Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Makna Terlahir Tanpa Huruf dan Angka

1 Oktober 2024   15:19 Diperbarui: 1 Oktober 2024   15:36 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ketika makna terlahir tanpa huruf dan angka, dunia berbicara dengan caranya sendiri dalam rasa, imajinasi, dan pemahaman yang melampaui batas kata dan hitungan."

Hidup saya selalu dipenuhi dengan pertanyaan yang tak pernah berhenti, "Mengapa saya berbeda?" Sejak kecil, huruf-huruf di buku seperti menari di atas halaman, saling bertukar tempat, menyatu dan berpisah dalam kekacauan yang hanya saya yang bisa melihatnya. Saya, seorang anak yang didiagnosis dengan disleksia dan ADHD, menjalani hari-hari di sekolah seperti berada dalam lautan yang tak pernah bisa saya pelajari cara berenangnya. Orang bilang membaca itu mudah, tapi bagi saya, huruf-huruf adalah misteri yang sulit terpecahkan, seolah mereka menolak menjadi bagian dari dunia saya.

Namun, di tengah semua kebingungan itu, saya menemukan sesuatu yang tidak diajarkan di sekolah. Saya menemukan bahwa makna tidak selalu membutuhkan huruf, dan ide-ide tidak selalu diwakili oleh angka. Di luar halaman-halaman buku, di balik perhitungan rumit yang tak pernah bisa saya kuasai, ada dunia yang jauh lebih luas. Dunia tempat pikiran bisa mengalir bebas, tempat makna bisa terlahir tanpa batasan simbol-simbol yang ditetapkan orang lain.

Saya ingat betapa frustrasinya saat saya harus berjuang untuk fokus, mencoba menenangkan otak yang selalu "sibuk sekali." Dalam kepala saya, ada ribuan ide yang bertabrakan, melompat-lompat seperti bola yang terpental tak beraturan. ADHD mengajarkan saya tentang ketidakteraturan, tapi di balik kekacauan itu, saya menemukan warna. Pikiran saya yang penuh ide dan gagasan mungkin tampak seperti kekacauan bagi orang lain, tapi bagi saya, itulah dunia yang penuh kemungkinan. Saya bisa melihat pola di tempat yang orang lain mungkin tidak akan pernah bayangkan.

Saya tidak akan bohong; perjalanan ini tidak pernah mudah. Ada hari-hari ketika saya merasa seperti gagal total. Saya merasa bodoh, ditinggalkan, dan tidak dimengerti. Guru-guru saya seringkali tidak tahu bagaimana cara menangani saya. Di kelas, saya dianggap pengganggu karena sulit duduk diam, sementara di rumah, saya sering dianggap tidak peduli karena tidak bisa fokus. Saya tahu betapa kerasnya suara-suara di sekitar yang menghakimi, menyebut saya "anak malas" atau "anak bermasalah."

Namun, di balik semua itu, saya menemukan kekuatan yang tidak mereka lihat. Saya belajar bahwa saya bisa berpikir secara berbeda. Saya bisa menciptakan sesuatu dari yang tidak terduga, memecahkan masalah dengan cara yang tidak biasa, dan menemukan solusi yang tidak akan ditemukan oleh orang lain. Apa yang mereka lihat sebagai kekurangan, saya pelajari sebagai kekuatan super. Saya adalah seorang pemecah masalah alami, seseorang yang tidak pernah takut untuk mencoba sesuatu yang baru karena saya tahu cara berpikir saya unik.

Makna bisa terlahir dari kreativitas yang tidak berbentuk huruf atau angka. Makna bisa muncul dari interaksi dengan dunia, dari rasa penasaran, dari keberanian untuk bertanya dan menantang cara-cara lama. Makna datang dari pengalaman hidup, bukan hanya dari buku teks. Ketika saya bekerja dengan anak-anak yang juga menghadapi kesulitan yang sama, saya melihat diri saya dalam mereka. Saya melihat ketakutan, frustrasi, dan rasa tidak berdaya, tetapi saya juga melihat potensi yang luar biasa.

Saya percaya, setiap anak memiliki kekuatan yang tidak selalu bisa diukur dengan angka. Mereka mungkin tidak bisa membaca dengan lancar atau menghitung cepat, tetapi mereka bisa menciptakan dunia baru dari cara mereka melihat kehidupan. Sama seperti saya, mereka mungkin menghadapi rintangan yang tampaknya tak teratasi, tetapi di balik setiap tantangan itu ada makna yang menunggu untuk ditemukan.

Dari perjalanan saya, saya belajar bahwa hidup tidak harus selalu didefinisikan oleh standar yang telah ditetapkan orang lain. Kita, yang berpikir berbeda, bisa memberikan makna pada hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Dan saya di sini untuk mengatakan kepada setiap anak, setiap orang tua, setiap guru yang merasa putus asa, jangan menyerah. Ada dunia yang penuh makna di luar huruf dan angka.

Karena sejatinya, makna bukanlah sesuatu yang bisa dipenjara dalam batasan kata-kata atau angka-angka. Makna terlahir dari pengalaman, dari perasaan, dari perjuangan yang kita lalui setiap hari. Dan bagi saya, sebagai seorang disleksia dan ADHD, itulah dunia yang paling indah. Dunia di mana makna bisa muncul tanpa harus ditulis, di mana ide bisa berbicara tanpa harus dihitung, dan di mana kita bisa melihat potensi di dalam diri yang sering kali terlewatkan oleh mata orang lain.

Makna sejati bukanlah tentang seberapa baik kita bisa membaca, menulis, atau berhitung. Makna terletak dalam bagaimana kita menjalani hidup, dalam cara kita bertahan, dan dalam bagaimana kita menggunakan perbedaan kita sebagai kekuatan. Ketika makna terlahir tanpa huruf dan angka, di situlah kita menemukan siapa diri kita sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun