Mohon tunggu...
Imam Uddin Hanief
Imam Uddin Hanief Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya ingin berbagi melalui tulisan dan pengalaman

Traveler, Nulis sesukanya, bukan hobi tapi hanya berbagi, hanya sekedar manusia yang ingin lebih berkontribuasi untuk negeri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tukang Cukur Pun Gemar Baca

1 Juli 2012   01:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:23 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Senja menyapa langit cerah Surabaya. Suara sunyi gunting elektronik memangkas rata setiap helai rambut yang tumbuh membelukar. 
Sesekali ia hentikan alunan guntingnya untuk memeriksa presisi dan akurasi pangkasan. Disela-sela aktifitasnya itu, ia berusaha mengakrabkan diri denganku. Mengajakku ngobrol ngalor-ngidul tentang sejarah agama. Yap, Ia kini menjadi tukang cukur yang sering ku datangi. Setiap satu bulan sekali, aku selalu menyerahkan rambut lebatku untuk jadi santapannya. Dikala jemari tangannya berayun kesana-kemari, sembari ia ceritakan pada ku buku-buku sejarah agama yang sudah ia baca. Jujur, aku bukan lah orang dengan backgroud pengetahuan agama yang kuat dan aku akui tak paham dengan semua yang ia ceritakan. Hanya anggukan dan sesekali pertanyaan agar ia mau menceritakan lebih semangat lagi atau malah menceritakan sejarah dari buku lain yang sudah ia baca. Ada satu hal yang aku kagumi dari sosoknya. Meski hanya seorang tukang cukur yang berpenghasilan pas-pasan, ternyata ia senang membaca buku. Malu, mungkin itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan ketidak berdayaan ku. Dikala banyak. Aku sendiri hanya mampu beli tiga buku dalam sebulan, bahkan kadang baru habis dibaca hingga dua bulan berikutnya. Dua hari sebelumnya aku juga membaca majalah yang dibagikan gratis saat sholat jumat dan di salah satu artikelnya memuat tulisan tentang buta huruf. Menurut penulis artikel tersebut, penyakit buta huruf jaman sekarang bukanlah dikarenakan orang yang tidak bisa membaca, melainkan orang yang tidak mau membaca. Aku akui minat baca orang Indonesia masih kecil, termasuk aku sendiri. Bahkan ironisnya, mayoritas minat baca seseorang terputus saat pendidikannya tamat/lulus. Membaca bukan lah aktifitas yang hanya dilakukan saat kita tengah menempuh pendidikan/kuliah. "Membaca kan banyak keuntungannya, kenapa mesti minat baca kita kecil ?" itu pertanyaan yang sering berkecamuk dipikiranku sendiri. Toh, nantinya yang memetik manfaat juga diri sendiri, bisa tambah wawasan dan pengetahuan. Yuk membaca!

Dan sebelum menyelasaikan sentuhan terakhir, ia berujar, "punya ilmu itu harus bermanfaat bagi semua, Mas". Nah lho, tambah malu lagi nih. Kalau sudah baca buku, punya ilmu, semestinya dibagi manfaatnya untuk semua orang. Buat apa punya ilmu tapi hanya dimakan diri. Lebih besar lagi manfaatnya, kalau ilmu dari hasil membaca kita bagi ke semua orang. Sama seperti tukang cukur langganan saya, ia gemar membaca dan ia pun tak segan-segan membagi ilmunya pada setiap pelanggan. Sekali lagi, Yuk membaca dan sebarkan ilmunya!. Masa kalah dengan tukang cukur. :D


1 July 2012
Surabaya to Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun