Mohon tunggu...
Imam BukhÖri Muslim
Imam BukhÖri Muslim Mohon Tunggu... -

Just a little boy who has been trapping in the freaking world with so many dream and imagination. So prude, slovenly, careless, untidy, but he always tries to do the best for his bright dream and imagination.. ^_*

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

80 Coret, antara Derita dan Realita

12 Desember 2009   18:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:58 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terjepit diantara penumpang yang berjubel dan bergelantungan di besi langit-langit bus 80 Coret, bus yang biasa mengantarkanku ke kampus. Postur tubuh asiaku terombang ambing di tengah orang-orang Mesir dan beberapa orang Afrika yang kebanyakan bertubuh tinggi besar, dan berkulit tidak putih tentunya. Panasnya udara musim panas terus memompa keringat para penumpang agar terus keluar. Dan baunya, huh, tentu saja tidak harum kompasianer. Apek. Sumpek. Sementara sang kondektur terus berteriak, ``Hush.. ya brins..! Hush.. ya asthah..! Hush.. ya andunisyi..!´´ Kondektur berkepala plontos itu terus berteriak dan menghardik, sambil mengacung-acungkan tangannya, menyuruh para penumpang agar terus bergeser ke dalam, sementara untuk memjejakkan kaki saja bus ini kayaknya sudah tidak mempunyai ruang lagi. `` Huh, benar-benar kondektur yang tak berperasaan´´ Umpatku dalam hati, kesal. 80 Coret sialan..!

Di mesir setiap bus memiliki nomor khusus sesuai trayeknya. Seperti halnya ``Angkot´´ di indonesia yang biasa bertanda dengan huruf-huruf tertentu. Jadi sebagai mahasiswa asing yang tinggal di negara orang kita harus menghafal setiap nomer bus, apa bila tidak ingin tersesat ketika bepergian ke suatu tempat. Seperti bus yang biasa aku tumpangi ke kampus ini, 80 Coret, begitu biasa kami, mahasiswa Indonesia menghafalnya. Karena bus ini memang bertuliskan angka ``80´´ dengan menggunakan angka arab, dan sebuah coretan simentris membelah angka 80 tersebut. Entah apa maknanya sampai kini aku masih belum mengetahuinya. Bus ini sudah sangat akrab sekali dengan mahasiswa Indonesia di Mesir, khususnya yang tinggal di bilangan Hayyul Asyir, Nasr City, tempat tinggalku. Karena bus ini biasa mengantarkan mereka ke kampus Al-Azhar tempat mereka kuliyah. Ongkosnya pun boleh dibilang sangat murah dibanding transportasi di Indonesia. Jauh maupun dekat, dengan hanya membayar uang 50 piester (Rp.1000) kita sudah bisa menaiki dan menikmati fasilitas bus apek nan sumpek ini.

Bus 80 coret terus melaju dengan kecepatan yang cukup membuat bulu kudukku berdiri. Kugenggam erat besi bercat kuning tempat untuk berpegangan di langit-langit bus itu. Di depanku berdiri orang Afrika berkaca mata gelap, berkaos gelap, dan juga berkulit gelap tentunya. Aku semakin terjepit karena dibelakangku juga ada orang Mesir yang tidak kalah menjulangnya dibanding orang Afrika tadi. Sementara tinggiku hanya sebahu mereka. Sesekali jidatku terantuk pada punggung orang afrika yang berdiri menjulang di depanku tadi. Ups..! semerbak bau aneh tiba-tiba menyeruak di selal-sela bulu hidungku. Asem. (Sudah satu abad kali orang di depanku ini gak mandi)

Kupegang erat tas gendong tempat buku diktat kuliyah dan beberapa barang berhargaku. Dalam keadaan seperti ini aku harus terus waspada karena didalam bus butut berbau apek ini kerap kali terjadi penjambretan. Dan biasanya para penjambret memanfaatkan sesaknya penumpang untuk mengambil barang incarannya. Tidak sedikit mahasiswa indonesia yang jadi korban penjambretan di dalam bus 80 Coret ini. Mulai dari telepon genggam, uang, belanjaan, dan beberapa barang berharga lainnya. Bukan hanya itu, masih banyak lagi kejadian-kejadian kecil yang kerap kali terjadi. Seperti pertengkaran, penumpang yang buang angin, dah bahkan dengar-dengar ada pelecehan seksual juga. ih.. ngeri gak tuch..!

80 coret, sebenarnya bukan satu-satunya bus yang bisa mengantarkan kami ke kampus. Masih ada beberapa bus lagi yang bisa kita tumpangi untuk sampai di kampus, seperti 65 kuning, 65 putih, dan 353, namun untuk 65 putih dan 353, kedua bus ini trayeknya tidak langsung ke kampus, jadi kita harus ngoper kendaraan sekali lagi untuk sampai di kampus.

Ah, sudah 30 menit lebih aku terombang-ambing dan terjepit diantara ketiak para penumpang. Cuaca semakin panas. Bau asem keringat para penumpang kembali menusuk indra penciumanku. Akhirnya bus 80 coret sampai di kawasan Duwai´ah. Di kawasan ini banyak penumpang yang turun sehingga sedikit memberiku ruang untuk bernafas lebih leluasa. penumpang yang dari tadi berdiri segera berebutan tempat duduk. Ups! Aku kalah cepat, kursi-kursi kosong tadi sudah kembali terisi lagi. Masih tinggal separuh perjalanan lagi untuk sampai di kampus. Sementara betisku sudah mulai kesemutan. Aku masih harus berdiri 30 menit lagi kawan. Yah, begitulah salah satu dinamika kehidupanku bersama bus yang biasa mengantarkanku ke kampus, ``80 Coret´´.

ibrims

Nasr City, 12-12-2009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun