Mohon tunggu...
Imamatul Khoiriyah
Imamatul Khoiriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Jika kamu ingin mengenal dunia, membacalah. Jika kamu ingin dikenal dunia, menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mengapa Anak Sering Melakukan Tantrum dan Bagaimana Cara Menghadapinya

9 September 2023   21:16 Diperbarui: 10 September 2023   00:17 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: yohanessurya.com

Tantrum anak merupakan salah satu tantangan paling umum yang dihadapi oleh orang tua dan pengasuh saat merawat anak-anak kecil. Fenomena ini sering menjadi sumber stres dan kebingungan, bahkan bagi mereka yang memiliki pengalaman dalam mendidik anak. Dalam konteks akademis, diperlukan analisis mendalam untuk memahami mengapa anak-anak sering tantrum dan bagaimana kita dapat menghadapinya secara efektif. Artikel ini akan menjelaskan dasar-dasar tantrum anak, mengapa anak sering tantrum, dan memberikan wawasan tentang pendekatan yang dapat digunakan orang tua dan pengasuh untuk menghadapinya secara efektif.

Fenomena Tantrum Anak: Definisi dan Karakteristik

Tantrum anak dapat didefinisikan sebagai perilaku eksplosif yang sering ditunjukkan oleh anak-anak sebagai respons terhadap frustrasi, kelelahan, atau ketidaknyamanan. Tantrum ini dapat melibatkan berbagai perilaku, termasuk berteriak, menangis, merengek, memukul, dan melempar benda. Episode ledakan emosi anak biasanya terjadi selama tahun-tahun prasekolah ketika anak-anak mulai mengembangkan kemandirian mereka tetapi masih kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhan mereka dengan kata-kata.

Salah satu karakteristik utama tantrum anak adalah bahwa mereka sering terjadi tanpa peringatan dan bisa sangat intens. Anak yang sedang tantrum mungkin sulit diajak bicara atau dihibur. Ini dapat menciptakan situasi sulit bagi orang tua dan pengasuh yang mungkin merasa bingung dan tidak yakin cara meresponsnya.

Mengapa Anak Sering Melakukan Tantrum

Untuk mengatasi tantrum anak dengan efektif, penting untuk memahami mengapa tantrum ini sering terjadi. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak-anak sering tantrum:

  1. Keterbatasan Komunikasi: Anak-anak usia prasekolah sering memiliki keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berkomunikasi. Mereka mungkin belum bisa mengungkapkan perasaan dan kebutuhan mereka dengan kata-kata, sehingga tantrum bisa menjadi cara mereka untuk mengungkapkan ketidaknyamanan atau frustrasi.

  2. Frustrasi: Anak-anak usia prasekolah sedang menjelajahi dunia di sekitar mereka dan mencoba hal-hal baru. Namun, mereka sering menghadapi kegagalan atau hambatan dalam upaya mereka. Frustrasi ini bisa menjadi pemicu tantrum.

  3. Merasa Kurang Kontrol: Anak-anak usia prasekolah mungkin sering merasa bahwa mereka memiliki sedikit kendali atas lingkungan atau situasi mereka. Tantrum bisa menjadi cara bagi mereka untuk merasa lebih kuat atau mendapatkan perhatian.

  4. Ketidaknyamanan Fisik atau Emosional: Seringkali, tantrum juga bisa dipicu oleh ketidaknyamanan fisik, seperti lapar, kelelahan, atau ketidaknyamanan emosional, seperti ketakutan atau kecemasan.

  5. Pemodelan Perilaku: Anak-anak dapat meniru perilaku yang mereka lihat di sekitar mereka, termasuk tantrum. Jika mereka menyaksikan orang lain, seperti teman sebaya atau saudara, melakukan tantrum dan mendapatkan perhatian atau hasil yang diinginkan, mereka mungkin mencoba melakukannya sendiri.

Pendekatan untuk Menghadapi Tantrum Anak

Sumber: img.okezone.com
Sumber: img.okezone.com
Menghadapi tantrum anak dengan pendekatan yang tepat dapat membantu mengurangi frekuensi dan intensitas tantrum serta membantu anak-anak mengembangkan keterampilan emosional yang sehat. Berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat digunakan orang tua dan pengasuh:
  1. Tetap Tenang: Merespons tantrum dengan kemarahan atau frustrasi hanya akan memperburuk situasi. Penting untuk tetap tenang dan sabar saat menghadapi tantrum. Ini juga menjadi contoh bagi anak-anak tentang bagaimana mengelola emosi.

  2. Memberikan Dukungan Emosional: Cobalah untuk memahami perasaan anak dan memberikan dukungan emosional. Bantu mereka mengidentifikasi perasaan mereka dengan kata-kata. Misalnya, Anda bisa mengatakan, "Saya tahu kamu merasa marah karena ingin bermain lebih lama."

  3. Menawarkan Pilihan: Memberi anak-anak pilihan dapat membantu mereka merasa lebih berdaya. Misalnya, Anda bisa bertanya, "Mau memakai baju merah atau biru hari ini?" Ini memberi mereka rasa kendali dalam situasi tersebut.

  4. Menggunakan Konsep "Time-Out": Jika tantrum terus berlanjut, Anda bisa mencoba menggunakan konsep "time-out." Ini melibatkan mengarahkan anak ke tempat yang aman dan tenang untuk meredakan diri dan merenungkan perilaku mereka.

  5. Konsistensi dan Batasan: Penting untuk menjaga konsistensi dalam aturan dan batasan. Ini membantu anak-anak memahami apa yang diharapkan dari mereka.

  6. Berbicara Setelah Tantrum: Setelah tantrum mereda, ajak anak berbicara tentang perasaan mereka dan apa yang bisa mereka lakukan jika mereka merasa marah atau frustrasi di masa depan.

***Tantrum anak adalah fenomena umum yang dapat menjadi sumber stres bagi orang tua dan pengasuh. Namun, dengan pemahaman yang baik tentang mengapa tantrum terjadi dan bagaimana menghadapinya, kita dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan emosional yang sehat dan mengurangi frekuensi tantrum. Penting untuk tetap tenang, memberikan dukungan emosional, dan menggunakan pendekatan yang konsisten saat menghadapi tantrum. Dengan cara ini, kita dapat menciptakan lingkungan positif yang mendukung perkembangan anak-anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun