Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Imam Setiawan adalah seorang pria visioner yang memiliki banyak mimpi besar dan tekad yang tak tergoyahkan. Semangat pantang menyerah yang ia miliki menjadi bahan bakar utama dalam setiap langkah hidupnya. Saat ini, Imam sedang menjalani fase penting dalam hidupnya, berusaha menjadi pribadi yang lebih kuat dengan mengalahkan batasan-batasan dirinya sendiri. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan magister dalam bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada tahun 2023, Imam membawa semangat belajarnya ke tingkat yang lebih tinggi. Di balik pencapaiannya, Imam menghadapi tantangan unik, yaitu hidup dengan disleksia dan ADHD. Namun, daripada melihatnya sebagai hambatan, Imam justru melihatnya sebagai warna yang memperkaya perjalanan hidupnya. Sebagai pendiri Rumah Pipit dan Komunitas Guru Seneng Sinau, Imam tidak hanya berbagi pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga menyebarkan inspirasi kepada para guru dan orang tua di seluruh penjuru Indonesia. Melalui proyek ambisius bertajuk “The Passion Project Disleksia Keliling Nusantara,” Imam berkomitmen untuk menjelajahi daerah-daerah pedalaman Indonesia, bertemu dengan anak-anak, guru, dan orang tua. Dalam perjalanan ini, ia berbagi ilmu dan pengalaman, dengan harapan memberikan kontribusi nyata dalam pendidikan serta memperkuat komunitas di daerah-daerah terpencil. Perjalanan ini tidak hanya menjadi sarana untuk berbagi, tetapi juga sebagai bentuk dedikasi Imam untuk membuka pintu bagi anak-anak yang ia yakini sebagai "pembuka kunci surga," mengilhami generasi muda untuk bermimpi dan berani menghadapi tantangan, tak peduli seberat apa pun itu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah "Neraka": Kertas Kusam Guru...

27 September 2024   13:11 Diperbarui: 27 September 2024   13:15 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Kelas Individual Pak Imam/dokpri

Ketika saya mengatakan "bullshit" bahwa di sekolah kalian tidak ada anak berkebutuhan khusus, beberapa dari kalian terkejut. Saya tegaskan lagi: "Bullshit kalau di sekolah kalian tidak ada anak disleksia, bullshit kalau tidak ada anak ADHD." Jawaban kalian sering kali datang dengan nada bangga, seperti, "Tapi, Pak Imam, sekolah kami bukan sekolah inklusi. Kami sekolah internasional, sekolah kami berstandar nasional, kami sekolah penggerak dengan guru-guru bersertifikasi dan berprestasi." Jawaban-jawaban ini terdengar megah, tetapi di baliknya tersimpan kenyataan pahit: kebanggaan itu hanyalah tameng ketidaktahuan.

Sedih rasanya mendengar jawaban-jawaban seperti itu. Kalian merasa sudah menjadi guru yang hebat, terlatih, dan berprestasi. Namun, ketika ditanya tentang anak berkebutuhan khusus, kebanyakan dari kalian hanya terdiam atau menggeleng. Banyak dari kalian bahkan tidak tahu apa itu disleksia, apalagi ADHD atau diskalkulia. Ironisnya, beberapa dari kalian yang mengajar di sekolah luar biasa pun masih belum paham sepenuhnya tentang konsep anak berkebutuhan khusus. Prestasi di atas kertas tidak ada artinya jika kalian gagal memahami kebutuhan anak-anak yang ada di depan kalian setiap hari.

Saya bukan guru paling pintar, bukan pakar pendidikan yang paling tahu, dan bukan terapis terkenal. Saya hanya ingin kalian menyadari satu hal: di kelas kalian, tanpa disadari, pasti ada anak yang berkebutuhan khusus. Mungkin mereka belum terdiagnosis. Mereka mungkin disleksia, diskalkulia, ADHD, atau mungkin gifted. Mereka ada, dan mereka membutuhkan perhatian kalian. Saya hanyalah guru biasa yang juga kebetulan menyandang disleksia dan ADHD. Tidak masalah jika kalian tidak percaya atau tidak mau mendengarkan saya, tapi tolong, buka mata kalian, lihat lebih dekat pada anak-anak yang kalian ajar.

Saya sudah biasa dicueki, sudah biasa tidak dihargai. Pendapat saya mungkin sering dianggap angin lalu oleh banyak guru, tetapi saya tidak berhenti bersuara. Kalian tidak sadar bahwa dengan mengabaikan anak-anak ini, kalian sedang membiarkan mutiara-mutiara bangsa kita tenggelam dalam kegelapan. Kalian seringkali menganggap mereka sebagai anak bodoh, malas, atau bermasalah. Padahal, yang mereka butuhkan hanyalah pemahaman dan dukungan agar mereka bisa bersinar seperti anak-anak lainnya.

Mungkin kalian berpikir bahwa karena sekolah kalian bukan sekolah inklusi, kalian tidak perlu memahami anak berkebutuhan khusus. Itu adalah kesalahan besar. Setiap sekolah, apapun labelnya, pasti memiliki anak-anak dengan berbagai tantangan. Kalian, sebagai guru, adalah garda terdepan. Mungkin kalian tidak bisa menjadi ahli dalam setiap kondisi, tapi setidaknya, buka hati dan pikiran untuk mengenali bahwa mereka ada. Jangan hanya terpaku pada sertifikasi atau label, karena kepedulian dan empati tidak bisa diajarkan dalam pelatihan formal.

Saya sering bertemu dengan guru-guru yang begitu bangga akan titel dan prestasi mereka, namun ironisnya, mereka buta terhadap masalah yang ada di depan mata. Mereka berpikir bahwa keberhasilan seorang guru diukur dari seberapa baik siswa mendapatkan nilai tinggi atau memenangkan lomba akademis. Tapi, apakah itu cerminan keberhasilan sejati? Apakah kalian benar-benar bisa disebut berhasil jika masih ada anak yang tertinggal karena kalian tidak memahami kebutuhan mereka?

Kebanggaan pada gelar dan sertifikasi itu penting, namun jangan sampai hal itu membuat kalian lupa pada misi sejati seorang guru: membantu setiap anak mencapai potensinya, termasuk mereka yang memiliki tantangan yang tidak kasat mata. Pendidikan bukan hanya soal penguasaan materi pelajaran, melainkan juga soal pemahaman bahwa setiap anak itu unik, bahwa setiap perjuangan itu berharga. Anak-anak yang kalian anggap bermasalah mungkin sebenarnya adalah mereka yang paling butuh perhatian dan tangan kalian untuk bangkit.

Ketika saya berbicara dengan guru-guru di berbagai tempat, saya selalu menekankan satu hal: anak berkebutuhan khusus bukan masalah yang harus dihindari, mereka adalah tanggung jawab kita sebagai pendidik. Tidak peduli apakah kalian bekerja di sekolah internasional, nasional, atau sekolah penggerak, mereka ada di sana. Dan jika kita terus mengabaikan mereka, kita bukan hanya gagal sebagai pendidik, tetapi juga gagal sebagai manusia.

Mungkin kalian merasa tidak perlu mendengar kata-kata dari seorang guru yang juga penyandang disleksia dan ADHD seperti saya. Namun, saya berharap kalian mau membuka mata terhadap kenyataan bahwa masih banyak anak yang terjebak dalam sistem yang tidak memahami mereka. Mungkin saat ini, mereka adalah anak-anak yang kalian anggap bermasalah. Tapi siapa yang tahu, dengan sedikit perhatian dan dukungan, mereka bisa menjadi cahaya yang paling terang di masa depan.

Jadi, apakah benar di sekolah kalian tidak ada anak berkebutuhan khusus?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun