Apa itu kesetaraan gender?
Kesetaraan gender yaitu proses bersikap adil pada perempuan dan laki- laki. Hal ini merujuk pada gender mereka sendiri, seperti tentang atribut dan peluang ekonomi, sosial, dan budaya yang terkait masing- masing. Pada permasalahan ini perempuan dan laki- laki memiliki harapan yang berbeda tentang bagaimana mereka berpakaian, berperilaku, atau bekerja. Perilaku yang sesuai untuk perempuan dan laki- laki mencerminkan pemahaman tentang bakat dan karakteristik dalam hubungan rumah tangga, tempat kerja, begitu pun ruang publik. Peran yang dimainkan perempuan dan laki- laki serta harapan bagi keduanya sangat bervariasi diantara masyarakat dan berubah seiring waktu. Atribut gender ini dapat diubah dengan cara membuat masyarakat lebih adil dan setara.Â
Namun disini kesetaraan mengarah pada kesetaraan. Kesetaraan ini mensyaratkan kenikmatan yang sama oleh perempuan dan laki- laki atas barang, peluang, sumber daya, dan penghargaan yang bernilai sosial. Diperlukan pemberdayaan perempuan, dengan fokus pada mengidentifikasi dan memperbaiki ketidakseimbangan kekuasaan dan memberi perempuan lebih banyak otonomi untuk mengelola kehidupan mereka sendiri. Bukan berarti perempuan dan laki- laki sama, hanya saja akses peluang dan perubahan hidup tidak bergantung pada, atau dibatasi oleh jenis kelamin mereka.Â
Kesetaraan gender dimana perempuan dan laki- laki ini menikmati kesempatan, hak dan kewajiban yang sama dalam bidang kehidupan. Kesetaraan ini menunjukkan kemampuan masing- masing gender dalam distribusi kekuasaan dan pengaruh, memiliki kesempatan untuk mencapai kemandirian finansial melalui pekerjaan atau pendirian usaha, mencapai pendidikan setinggi-tingginya dengan akses yang sama, lebih tepatnya bebas dari paksaan, intimidasi, dan kekerasan yang timbul berbasis gender dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja. Oleh karena itu sangatlah penting kesetaraan gender dalam pembangunan yaitu untuk mewujudkan hak asasi manusia bagi semua orang. Salah satu tujuan pendidikan pembangunan berkelanjutan, yaitu dengan focus utamanya pada jaminan perlindungan terhadap hak perempuan dan anak secara global serta dukungan terhadap pembangunan perempuan yang mampu berdaya saing secara unggul dan setara dengan laki-laki.
Namun dalam pembangunan, peran perempuan seringkali diragukan karena dianggap tidak layak dan tidak mampu. Perempuan dijadikan sebagai objek sasaran yang tidak menguntungkan bagi kemajuan dirinya. Padahal jika menggunakan keseimbangan peran dan manfaat bagi perempuan dan laki- laki, pelaksanaan program akan selalu menunjukkan bentuk kesetaraan, keadilan, demokratis dan transparasi yang dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja pemerintahan.
Beda dengan laki- laki. Anak laki- laki dipandang lebih baik dan membanggakan dibandingkan anak perempuan. Di sini anak laki- laki diberi kesempatan untuk bersekolah dan mengenyam pendidikan setinggi- tingginya daripada perempuan. Ada yang bilang jika menyekolahkan anak perempuan itu investasi yang sia- sia. Faktor sosial budaya dan keluarga itu cenderung menggunakan tenaga perempuan untuk membantu mengurus urusan rumah tangga yang menyebabkan rendahnya kinerja akademik bahkan sampai putus sekolah. Selain itu juga rendahnya pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan mempenharuhi pada tingkat kesehatan anak, tingginya anak kematian ibu dan bayi disamping sebabkan pula oleh kemiskinan. Perempuan masih saja dianggap sebagai manusia kelas dua oleh para masyarakat.Â
Hal diatas disebut ketimpangan gender dalam pembangunan. Ketimpangan gender dalam pembangunan merupakan proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak sekali fakta yang membuktikan peminggiran bagi perempuan, seperti perempuan bekerja dianggap untuk mencari nafkah tambahan, tidak mendapat posisi kerja yang strategis, dan upah yang diberi pun lebih rendah daripada laki- laki karena dianggap oleh mereka para perempuan pantas mendapatkannya. Tidak heran jika pekerjaan yang dilakukan perempuan tidak jauh dari perawat, pekerja rumah tangga, buruh pabrik, dan sebagainya. Dalam sebuah pabrik, rentan sekali terkena PHK bagi seorang perempuan. Karena faktor tadi itu, dianggap sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan. Faktor reproduksi seperti menstruasi, hamil, melahirkan serta menyusui dianggap menghambat produktivitas suatu pabrik atau perusahaan.Â
Dalam politik pun seperti itu juga, strukturnya masih menempatkan perempuan sebagai strata kedua setelah laki-laki. Relasi timpang ini sering kali membatasi peluang perempuan untuk mencapai posisi strategis dalam politik. Perlu adanya perempuan pada posisi pengambilan keputusan strategi agar kebijakan dan arah program pembangunan memihak kepada perempuan. Karena penentu kebijakan, arah dan program pembangunan diputuskan oleh pemerintah.
Mencari Solusi Ketimpangan Gender di IndonesiaÂ
Untuk mencegah terjadinya ketimpangan pada generasi Indonesia yaitu dengan:
1. Program Pembangunan EkonomiÂ