Mohon tunggu...
Siti Imamatun Nafiah
Siti Imamatun Nafiah Mohon Tunggu... -

Jalan hidup kadang membuat kita bingung, tapi keyakinan akan yang terbaik dari Allah tetap harus Tersematkan sebagai lentera dalam berjuang dibumi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mental Korup Bagai Bencana Yang Harus Segera Diatasi

20 Desember 2014   21:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:51 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah masalah memang tak pernah lepas dalam sejarah berdirinya suatu bangsa. Sepertihalnya pada masa sekarang ini indonesia juga dihadapkan dengan berbagai masalah kaitannya dengan masalah politik, sosial, ekonomi dan lain-lain. Salah satu masalah terbesar negeri ini, saat ini adalah masalah pemberantasan korupsi. Korupsi dinegeri ini seakan sekarang telah membudaya dan telah mengakar hingga seakan-akan sulit untuk diberantas. Hampir setiap hari oknum pejabat negara hilir mudik silih berganti muncul di media televisi ataupun surat kabar baik online ataupun cetak tersandung kasus yang memalukan dan merugikan negara ini. Pemerintah pun telahmelakukan berbagai upaya kaitannya untuk memberantas soal menyoal korupsi ini.Salah satu langkahnya adalah didirikannya lembaga resmiguna mengusutmasalah ini, atau yang saat ini lebih kita kenal dengan sebutan KPK (Komisi Pemberatansan Korupsi)lembaga ini pertama kalinya didirikan pada tahun 2003 dengan maksud untuk membaerantas tindak pidana korupsi. Namun demikian seakan belum tuntas kasus-kasus korupsi yang ada malah bahkan semakin banyak saja pejabat negara kita yang terlibat kasus korupsi. Masih basah dalam ingatan bagaimana kasus korupsi yang menyeret nama beberapa politisi partai penguasa era presiden SBY dinegeri. Seakan tak ada berhentinya saat sekarang muncul lagi kasus-kasus baru. Kasus terahir yang masih menjadi sorotan adalah temuan beberapa rekening gendut milik beberapa kepala daerah.

Seperti yang dilansir dalam sebuah harian online beberapa waktu lalu yang mengungkapan jika8 kepala daerah terindikasi berekening gendut. Beberapa diantara masih aktif menjabat sebagai kepala daerah dan beberapa diantara merupakan mantan kepala daerah.(www.merdeka.com/peristiwa/kejagung-bidik-8-kepala-daerah-terindikasi-berekening-gendut.html).

Sebuah televisi swasta nasional pada pagi tadi juga membahas tentang temuan rekening gendut para kepala daerah. Ini sungguh sangat memalukan dan sangat mengecewakan bagi rakyat. Disaat rakyat masih panas dan mengeluhkan kenaikan BBM sekitar sebulan yang lalu, pejabat negara kita justru mengeruk kekayaan negara untukmemperkaya pribadi.

Agaknya korupsi memang merupakan bencana terbesar bangsa ini. Meski sebagian besar para koruptor sering mengucapkan di bibir sangat peduli masyarakat dan cinta tanah air. Korupsi adalah perbuatan buruk yang telah mengakar di negara kita yang sulit diberantas. Tindakan tidak terpuji ini dapat mengganggu dan berdampak dalam semua segi kehidupan manusia. Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam bahasa Latin korupsi berasal dari corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.

Sebuah sumber mengemukakan jika diantara negara terkorup Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33). Kemudian dalam survei tahun 2010, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ini naik dari 7,69 poin tahun lalu.

Fenomena korupsi yang terjadi diberbagai daerah di negara kita ini telah melampaui batas ketidakwajaran. Jika kita kaji masalah ini berdasarkan pendekatan biologis memang pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang tidak mempunyai rasa puas akan apa yang telah mereka dapat selama ini. Manusia lahir dengan berbagai karakteristik yang membedakan dengan yang lain dan berperan menentukan perilakunya.

Dalam kasus korupsi, secara psikologis tentu menjadi jelas bahwa perbuatan menyalahgunakan wewenang tersebut bisa saja terjadi karena individu tersebut sudah memiliki kecenderungan (sifat) untuk berbuat curang. Ini kalau penjelasannya kita alamatkan kepada karakteristik kepribadian. Pertanyaannya mengapa orang yang katanya baik-baik ternyata korupsi juga? Kaum behavioris mengatakan, berarti lingkunganlah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

Dalam pandangan kaum behavioral, kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku. Perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya berupa interaksi individu dengan lingkungan sekitar Latipun, (2010).

Jika ditinjau dari teori belajar, masalah korupsi tentu saja dikarenakan oleh faktor pembelajaran baik langsung maupun tak langsung. Dalam teori belajar diungkapkan jika perilaku banyak ditentukan oleh apa yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam kasus korupsi ini dapat kita telaah para petingi-petingi negara telah melakukan tindakan korupsi dikarenakan sebelumnya mereka mengalami atau bahkan melakukan perbuatan ini. Dengan adanya hal yang demikian maka mereka mengimitasi perbuatan korupsi tersebut. Teori belajar dengan mencontoh (observation learning) berasumsi jika perilaku dapat terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut dengan imitasi dan melalui pengamatan tidak langsung yang disebut vicarius learning (Latipun, 2010). Hal ini wajar jika demikian mengingat para pejabat kita dihadapkan dengan lingkungan yang mungkin juga akan mendorong mereka untuk melakukan perilaku korup. Seperti misalnya sesama rekan yang korup, bagi-bagi uang untuk saling tutup mulut dan lain sebagainya. Seperti yang terjadi dengan kasus proyek hambalang beberapa tahun lalu yang menyeret hampir semua politisi partai penguasa kala itu.

Para koruptor seakan tak pernah jera dan berhenti melakukan tindakan korup justru semakin bertambah. Hal ini mungkin juaga menganggap jika punishment atupun hukuman yangditerima oleh rekan mereka yang lain saat melakukan korupsi terlihat ringan . Melalui pendekatan teori belajar bisa kita telaah pula bahwa para koruptor beranggapan bahwa tindakan mereka sah dilakukan karena orang-orang sebelum mereka juga melakukanhal yang sama dan tidak mendapat hukuman yang berat saat tertangkap. Inilah yang memberiakn stimuli ataupun dorongan bagi mereka untuk melakukan tindaka korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Tentu saja perilaku yang dilakukan oleh para koruptor ini juga membutuhkan sentuhan dari sisi psikologis. Mengingat ini bukan hanya perkara yang nampak pada hal sosial saja tetapi juga masing-masing dari individu setiap pelaku korupsi. Salah satunya adalah pentingnya peran konselor dalam bidang politik kaitannya menangulangi perilaku korupsi yang dilakukan oleh beberpa pejaba negara kita. Perilaku korupsi merupakan salah satu perilaku bermasalah. Karena perilaku ini merupakan perilaku atau kebiasaan negatif yangtidak diharapkan dan merupakan perilaku simtomatik. Aliran behavioris dalam psikologi mengungkapkan perilaku bermasalah merupakan perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif ataupun perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan (Latipun, 2010).

Konseling behavioral agaknya disini akan sangat tepat untuk diterapkan pada kasus-kasus korupsi. Megutip dari pendapat Corey (dalam Latipun, 2010) mengungkapkan bahwa konseling behavioral memiliki ciri yang sangat jelas dimana konseling behavioral secara konsisten menaruh perhatian pada perilaku tampak. Seperti halnya perilaku korup yang bentuk perilakunya sangat konkrit dan jelas.

Secara singkat pula dapat kita pahami bahwa konseling bagi para pelaku korupsi bertujuan untuk mencapai kehidupan yang diharapkan sangat relevan dengan ungkapanLatipun (2010) yang mengungkapan bahwa konseling behavioral memilki tujuan mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan ataupun hambatan perilaku yang dapat membuat ketidak puasan dalam jangka panjang dan mengalami konflik dengan kehidupan sosial. Hal ini sesuai untuk pelaku-pelaku korupsi mengingat pasti jangka panjang korupsi menimbulkan konflik dalam kehidupan sosial dan jangka panjang juga dapat melahirkan ketidak puasan publik pada pemerintahan.

Oleh karena dampaknya sangat meluas dan berimbas pada jangka panjang diharapkan pemerintah dan para aparat penegak hukum lebih tegas dalam menangani kasus-kasus korupsi. KPK sebagai lembaga yang dipercaya serta dibentuk untuk menangani kasus ini agaknya harus bekerja lebih keras lagi dan seakan siap menjadi superhero bagi permasalahan besar bangsa saat ini, yakni pemberantasan korupsi.

Bagi yang sudah menjadi terdakwa harus diberikan hukuman maksimal agar muncul efek jera. misal terpidana kasus korupsi mendapat hukuman penjara seumur hidup dan penyitaan atas seluruh harta bendanya sehingga dia dan keluarganya mengalami pemiskinan. Mungkin hukuman seperti ini akan benar-benar menimbulkan efek takut untuk para pejabatserta pemangku untuk melakukan korupsi.

Mungkin juga kita dapat berkaca pada negara lain misalnya Finlandia yang telah memperoleh predikat sebagai salah satu negara yang paling bersih dari korupsi. Melalui kebijakan-kebijakan pemerintahannya Finlandia mampu menjadi negara bersih dari korupsi.

Pemerintah juga bisa menerapkan peraturan keuangan yang transparansi, baik instansi negara, maupun swasta. Selain itu bisa juga memasukkan dalam sebuah kurikulum sekolah melalui pendidikan karakter anak dan lain sebagainya.

Selain kita harus bersandar pada pemerintah agaknya penting bagi kita untuk menanmkan moral pada anak kita dan generasi bangsa kita untuk bersikap jujur, cinta tanah air, dan menanamkan jiwa nasionalisme kepada anak muda sejak dini, serta memberikan pengetahuan tentang keadaan bangsa Indonesia ynag demikian dan diperlukan adanya para penerus yang bisa memperbaiki keadaan bangsa. Tanpa harus kitamrenunggu komando, perintah ataupun program pemerintah.

Disisi lain sedini mungkin masyarakat harus cerdas kaitannya mengawasi regulasi pemerintahan, sistem money politk, dan lain sebagainya. Mengingat sistem money politik adalah awal dari terbentuknya mental korup bagi pemimpin kita. Pemberian uang kepada masyarakat tak khayal akan berbuntut korupsi untuk mengembalikan modal saat para calon pejabat tersebut kampanye.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun