Mohon tunggu...
Imam Buchori
Imam Buchori Mohon Tunggu... Politisi - Welfare activists, Democracy researchers and critics abuse of Political Power

Alumnus Political Science & Non-Partizan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanti Agenda Baru HRS, Bisakah Mengatasi Persoalan Kompleks Urgensi Sipil Saat Ini?

15 Januari 2021   06:32 Diperbarui: 15 Januari 2021   07:01 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Acara Maulid Nabi di petamburan jakarta ini juga menyisakan jejak anekdot dalam pelaksanaannya dan mempunyai kesan tersendiri dari perhelatannya di tengah musim pandemi ini. Bagaimana tidak pra-pelaksanaan acara setelah kepulangan HRS dari Bandara Soetta di kejutkan dengan bermacam tanggapan banyak dari beberapa tokoh tanah air, sebut saja salah satu  tokoh wanita hiburan tanah air Nikita Mirzani yang BUKAN muasal dari garis pasti genealogi  Nikita Krhurshchev ini, mengunggah video di akun medsosnya yang beredar menyatakan bahwa seorang HRS adalah "tukang obat habaib" hal ini bukan tanpa sebab, dari berita redaksional yang beredar di tengah masyarakat. Bahwa oknum umat yang menjemput HRS di bandara telah berbuat kerusakan fasilitas bandara dan mengganggu arus lalu lintas dari berbagai penumpang pesawat lainnya, yang mana mempunyai agenda tersendiri. Lalu munculah tebasan kontra pada isu tersebut dari  seorang garda depan pembela HRS  yang di sinyalir oleh identitas pengakuannya sebagai salafi garis lurus ini yakni Ustadz Maher At-thuwallibi atau Soni Ernata berusia 28 Tahun, ia menyebut Nikita sebagai maaf  "lonte" yang menghina para ulama dan habib. Dan mengancam akan membawa 800 umat manusia yang tergabung dari para pecinta habib. Maher menghimbau untuk Nikita menarik ucapannya dan meminta maaf. Namun, akhirnya bola api berbalik ke saudara maher/soni yang telah di berada sel jeruji besi, di karnakan atas tuduhan pencemaran nama baik Habib lutfi yang berlatar belakang tokoh dari Nadhatul Ulama, ia mengomentari di akun medsosnya dengan di dampingi foto habib lutfi bahwa Habib Lutfi cantik pada saat mengenakan jilbab yang tak lain adalah yang di maksud menyerupai kuffiah penutup kepala muslim pria.

ARUS POPULISME ISLAMISME HRS

          (Hadiz 2016, 12) dalam "Islamic Populism in Indonesia and The Middle East" menyebutkan islamis poupulis sangat bertalian kuat pada fungsi mobilisasi massa demi memberangus elite berkuasa yang serakah (rapacious elites) dengan memanfaatkan agama pengejawantahan identitas politik bersama. Juga di nyatakan islam populis bahwa meliputi setiap individu, meskipun memiliki karakteristik yang beragam, merupakan bagian dari ummah (community of believers) sebagai representasi dari rakyat yang bergerak karena telah terpinggirkan dari elite sekuler. Ummah ialah terminologi yang di gunakan untuk memobilisasi basis dukungan massa, di tengah kenyataan bahwa di dalam aliansi terdapat keberagamaan yang kompleks di era masyarakat modern.

          Dalam kejadian lainnya yang cukup mengundang perhatian dengan kesia-siasatan yang hemat saya di tujukan pada polarisasi Grass Root populisme islamnya yang agak terlihat carut marut secara fatsoen keagamaan. Melalui isi kutipan dakwahnya yang terpancing oleh pesohor wanita hiburan tadi yang di anggap mengusiknya. Dan secara tak sadar HRS pun terpaksa mengeluarkan kata-kata tabu atau yang populer di stigmakan bagi banyak sebagian masyarakat yang mengadopsi  oksidentalisme di Indonesia ini.

          Dalam rilisan video di Salwa Media beredar bahwa HRS sedang mengkaji naskah Omnibus Law melalui tim hukum di FPI yakni Munarman. HRS menawarkan alternatif solusi tersendiri dari dirinya yang mana ia mengatakan:

"Di negara sosialis komunis cari duit susah tetapi pajak yang di tawarkan rendah, begitupula negara liberalis-kapitalis pajak tinggi tetapi cari duit gampang. Di Indonesia cari duit susah, pajak pun yang di terapkan tinggi. Inilah dasar kita untuk melawan kedzoliman rezim. Dan mau merangkul berbagai kelompok terdzolimi mau itu buruh ataupun non-muslim"

          HRS Sebagai oposan elit politik sayap kanan yang cukup di perhitungkan oleh rezim saat ini, dengan komposisi pengorganisasian yang cukup matang, ketokohan yang kuat, Mobilisasi gerakan massa sebagai kelompok penekan yang sukses mengintegrasikan sentimen publik pada status identitas maupun segi kulturalnya. Ternyata lagi-lagi harus lebih jeli dalam melihat kekurangannya, sebab dari sisi batang tubuh yang perlahan-lahan rapuh kalau tak di perhatikan ini. Setidaknya di saat situasi warga yang hampir tercekik dengan prahara ekonomi di masa wabah corona sangat riskan jika kelompok muslimin dan muslimat yang kini hilang dari asas kesejahteraan. Hanya bercokol dan berfokus pada isu-isu propaganda komunis yang sudah lama tak lagi relevan dan secara empirik sudah mati secara konstitusional imbas dari TAP MPR 1966.

