Decoding Disleksia: Menyingkap Cara Otak Membaca dan Tantangan di Baliknya
Disleksia bukan sekadar kesulitan membaca; ia merupakan perjalanan unik yang dimulai dari dalam otak, melibatkan cara berbeda seseorang dalam memahami huruf, kata, dan makna. Ketika seseorang membaca, otak memproses informasi visual menjadi suara dan makna melalui serangkaian tahap kompleks yang biasanya berlangsung sangat cepat.
Namun, bagi individu dengan disleksia, proses ini mengalami hambatan yang membuat aktivitas membaca menjadi penuh tantangan. Mengapa hal ini terjadi? Apa yang sesungguhnya terjadi di dalam otak mereka?
Para ahli neurosains dan pendidikan, termasuk Dr. Sally Shaywitz dari Yale University, telah lama mempelajari fenomena ini dan menunjukkan bahwa disleksia berkaitan dengan keterlambatan atau kurangnya aktivitas di bagian otak yang berperan dalam decoding, yaitu proses menghubungkan bentuk visual huruf dengan bunyinya.
Pada otak yang tipikal, area seperti left posterior regions berfungsi dengan cepat untuk mengenali dan mengelompokkan huruf menjadi kata, serta menerjemahkan kata menjadi makna. Namun, pada individu disleksik, area ini kurang aktif atau bekerja secara tidak efisien, menyebabkan mereka membutuhkan lebih banyak waktu dan upaya hanya untuk memahami kata-kata sederhana.
Penelitian dengan pemindaian otak oleh Dr. Guinevere Eden dari Georgetown University menggunakan Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) untuk mengungkap perbedaan signifikan antara otak pembaca disleksik dan non-disleksik. Dr. Eden menemukan bahwa individu dengan disleksia cenderung menunjukkan aktivitas rendah di area parieto-temporal dan occipito-temporal, dua area yang sangat penting dalam penguraian (decoding) dan pemahaman kata. Menariknya, otak mereka sering kali mengandalkan area yang seharusnya tidak terkait langsung dengan pembacaan, menunjukkan bahwa otak berusaha mencari jalur alternatif untuk mengatasi kesulitan dalam memahami teks.
Penelitian Dr. Shaywitz dan Dr. Eden, serta para ahli lain, memperlihatkan bahwa disleksia bukanlah indikator kecerdasan rendah atau kemalasan.
Sebaliknya, disleksia menunjukkan bahwa otak memiliki cara yang unik untuk memahami dan memproses informasi.
Otak individu disleksik cenderung menggunakan strategi kompensasi, mengandalkan area lain yang meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan problem-solving.
Hal ini sering menciptakan pola pikir yang fleksibel dan pandangan yang berbeda terhadap masalah, yang bisa menjadi kekuatan dalam situasi yang membutuhkan sudut pandang non-konvensional.