Mohon tunggu...
Imam Basori
Imam Basori Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen

Associate Professor

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Marhaban Ya Ramadhan

14 Maret 2024   11:48 Diperbarui: 20 Maret 2024   09:48 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ramadhan adalah bulan penuh rahmat yang datang hanya setahun sekali, yang dalam bulan ini kita diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa, dengan menahan rasa lapar dan dahaga dari mulai terbitnya matahari hingga matahari terbenam. 

Ramadhan adalah bulan penuh rahmat yang dari dulu selalu ditunggu-tunggu oleh para sahabat dan mereka senantiasa berdo'a agar Allah selalu memberikan kesempatan kepada mereka agar bisa menikmati karunia rahmat-Nya.

Adalah dalam bulan Ramadhan ketika kitab suci Al Qur'an pertama kali diturunkan untuk mengumumkan berakhirnya penderitaan umat manusia pada masa itu yang terkekang dalam jerat perbudakan dan kejahiliyahan. 

Lailatul Qodar, malam yang lebih baik dari seribu bulan juga jatuh pada bulan ini, dan dalam bulan ini pula kemenangan pertama kali diraih oleh kaum muslimin dengan ditaklukannya Makkah. Akan tetapi salah satu dari peristiwa besar yang terdapat dalam bulan ini adalah puasa dan beberapa hikmah yang bisa diambil dari puasa itu sendiri.

Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa (as-shiyamu) sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (Qs. 2 : 183). Puasa bukanlah sebatas menahan lapar dan haus sejak mulai terbitnya pagi hingga terbenamnya matahari. 

Bila direnungi makna dari puasa itu, maka akan kita dapati ada beberapa hikmah yang terkadang luput dari perenungan kita. Ayat di atas menerangkan bahwasanya puasa telah diwajibkan atas kita untuk menguji seberapa besar ketaqwaan kita pada Allah, yang berarti untuk meninggikan manusia pada puncak ketaqwaan.

Disabdakan dalam hadist Nabi  Muhammad saw. ada tiga pintu syurga yang bernama Rayyan, dan hanya mereka yang berpuasa diizinkan untuk melalui pintu itu, seseorang yang masuk melaluinya maka tidak akan pernah merasa haus. 

Dengan puasa kita menjaga hawa nafsu kita agar tidak mengarah pada kejelekan dan kemaksiatan, karena puasa di sini bukanlah sebatas menahan haus dan lapar, melainkan juga menjaga hati dan amalan kita, mengontrol diri dari menjalankan kemaksiatan dan kemungkaran.

Rasulullah pernah bersabda bahwa puasa adalah perlindungan, dan perlindungan ini akan bisa dirasakan selama manusia bisa memaknai nilai-nilai puasa yang dijalankannya. 

Diantara manfaatnya berpuasa itu ada dua sisi, yaitu sisi jasmaniah dan rohaniah. Kita sering mendengarkan dan membaca manfaat puasa dari segi kesehatan sebagaimana banyak dikupas oleh para ahli kedokteran, bahwa dengan puasa, kita memberikan istirahat bagi alat-alat pencernaan makanan. 

Disisi rohaniah, puasa dapat mendorong kita untuk bisa mengontrol kesabaran kita dalam menghadapi keadaan yang sulit, dengan meninggalkan makan dan minum, meskipun dia merasakan haus dan lapar, tetap bisa manahan keinginannya dengan niat dan dorongan yang kuat atas kewajiban yang dijalankan.

Bulan suci ini juga mengajarkan kita simpati pada orang miskin, ketika rasa lapar dan dahaga menyerang orang yang sedang menjalankan puasa maka saat itu dia bisa merasakan dan berbagi pengalaman yang dirasakan oleh berjuta ummat muslim yang kelaparan,yang dari sini bisa memotivasi seseorang untuk memberikan sumbangsih bagi kesejahteraan masyarakat. 

Setelah kita berbicara tentang beberapa hikmah yang dapat diambil dari puasa, maka selanjutnya kita mamasuki pada derajat puasa itu sendiri, setingkat apa puasa yang selama ini telah kita jalankan. 

Apakah hanya sebatas menahan lapar dan dahaga tanpa dibarengi dengan amalan-amalan yang terpuji ataukah kita telah dapat memaknainya dengan arti sesungguhnya, yaitu dengan merefleksikan pada amalan-amalan keseharian kita ?

Puasa ada tingkatan tertentu, dan tingkatan tersebut hanya diri kita sendirilah yang bisa mengukurnya. Tingkatan tersebut antara lain puasa umum, puasa khusus, dan puasa khusus yang dikhususkan. Puasa umum disini adalah puasa dhohiriah, sebagaimana yang telah kita jalankan yaitu dengan menahan lapar,dahaga, juga menahan diri dari mengikuti hawa nafsu. 

Puasa khusus adalah menahan pendengaran, pendangan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan kita untuk tidak mengerjakan kemaksiatan. 

Misalnya menahan telinga kita untuk tidak mendengarkan kebohongan, atau menahan pandangan mata kita untuk tidak melihat hal-hal yang mendorong diri kita untuk berbuat kemaksiatan. 

Puasa khusus yang dikhususkan adalah puasa hati, yaitu puasa hati dari memperturutkan diri untuk memikirkan hal-hal duniawi, menahan diri dari untuk tetap istiqomah hanya memikirkan Allah dan selalu mengingat-Nya. Inilah derajat tertinggi dari puasa.

Sekarang kita kembalikan pada diri kita sendiri, yang bisa mengukur sampai dimanakah derajat puasa kita yang selama ini kita jalankan. 

Lantas kita harus selalu memperbaiki kualitas puasa kita, setiap hari kita harus bisa mengukur dan menimbang sampai dimanakah derajat puasa kita? 

Karena tanpa melakukan demikian, maka kita tidak mungkin bisa mengetahui seberapa jauh kita telah menghabiskan energi untuk menjalankan ibadah puasa, tanpa memeperoleh derajat yang tinggi disisi Allah swt. 

Sudahkah puasa tersebut bisa betul-betul terefleksikan dalam keseharian kita?

''Al Qur'an'' Cahaya Kehidupan

Al Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. 

Konsep-konsep yang dibawa Al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.

Kenyataannya, Al-Quran benar-benar telah menyandera level kecil klasik kesusastraan jahiliyah untuk memperkenalkan pemikiran keagamaan dan konsep-konsep monoteistiknya ke dalam Bahasa Arab. 

Ia juga menciptakan design dahsyat dalam Bahasa Arab dengan mengubah instrument-instrument teknis pengungkapannya. 

Pada satu sisi, ia menggantikan syair metrik dengan bentuk ritmenya sendiri yang tak tertirukan, dan pada sisi lain memperkenalkan konsep-konsep dan tema-tema baru yang mengarah kepada arus besar monoteisme. Luas dan keberagaman tema Al-Quran merupakan hal yang sangat unik.

Ia menembus sudut pandang paling kabur dalam pikiran manusia, menembus dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang yang tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-gerik jiwanya. 

Al-Quran juga mengalihkan perhatiannya kepada masa lalu yang jauh dalam sejarah perjalanan ummat manusia sekaligus mengarah ke masa depannya dengan tujuan mengajarkan tugas-tugas masa kini. 

Ia melukiskan gambaran dan tanda-tanda yang mengundang manusia untuk segera menarik pelajaran darinya. Setelah pelajaran dapat ditarik kesimpulannya, ternyata jiwa manusia tanpa disadari terseret serta terpesona oleh kedalaman dan keluasan makna Al-Quran.

Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran sebagai mukjizat terbukti menjadi modal kehidupan dunia dan akhirat. Al Qur'an akan mampu menuntun perilaku dan kondisi internal keberagamaan ummat Islam di tengah arus modernisasi sebagai suatu proses perkembangan dalam peradaban manusia.

Al-Quran sebagai risalah terakhir yang sempurna dan universal bagi seluruh ummat manusia dengan konsep tanzil-turun, membawa atau menurunkan banyak pesan yang harus direpresentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya media seruan yang dimunculkan dalam ayat Al-Quran, baik yang diseru "Wahai manusia", "Bani Adam", "Orang-orang beriman dan kafir" ataupun "Ahli Kitab".

Melalui risalah Muhammad, Allah swt. menurunkan Al-Quran saat manusia sedang mengalami kekosongan para rasul, kemunduran akhlak dan kehancuran problem kemanusiaan, sosial politik dan ekonomi. 

Pada setiap problem itu, Al-Quran meletakkan sentuhannya yang mujarrab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia selanjutnya yang relevan di setiap zaman.

Sejak diturunkannya sampai dengan sekarang Al-Quran tidak pernah terlepas dari suatu tradisi yang sedang berjalan. Dengan kata lain, pesan-pesan Al-Quran selalu berhubungan dengan pribadi atau masyarakat yang mengganggapnya sakral atau sebagai sentralitas etika universal. 

Jika melihat kondisi ummat Islam pada saat Al-Quran diturunkan, melalui momentum nuzulul Quran ini, semua peristiwa di masa lalu itu dibangkitkan melalui perenungan. 

Jadi ada kesamaan konteks ketika Al-Quran diturunkan pertama kali dengan kondisi terkini yang secara sosial, politik, ekonomi dan agama memang sedang mengalami kebobrokan dan membutuhkan pemecahannya.

Untuk itu, ummat Islam sebagai ummat yang terbaik mengemban tugas berat yang berkaitan dengan memahami, mengilhami dan melakukan tanggung jawab. 

Karena memahami dan menaf sirkan adalah bentuk yang paling mendasar dari keberadaan manusia dimuka bumi yang memiliki jabatan sebagai khalifah. Dengan demikian, eksistensi ummat Islam sebagai ummat yang terbaik tidak diragukan. 

Dengan bantuan ilmu pengetahuan dan agama, peristiwa Nuzulul Quran yang terjadi beberapa abad yang lalu menjadi sesuatu yang berkesinambungan hingga sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun