Rasanya geli sendiri membayangkan di kawasan yang menjadi primadona properti semacam ini masih ber seliweran alat transportasi. Teringat akan pesan singkat dari kawan saya di luar kota yang meminta untuk dilihatkan sebuah bidang tanah di daerah Tajem. Konon harga tanah yang ditawarkan mencapai 1,5 juta /m. Itu pun tidak di tepian jalan. Memang kawasan Maguwoharjo telah bertumbuh menjadi kawasan urban. Kampus-kampus berdiri di sini dan dengan sendirinya menyedot kerumunan manusia untuk datang. Kata teman saya, dulu maksud pembangunan Ring Road di Yogyakarta adalah untuk pembatas tegas kawasan perkotaan dan pedesaan. Namun jadinya, di kedua sisi jalan itu berkembanglah pusat-pusat perkotaan baru.
[caption id="attachment_339601" align="aligncenter" width="300" caption="Bajingan Tua (dokumen pribadi)"]
Di persimpangan jalan, seorang Bajingan turun dari gerobaknya. Sebutannya saja Bajingan, tapi lelaki itu toh petani sepuh. Kurus namun urat nadinya yang terlihat jelas mengisyaratkan dia lebih tangguh dari pada kita dalam mengolah tanah. Lelaki tua, Bajingan itu, turun menghampiri panitia penyelenggara yang mengatur lalu lintas.
"Pak, kalau sapi saya sudah capek boleh belok ya" tanya bapak Bajingan tua dengan lugunya
Sang petugas tidak tega memaksakan, diiyakannya permohonan Bajingan itu
"Matur nuwun"
Lalu ditariknya tali kendali sapi dan dia berjalan memisahkan diri dari iring-iringan konvoi. Kawan-kawan yang lain menyorakinya.
[caption id="attachment_339602" align="aligncenter" width="300" caption="peserta festival gerobak dan kerumunan penonton (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_339595" align="aligncenter" width="300" caption="Wisatawan Asing menikmati Gerobak Sapi (dokumen pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H