         Narasi kelas harus di bangun dari umat muslim saat ini dengan dengan terjangan isu-isu yang kompleks. Memang upaya HRS dalam mengembangkan narasinya cukup di beri apresiasi dalam ungkapannya dengan merangkul buruh dan non-muslim. Tapi tidak selesai sampai di situ saja, dalam sebuah gerakan butuh kejelasan kongkret yang bisa merangkum semua tuntutan menjadi sistematis jikalau ingin memperkuat basis perlawanan kepada para konglomerat dan krooni-kroninya dari aliansi pejabat pemerintahan yang menyalahgunakan kekuasaannya.

          Sebut saja negara kini sedang di hadapkan pada problem faktual  dan lebih cenderung di gerogoti persoalan dari mulai Omnibus Law atas lahir nya uu cilaka, belum lagi menanti keputusan 9  hakim MK atas terbitnya uu KPK dari tahun lalu yang hingga hari pun masih stag tak ada kelanjutan, perkara uu minerba yang juga di sahkan awal tahun ini,  merajalelanya wabah covid 19 yang menjadi headline berita di setiap tv nasional selama pemberlakuan psbb maupun karantina pribadi yang tentunya  membatasi mobilitas rakyat dalam menyambung perekonomiannya, melangitnya pengadaan harga vaksin covid 19 yang melambung tinggi dan masih tahap uji klinis mencegah bukan mengobati, juga masih simpang siurnya vaksin apa yang mujarab di gunakan nanti apakah Sinovac, Pvizer, astrazeneca dan apapun namanya, revisi uu MK pasal 59 ayat (2) yang telah di hapus secara sembunyi-sembunyi, terbitnya laporan kemenkeu atas anjloknya pertumbuhan ekonomi nasional di "kuartal III di angka minus -3,49% dimana sudah kepleset di tahap resesi", tingkat represifitas aparat yang membabi buta dan menjadi-jadi atas aksi demonstrasi tolak omnibus law beberapa pekan lalu yakni pada mahasiswa, buruh, nelayan, masyarakat adat dan kaum marjinal lainnya tatkala banyak video kekerasannya banyak tersebar di medsos, penyerobotan hak kepemilikan tanah kaum miskin kota dan desa, masalah perusakan lingkungan yang menjangkiti ekosistem darat, laut, maupun perubahan iklim, impact dari delegitimasi kebijakan yang mengarah pada tata kelola pemerintahan yang destruktif dan terkesan program SDG's salah satunya pada energi terbaharukan hanya sebagai wacana transisi pemanis buatan, belum lagi pengadaan proyek liar bos mafia besar yang berujung ke kong kali kongnya pemodal hingga terpleset koruptor baru dari ekspor Benur Lobster di kementrian KKP, dan bantuan Sosial di kemensos, dan penguasa kemudian mempolarisasi integrasi para elit kekuatan politik baru yang bertransformasi menuju klan oligarki, dan  pastinya KPK baru yang telah membunuh keorisinilan KPK sebelumnya, kini pelan-pelan naik darah atas hujatan publik kepada pimpinan mereka yang salah ucap atas tahun terbitan buku How Democracy Die dari Levitsky dan Why Nation Fail dari Acemoglu dan Robinson.

          Kurangnya sosialisasi pendidikan politik dari para gerakan umat muslim saat  ini. Membuat stagnannya target penusukan ke pusat oligarki yang berperan dalam  arus infiltrasi neo-liberalisme. Yang mana dampak besar di rasakan oleh seluruh warga negara yang di korbankan untuk kepentingan pribadi kantung-kantung harta mereka. Padahal sebenarnya  umat muslim pimpinan HRS bisa saja membagun konsolidasi pengokohan awal bersama gerakan yang hampir berbarengan dengan visinya jika mengeratkan afiliasinya dengan parpol PKS yang sedang getol di parlemen melawan, yang sejak lama menjalin keakraban dengan HRS sebelumnya, belum lagi kelompok KAMI yang menjadi instrument kuat dari jajaran oposan saat ini dari gabungan elit senior yang tentunya berkapabilitas di bidangnya masing-masing dan di tambah hadirnya Masyumi Reborn di tambah gerakan Dakwah Islamiah  maupun advokasi islamisme lainnya.

          Maka dari itu Seyogyanya Revolusi Akhlak bisa mencakup semua problem rakyat saat ini jika ingin benar mau totalitas dan menuju pada kemenangan umat dalam membangun garis perjuangan bersama bermacam spektrum gerakan mulai dari mahasiswa, aktivis lingkungan, sosial, budaya yang tersebar dari bermacam lsm, buruh, nelayan, petani, masyarakat adat, gerakan feminisme, para rakyat pengangguran,  kaum miskin kota, dan komunitas-komunitas yang termarjinalisasikan lainnya. Jika ini betul-betul termanifestasikan bukan tidak mungkin peran populisme islam bisa setara dengan dengan parpol-parpol besar lainnya yang menguasai parlemen saat ini.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun