit memfilter informasi yang relevan dari yang tidak relevan.
- Kesulitan dalam pengaturan emosi -- sering merasa frustrasi karena tidak mampu memenuhi ekspektasi.
Namun, mereka juga menemukan bahwa individu dengan kombinasi disleksia dan ADHD sering menunjukkan kreativitas yang luar biasa dan kemampuan untuk berpikir "di luar kotak." Hal ini disebabkan karena otak mereka terbiasa mencari solusi alternatif ketika menghadapi masalah yang tampak sederhana bagi orang lain.
Pengalaman pribadi saya mengajarkan bahwa memahami diri sendiri adalah langkah pertama menuju penerimaan. Orang sering melihat disleksia sebagai "kesulitan membaca" dan ADHD sebagai "masalah perhatian," tetapi mereka jarang melihat lebih jauh bahwa kedua kondisi ini adalah manifestasi unik dari cara otak bekerja.
Sebagai guru dan aktivis pendidikan, saya bertemu banyak anak dengan kondisi serupa. Mereka sering merasa "tidak cukup baik" karena stigma dan kurangnya pemahaman di lingkungan mereka. Tetapi, ketika saya menceritakan kisah saya, mata mereka berbinar. Mereka merasa ada harapan, bahwa "kekurangan" mereka bukanlah akhir dari segalanya.
Dukungan dan strategi yang tepat dapat membantu individu dengan disleksia dan ADHD untuk berkembang. Beberapa pendekatan yang saya gunakan dan ajarkan meliputi:
- Teknik multisensori: Menggabungkan visual, audio, dan gerakan untuk belajar.
- Manajemen waktu: Membuat jadwal sederhana yang terstruktur.
- Latihan mindfulness: Membantu fokus dan mengelola emosi.
Dalam dunia pendidikan, penting untuk mengadopsi pendekatan yang menghargai keberagaman cara belajar. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Edward Hallowell, seorang ahli ADHD, "Anak-anak dengan ADHD dan disleksia bukan rusak, mereka hanya berbeda."
Disleksia dan ADHD bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan untuk mengenal diri sendiri. Dari pengalaman saya, saya ingin mengingatkan Anda bahwa setiap otak adalah unik. Apa yang dianggap sebagai kelemahan, jika dilihat dari sudut yang berbeda, bisa menjadi kekuatan yang luar biasa.
"Otak kami sibuk, mungkin terlalu sibuk, tetapi dari kekacauan itu lahir ide-ide besar."
Semoga tulisan ini menginspirasi Anda untuk melihat bahwa setiap tantangan memiliki makna, dan setiap perbedaan adalah potensi yang menunggu untuk digali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H