Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Disleksia dan Sekolah

26 September 2024   08:06 Diperbarui: 28 September 2024   12:18 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak kelas individual pak imam. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Begitulah saya merasa selama bertahun-tahun. Saya diajarkan untuk percaya bahwa saya tidak mampu, bahwa saya lebih rendah dari yang lain hanya karena saya tidak bisa membaca seperti mereka. 

Namun, kini saya tahu bahwa dengan dukungan yang tepat, disleksia tidak harus menjadi penghalang. Dengan bantuan yang benar, kami bisa tumbuh menjadi individu yang percaya diri, menemukan potensi yang tersembunyi di balik kekurangan kami, dan mungkin bahkan mencapai hal-hal yang luar biasa.

Disleksia bukanlah kutukan. Di balik tantangan membaca, tersembunyi kelebihan-kelebihan yang sering kali tidak disadari. Anak-anak dengan disleksia sering kali memiliki kemampuan verbal yang luar biasa, kesadaran spasial yang tajam, dan imajinasi visual yang luar biasa. 

Bakat-bakat ini hanya menunggu untuk ditemukan dan dikembangkan, tetapi itu hanya bisa terjadi jika sistem pendidikan kita memberi mereka kesempatan yang layak. 

Kita harus melepaskan pandangan kuno yang mengharuskan seorang anak gagal dulu sebelum dikenali kebutuhannya. Anak-anak seperti saya tidak perlu gagal; kami hanya butuh kesempatan untuk berkembang, untuk dipahami, dan untuk dihargai apa adanya.

Saya percaya bahwa jika kita mulai melihat disleksia bukan sebagai hambatan, tetapi sebagai peluang untuk melihat dunia dari sudut yang berbeda, kita akan menemukan potensi luar biasa di balik tantangan ini. 

Saya berharap suatu hari nanti, tidak ada lagi anak yang merasa seperti saya dulu merasa tertinggal, merasa gagal, hanya karena dunia belum siap untuk memahami mereka.

“Hapus kata-kata seperti "bodoh", "bodoh", dan "tertantang" dari kosakata Kalian”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun