Mohon tunggu...
Imam Basori
Imam Basori Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen

Senior Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Laskar Pelangi

26 Maret 2015   07:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:00 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pagi itu, Bu Guru Muslimah datang pagi-pagi ke sekolah.  Pukul 06.30 Wib, sekolah itu masih sepi. Di dalam kelas banyak tergenang air, rupanya tadi malam hujan lebat.  Bu Muslimah melihat ke atap sekolah yang ternyata banyak ditemukan genting yang bocor, makanya dibeberapa ruangan kelas  ditemukan genangan air. Sambil menunggu anak-anak datang, Bu Muslimah mengepel lantai yang tadinya tergenang oleh air.  Belum sampai sepuluh menit  Bu Muslimah mengepel, ternyata satu persatu anak-anak telah datang. Namun sebelum pelajaran dimulai, maka anak-anak harus membantu Bu Muslimah untuk menyelesaikan pekerjaan tadi, sampai kelas benar-benar siap untuk dipakai.

“Laskar Pelangi”, begitulah judul film karya Sutradara Riri Riza yang dirilis pada tahun 2008. Setelah mendapat apresiasi yang luar biasa dari penonton, maka akhirnya film tersebut di Sinetronkan. Mungkin sebagian penonton menganggap bahwa film tersebut hanya hayalan dan imajinasi dari sutradara belaka.  Anggapan tersebut tidak benar. Film tersebut adalah nyata. Karya tersebut diadaptasi dari novel “Laskar Pelangi” Karya Andrea Hirata. Film yang diambil di daerah Belitung, Sumatera Barat menggambarkan betapa perjuangan seorang guru yang bernama Muslimah untuk mewujudkan impian anak didiknya agar tidak patah semangat telah ditonton sebanyak 6,4 Juta orang.

Tepat di bulan Pebruari 1998, disebuah gedung tua di Jalan Kawi Kota Malang, kami mengadakan lokakarya pendidikan. Siapapun tahu kalau Jalan Kawi adalah pusat Kota Malang, yang letaknya disebelah barat Masjid Jamik, dan sebelah timurnya Gedung Kancab BRI. Lokakarya tersebut di hadiri oleh Rektor Unmuh Malang, yakni Dr. Muhadjir Effendi, M.Ap, Drs. H. Fathurrahman (Anggota DPR RI), Prof. Drs. H. Syamsul Arifin (PR III Univ. Negeri Malang), serta beberapa pakar pendidikan dari Perguruan Tinggi di Kota Malang.

Dari lokakarya inilah akhirnya muncul ide-ide cemerlang dari pemateri. Dari gambaran film Laskar Pelangi, salah satu alumni SD Muhammadiyah, H. Fathurrahman (saat itu Anggota DPR RI)  merasa prihatin dengan keadaan sekolah tersebut. Beliau sempat menitikan air mata, jika melihat kondisi gedung sekolah yang dulu telah menjadikannya bisa membaca dan menulis tidak layak dikatakan sebagai tempat untuk belajar dan menimba ilmu. Atapnya yang telah bocor disana sini, dindingnya yang telah berkerak (Bhs. Jawa : lumuten), lantainya yang telah terkelupas, sehingga jika hujan lebat, maka sekolah tersebut akan banjir.

Dus, Drs. H. Fathurrahman mengusulkan kalau sekolah yang dulu tempat beliau belajar perlu di renovasi.  Namun sebelum direnovasi harus diadakan riset atau studi kelayakan. Saya sebagai salah satu anggota TIM Pengembang Lembaga Pendidikan, mengadakan penelitian kebeberapa sekolah untuk dijadikan sebagai sampel. Dari hasil riset tersebut dapat disimpulkan bahwa, lembaga-lembaga pendidikan di Kota Malang saat itu hampir 75% mengalami stagnasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dari pihak-pihak yang berkompeten dalam hal pengembangan pendidikan.

Hal ini dapat kita lihat lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat SD-SMU banyak yang dilakukan regrouping, atau gulung tikar. Hal ini disebabkan dari permasalahan lembaga tersebut yang sangat kompleks. Dari masalah kesejahteraan guru, tidak adanya fasilitas dalam proses belajar mengajar, serta kurangnya input dari lembaga tersebut. Salah satu penyebabnya kemungkinan berhasilnya Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru, yang mengakibatkan usia anak sekolah menurun tajam jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Sebagai langkah awal, sekolah yang pertama kali kita jadikan pilot project adalah SD Muhammadiyah-nya Drs. H. Fathurrahman, karena beliau telah mendapatkan dana sponsor lebih dulu. Langkah awal adalah kita adakan perombakan gedung sekolah sesuai dengan jumlah dana yang ada. Setelah itu kita perbaiki perangkat keras (hardware) yang lainnya, seperti perekrutan sumber daya manusia yang mumpuni, yang sesuai dengan bidangnya. Karena sekolah ini tidak menggunakan guru kelas, namun menggunakan guru bidang studi.  Sekolah tersebut saat ini telah berhasil mempertahankan eksistensinya. Dari jumlah siswa yang saat itu 20 anak perkelas, sekarang telah meningkat menjadi 30-40 siswa perkelas. Dan prestasi siswa yang membanggakan.

Dan kita tidak lupa melakukan penggantian pimpinan sekolah. Sesuai dengan keinginan pasar bahwa Kepala Sekolah saat itu harus mempunyai gelas master atau memiliki ijazah Strata dua (S2) atau kalau perlu Doktor (Dr).  SD Islam Sabilillah telah melakukan hal tersebut.  Yayasan Sabilillah yang saat itu dipimpin oleh Mantan Menteri Agama Prof. Dr. Tholhah Hasan, MA., menempatkan Dr. Ibrahim Bafadhal, MA., sebagai kepala sekolah di SD Islam Sabilillah Malang. Beliau adalah pakar pendidikan dari Universitas Negeri Malang (UM).

Jadi, jika ingin memodernkan lembaga pendidikan dan menjadikan lembaga pendidikan tersebut diminati oleh masyarakat, maka harus diadakan reformasi menyeluruh. Dan jangan lupa bahwa keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh tiga komponen. Pertama adalah pihak pendidik. Guru, pada hakekatnya tidak hanya mengajar di dalam kelas saja, namun lebih dari itu. Selain mengadakan bimbingan mata pelajaran namun juga harus mengadakan bimbingan perilaku siswa, agar bisa beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga siswa bisa diterima di masyarakat. Kedua,  keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi oleh lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan – dalam hal ini pemerintah- harus bisa mewujudkan keinginan dari walisiswa dan harus bisa menjalankan amanat Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Ketiga, adalah masyarakat.  Komponen masyarakat ini tidak kalah pentingnya dengan kedua komponen tadi. Komite Sekolah harus berperan aktif dalam upaya mewujudkan tujuan dari lembaga pendidikan.

Ketiga komponen diatas harus bisa membaca keinginan pasar jika ingin lembaga pendidikannya diminati oleh masyarakat.  Harus ada sinergi diantara ketiganya. Sesuai dengan semangat otonomi daerah-, pemerintah harus bisa menerjemahkan dan mengimplementasikan dalam bentuk desentralisasi  pendidikan.  Walaupun pelaksanaannya memang tidak mudah namun harus diadakan perubahan-perubahan yang sistemik sesuai dengan kebutuhan pasar di daerah masing-masing. Mendikbud (saat itu-Prof. Mohammad Nuh) sepertinya telah melakukan hal ini, terbukti dengan disubsidinya 12 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di seluruh Indonesia untuk membuat rakitan mobil buatan anak bangsa dengan merek ESEMKA.

Keberhasilan siswa SMK untuk membuat Mobil ESEMKA, menunjukkan bahwa siswa SMK mampu untuk berkarya.  Walaupun mobil tersebut berbahan baku 80% buatan Indonesia, dan 20% didatangkan dari luar negeri, namun kita harus bangga dengan buatan Indonesia. Sesungguhnya dengan adanya desentralisasi pendidikan, memudahkan lembaga pendidikan untuk terus berkarya. Namun demikian desentralisasi tersebut tidak bisa berjalan sepenuhnya. Harus dan campur tangan dari pihak pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mobil ESEMKA adalah salah satu bukti bahwa pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat.

Sebenarnya hal ini bisa terjadi apabila anak didik kita diberikan kesempatan untuk melaukan sesuatu. Mereka kita beri kesempatan untuk mengeksplorasikan diri untuk melakukan sesuatu  sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing. Atas keberhasilan ini pemerintah daerah telah memberikan apresiasi yang luar biasa. Bahkan mantan Walikota Solo, Joko Widodo telah mewajibkan para pejabat di kotanya menggunakan mobil dinas Esemka saat itu. Mudah-mudahan karya anak bangsa ini berhasil menjalani uji kelayakan. Dan akhirnya Mobil ESEMKA ditetapkan sebagai mobil nasional.

Wallahu A’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun